Suara.com - KPU baru saja mengesahkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten atau Kota dalam Pemilu tahun 2019. Di mana, salah satu pasalnya melarang mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon legislatif pada Pemilu 2019 mendatang.
Menanggapi hal itu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly mengaku belum melihat isinya.
"Aku belum lihat, nanti aku lihat dulu, kita lihat dulu suratnya," kata Yasonna usai diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (2/7/2018).
Politikus PDI Perjuangan yang kini duduk di Kabinet Kerja itu mengaku akan mempelajarinya terlebih dahulu. Sebab, kalau bertentangan dengan undang-undang, maka PKPU tersebut tidak bisa diberlakukan.
Untuk diketahui, dalam PKPU yang ditetapkan pada tanggal 30 Juni 2018 tersebut, selain melarang mantan terpidana kasus korupsi maju dalam pemilihan legislatif (pileg). Mantan terpidana kasus narkoba dan kejahatan seksual terhadap anak juga dilarang.
Dalam Pasal 7 ayat 1 butir g dan h disebutkan bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten atau Kota adalah warga negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap; bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi.
Namun, KPU masih membolehkan para mantan narapidana itu untuk mencalonkan diri dengan syarat mengumumkan status pemidanaan mereka kepada publik.
Hal tersebut tertuang dalam Pasal 7 ayat 4 yang berbunyi "Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, dikecualikan bagi: (a) mantan terpidana yang telah selesai menjalani masa pemidanaannya dan secara kumulatif bersedia secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik, bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang, serta mencantumkan dalam daftar riwayat hidup; dan (b) terpidana karena kealpaan ringan (culpa levis) atau terpidana karena alasan politik yang tidak menjalani pidana dalam penjara dan secara terbuka dan jujur mengumumkan kepada publik.
Sebelumnya, Yasonna sebenarnya sudah mengatakan PKPU yang melarang mantan narapidana kasus korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dapat batal demi hukum karena belum diundangkan. Alasannya, karena bertentangan dengan undang-undang dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca Juga: Dibunuh Pacar, Gadis Berhijab Rina Anak Penjual Gado-gado
"Itu kan bertentangan dengan undang-undang dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), waktu kita buat Undang-Undang Pemilu lebih banyak yang tidak setuju supaya pasal itu dibuat, tapi kan kita tunduk pada putusan MK, karena itu kan sistem negara, bukan sistem suka-suka. Kalau MK sudah buat begitu, pemerintah bersama DPR tunduk pada putusan MK, jadi itu persoalannya," kata Yasonna beberapa waktu lalu.
Putusan MK Nomor 42/PUU-XIII/2015 pada 9 Juli 2015 membolehkan ekskoruptor menjadi calon anggota legislatif. Dalam putusan itu disebutkan 'Seseorang yang telah menjalani hukuman dan keluar dari penjara atau lembaga pemasyarakatan pada dasarnya adalah orang yang telah menyesali perbuatannya, telah bertaubat, dan berjanji untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya. Dengan demikian, seseorang mantan narapidana yang sudah bertaubat tersebut tidak tepat jika diberikan hukuman lagi seperti yang ditentukan dalam Pasal 7 huruf g UU No 8 tahun 2015 Tentang Pemilukada Gubernur, Bupati dan Walikota'.
Pasal 7 huruf g berbunyi, 'Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih'.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
-
Dampingi Presiden, Bahlil Ungkap BBM hingga Listrik di Sumbar Tertangani Pasca-Bencana
Terkini
-
Kejagung Tetapkan 3 Orang Jaksa jadi Tersangka Perkara Pemerasan Penanganan Kasus ITE
-
OTT KPK di Banten: Jaksa Diduga Peras Animator Korsel Rp2,4 M, Ancam Hukuman Berat Jika Tak Bayar
-
Pesan Seskab Teddy: Kalau Niat Bantu Harus Ikhlas, Jangan Menggiring Seolah Pemerintah Tidak Kerja
-
OTT Bupati Bekasi, PDIP Sebut Tanggung Jawab Pribadi: Partai Tak Pernah Ajarkan Kadernya Korupsi
-
Jawab Desakan Status Bencana Nasional, Seskab Teddy: Pemerintah All Out Tangani Bencana Sumatra
-
Pramono Anung: UMP Jakarta 2026 Sedang Dibahas di Luar Balai Kota
-
Bantah Tudingan Pemerintah Lambat, Seskab Teddy: Kami Sudah Bergerak di Detik Pertama Tanpa Kamera
-
Jelang Mudik Nataru, Pelabuhan Bakauheni Mulai Dipadati Pemudik
-
Bupati Bekasi Diciduk KPK, Pesta Suap Proyek Terbongkar di Pengujung Tahun?
-
KPK Ungkap Ada Pihak yang Berupaya Melarikan Diri pada OTT di Kalsel