Suara.com - Terdakwa dugaan merintangi penyidikan kasus e-KTP dokter Bimanesh Sutardjo menyesal bertemu dengan mantan pengacara Setaya Novanto (Setnov), Fredrich Yunadi. Sebab, niat baiknya menolong dan memberikan ketenangan kepada Setnov justru disalahgunakan oleh Fredrich untuk melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Bimanesh mengaku, niat baiknya adalah dengan memberikan informasi agar tidak diganggu di depan kamar rawat Setnov.
"Saya hanya ingin pasien itu (Setnov) beristirahat tapi setelah disalahgunakan Fredrich, saya nyesel, kenapa ini disalahgunakan. Jadi saya yang ditimpa kesalahan itu, jadi saya mengakui ini kesalahan saya," kata Bimanesh saat memberikan keterangan sebagai terdakwa di Gedung Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (7/6/2018).
Informasi yang dimaksud Bimanesh adalah tentang tulisan 'pasien perlu istirahat karena penyakitnya, mohon tidak dibesuk'. Pengumuman itu justru digunakan Fredrich untuk melarang atau menghalang-halangi penyidik KPK menangkap Setnov yang saat itu tengah dicari-cari komisi antirasuah.
Bimanesh pun merasa bersalah karena membuat visum yang menyatakan kecelakaan lalu lintas. Dia tidak menulis kenyataannya Novanto mengalami luka karena benda tumpul. Purnawirawan Polri ini menyebut isi visum karena ada keterlibatan pihak kepolisian.
"Saya tidak berani mencantumkan disebabkan kecelakaan lalu lintas. Yang tertulis di visum saya salin dari permintaan polisi untuk kecelakaan lalu lintas, tapi jelasnya karena benda tumpul," ungkap Bimanesh.
Bimanesh didakwa merintangi penyidikan kasus e-KTP dengan tersangka saat itu Setya Novanto. Dia didakwa bersama advokat Fredrich Yunadi karena diduga telah melakukan rekayasa hasil pemeriksaan medis Novanto.
Sebelumnya Fredrich sudah dituntut 12 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK. Sementara Novanto divonis 15 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tipikor.
Atas perbuatannya, Bimanesh didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) kesatu KUHP.
Berita Terkait
-
Polemik RUU KUHP, Wiranto: Jangan Hanya Protes di Sosmed
-
Ketua KPK dan Wakilnya Telat Hadiri Rapat RKUHP di Kantor Wiranto
-
Bimanesh Ungkap Kejanggalan Usai Setnov Tabrak Tiang Listrik
-
Wiranto Tegaskan RUU KUHP Bukan Untuk Melemahkan KPK
-
KPK Operasi Tangkap Tangan di Blitar dan Purbalingga, Ini Kata JK
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Gak Perlu Mahal, Megawati Usul Pemda Gunakan Kentongan untuk Alarm Bencana
-
5 Ton Pakaian Bakal Disalurkan untuk Korban Banjir dan Longsor Aceh-Sumatra
-
Kebun Sawit di Papua: Janji Swasembada Energi Prabowo yang Penuh Risiko?
-
Bukan Alat Kampanye, Megawati Minta Dapur Umum PDIP untuk Semua Korban: Ini Urusan Kemanusiaan
-
Tak Mau Hanya Beri Uang Tunai, Megawati Instruksikan Bantuan 'In Natura' untuk Korban Bencana
-
Jaksa Bongkar Akal Bulus Proyek Chromebook, Manipulasi E-Katalog Rugikan Negara Rp9,2 Miliar
-
Mobil Ringsek, Ini 7 Fakta Kecelakaan KA Bandara Tabrak Minibus di Perlintasan Sebidang Kalideres
-
Giliran Rumah Kajari Kabupaten Bekasi Disegel KPK
-
Seskab Teddy Jawab Tudingan Lamban: Perintah Prabowo Turun di Hari Pertama Banjir Sumatra
-
7 Fakta Warga Aceh Kibarkan Bendera Putih yang Bikin Mendagri Minta Maaf