Salah satu artikel tentang sejarah letusan Gunung Merapi di website Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi menyebut, indeks Volcano Explosivity Index (VEI) letusan 1822 ada di angka empat. Indeks VEI ini adalah skala untuk mengukur kekuatan dan besaran letusan gunung api. Skalanya 1 sampai 8. Makin besar skalanya, makin besar letusannya.
Letusan dengan indeks VEI di atas angka dua sudah masuk kategori erupsi besar. Letusan Gunung Merapi 2010 dan 1872 adalah dua letusan yang juga memiliki indeks VEI empat.
Hal ini makin dikuatkan lewat artikel berjudul Status Normal Merapi Pasca Letusan 2010 yang terbit di Geomagz, majalah geologi populer. Disebutkan, Gunung Merapi pada periode modern telah mengalami beberapa kali letusan besar, yakni di abad 19 (1822, 1849 dan 1872) dan abad 20 (1930-1931).
Erupsi abad ke-19 dikatakan sebagi letusan yang lebih besar dibanding abad ke-20, ketika awan panas meluncur sejauh 20 kilometer dari puncak.
Letusan 1822 juga dicatat oleh Kemmerling (1921), yang kemudian menjadi rujukan penelitian B. Voight dkk (2000) dalam Historical Eruption of Merapi Volcano, Central Java, Indonesia, 1768-1998.
Letusan 1822 diawali dengan penghancuran kubah lava dan membentuk kawah berdiameter 600 meter dengan bukaan ke arah Kali Apu, Blongkeng, dan Woro. Luncuran awan panas mengubur delapan desa. “Gunung diselimuti oleh aliran api,” tulis Kemmerling.
Letusan lain yang juga tercatat dalam naskah kuno adalah erupsi Gunung Merapi 1586. Informasi mengenai letusan ini terdapat dalam Babad Matawis Saha Candra Nata, yang ditulis pada masa Paku Alam II.
"Ketika itu angin yang semula semilir mendadak jadi kencang disertai halilintar menggelegar. Rintik-rintik hujan segera menjadi deras bagai dituang dari angkasa. Pepohonan pun bertumbangan tercabut dari tanah karena kencang dan derasnya hujan badai."
"Peristiwa ini disebut menandai datangnya jin, peri, dan prayangan. Sorak sorai para lelembut di angkasa disambut gelegar Gunung Merapi. Kawah merekah menyebabkan seluruh isi gunung tumpah ruah. Gunung Merapi dengan dahsyat menyemburkan abu, batu dan melelehkan lahar yang mengerikan memenuhi Sungai Opak."
Baca Juga: Gaji Megawati Jadi BPIP Rp 112 Juta, Ini Rincian Sebenarnya
“Beradunya batu dengan batu yang mengeluarkan api itu seolah menyerukan ajakan untuk menggilas pasukan Pajang yang hendak menyerbu Mataram. Atas kuasa Tuhan, amukan lahar dan muntahan batu dari Gunung Merapi telah turut membantu Kanjeng Sinuwun Senapati [Raja Pertama Kesultanan Mataram] dalam meraih kejayaannya,” demikian tertulis dalam Babad Matawis Saha Candra Nata.
Namun, untuk melacak dampak dan kekuatan letusan 1586 sungguh muskil. Musababnya, sejarah letusan Gunung Merapi yang terperinci dengan disertai kronologis baru dimulai pada akhir abad 19.
Peringatan Tuhan
Naskah-naskah kuno yang mencatat peristiwa letusan Gunung Merapi, umumnya, menilai bencana tersebut sebagai peringatan dari Tuhan agar manusia memperbaiki akhlak. Ihwal ini pernah menjadi bahan kajian pengajar di Prodi Sastra Jawa, Fakultas Ilmu Budaya UGM Sri Ratna Saktimulya dalam penelitian yang berjudul Bencana Merapi dalam Sejumlah Naskah Jawa.
Letusan Gunung Merapi juga dijadikan semacam tanda-tanda datangnya malapetaka. Di dalam Babad Ngayogya, tulis Sakti, disebutkan gelegar Gunung Merapi pada 30 Juni 1822 diikuti dengan empat gunung lainnya, yakni Bromo, Kelud, Slamet dan Guntur.
Rentetan letusan gunung ini dianggap merupakan sinyal Pulau Jawa akan terjadi huru-hara. Dalam konteks ini, kemungkinan besar adalah Perang Jawa yang melelahkan itu.
Berita Terkait
-
Jelang Mudik, Dishub Siapkan Alternatif Jalur Selatan Jawa
-
Dapat Pencerahan Mbah Rono, Pengungsi Merapi Dibolehkan Pulang
-
Jubaidi, Pemulung Tua yang Kembalikan Uang Temuan Rp 20 Juta
-
Gara-gara Uang, Brekele Tega Aniaya Ibu dan Bakar Rumah Orang Tua
-
Kumpulan Cerita Sedih Warga Mengenang 12 Tahun Gempa Yogyakarta
Terpopuler
- Cara Edit Foto Pernikahan Pakai Gemini AI agar Terlihat Natural, Lengkap dengan Prompt
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Anak Jusuf Hamka Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Tol, Ada Apa dengan Proyek Cawang-Pluit?
- Dedi Mulyadi 'Sentil' Tata Kota Karawang: Interchange Kumuh Jadi Sorotan
- Ditunjuk Jadi Ahli, Roy Suryo Siapkan Data Akun Fufufafa Dukung Pemakzulan Gibran
Pilihan
-
Belajar dari Cinta Kuya: 5 Cara Atasi Anxiety Attack Saat Dunia Terasa Runtuh
-
Kritik Menkeu Purbaya: Bank Untung Gede Dengan Kasih Kredit di Tempat yang Aman
-
PSSI Diam-diam Kirim Tim ke Arab Saudi: Cegah Trik Licik Jelang Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
-
Pemain Eropa Telat Gabung, Persiapan Timnas Indonesia Terancam Kacau Jelang Hadapi Arab Saudi
-
STY Sudah Peringati Kluivert, Timnas Indonesia Bisa 'Dihukum' Arab Saudi karena Ini
Terkini
-
Kasus Korupsi Sritex Resmi Masuk Meja Hijau, Iwan Lukminto Segera Diadili
-
Pesan Mendalam Jelang Putusan Gugatan UU TNI: Apakah MK Bersedia Berdiri Bersama Rakyat?
-
Pemerintah Finalisasi Program Magang Nasional Gaji Setara UMP Ditanggung Negara
-
Korupsi Bansos Beras: Kubu Rudy Tanoesoedibjo Klaim Sebagai Transporter, KPK Beberkan Bukti Baru
-
Polisi Ringkus 53 Tersangka Rusuh Demo Sulsel, Termasuk 11 Anak di Bawah Umur
-
DPR Acungi Jempol, Sebut KPU Bijak Usai Batalkan Aturan Kontroversial
-
Manuver Comeback dari Daerah: PPP Solok 'Sodorkan' Epyardi Asda untuk Kursi Ketua Umum
-
Mengapa Penculik Kacab Bank BUMN Tak Dijerat Pasal Pembunuhan Berencana? Ini Logika Hukum Polisi
-
PT Gag Nikel di Raja Ampat Kembali Beroperasi, Komisi XII DPR: Tutup Sebelum Cemari Geopark Dunia!
-
KPK Dinilai 'Main Satu Arah', Tim Hukum Rudy Tanoe Tuntut Pembatalan Status Tersangka