Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan hukuman maksimal kepada terdakwa kasus e-KTP Setya Novanto. Hal itu disampaikan oleh juru bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan Jumat (20/4/2018).
"Harapam KPK tentu saja maksimal. Jadi dihukum seberat-beratnya," katanya.
KPK sudah membeberkan semua barang bukti dan kesaksian para saksi di persidangan. KPK menilai barang bukti tersebut sudah lebih dari cukup untuk memberatkan vonis kepada Setya Novanto.
"Kami cukup yakin ketika di persidangan kita sudah sampaikan, ajukan bukti yang kami pandang lebih dari cukup menjelaskan rangkaian peristiwa e-KTP, intinya dari bukti yang dimiliki dan diajukan KPK di persidangan, bahkan kami yakin peran dari Irman, Sugiharto, dan Andi untuk membongkar semuanya," kata Febri.
Meski begitu, KPK tetap menyerahkan sepenuhnya kepada majelis hakim. Sebab, untuk memvonis seorang terdakwa sepenuhnya sudah menjadi kewenangan hakim.
"Kalau apakah nanti vonis maksimal atau tidak kami tidak tahu, karena hakim yang tahu, itu kewenangan hakim. Jadi kita tunggu saja putusan pengadilan Tipikor, harapan kami semaksimal mungkin. Bagaimana perbuatan SN kami duga perannya lebih signifikam dibanding tiga terdakwa sebelumnya," tutup Febri.
Setnov dituntut dengan pidana penjara 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan oleh jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi. Selain itu dia juga diwajibkan membayar uang pengganti sekitar 7,4 miliar dolar AS dikurangi pengembalian uang Rp5 miliar yang telah diterima KPK serta dicabut hak politiknya selama 5 tahun.
Jaksa meyakini 7,3 juta dolar AS dari proyek e-KTP ditujukan untuk Novanto meskipun secara fisik uang itu tidak diterima Novanto. Keyakinan ini menurut jaksa bersumber pada kesesuaian saksi serta rekaman hasil sadapan.
Novanto ditegaskan jaksa terbukti melakukan intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan barang jasa paket e-KTP. Novanto disebut menyalahgunakan kesempatan dan sarana karena kedudukannya sebagai anggota DPR dan ketua Fraksi Golkar saat itu memiliki hubungan kedekatan dengan Andi Narogong.
Baca Juga: Sidang Dokter Bimanesh Ditunda karena Setnov Masih Buat Duplik
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Pemeriksaan Super Panjang, Hilman Latief Dicecar KPK Hampir 12 Jam soal Kuota Haji
-
Dikira Hilang saat Demo Ricuh, Polisi Ungkap Alasan Bima Permana Dagang Barongsai di Malang
-
Tito Karnavian: Satpol PP Harus Humanis, Bukan Jadi Sumber Ketakutan
-
Wamenkum Sebut Gegara Salah Istilah RUU Perampasan Aset Bisa Molor, 'Entah Kapan Selesainya'
-
'Abuse of Power?' Kemendagri Sebut Wali Kota Arlan Langgar Aturan Copot Kepala SMP 1 Prabumulih
-
Strategi Baru Senayan: Mau RUU Perampasan Aset Lolos? UU Polri Harus Direvisi Dulu
-
Misi Penyelamatan Pekerja Tambang Freeport Berlanjut, Ini Kabar Terbarunya
-
Buntut Aksi Pemukulan Siswa ke Guru, Dikeluarkan Sekolah dan Ayah yang Polisi Terancam Sanksi
-
Perkuat Pertahanan Laut Indonesia, PLN dan TNI AL Jalin Kolaborasi
-
Korban Pemerkosaan Massal '98 Gugat Fadli Zon: Trauma dan Ketakutan di Balik Penyangkalan Sejarah