News / Internasional
Jum'at, 20 Juli 2018 | 06:17 WIB
Sebuah mural di Betlehem, Tepi Barat, Palestina yang menggambarkan Presiden AS, Donald Trump dan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu sedang bercipokan. Foto diambil pada Minggu (29/10). [AFP/Musa al Shaer]

Dalam undang-undang itu bahasa Arab juga dicabut dari daftar bahasa resmi bersama bahasa Ibrani. Kini bahasa Arab hanya diberi status "bahasa istimewa" dan masih bisa digunakan dalam lembaga-lembaga resmi Israel.

Warga Arab di Israel diperkirakan berjumlah 1,8 juta jiwa, sekitar 20 persen total 9 juta populasi di negara itu. Karenanya undang-undang ini diyakini akan membuat warga minoritas Arab semakin merasa tersisihkan.

"Dengan keterkejutan dan kedukaan, saya mengumumkan matinya demokrasi," cetus Ahmed Tibi, seorang politikus Arab di Israel.

Organisasi American Jewish Committe (AJC), yang beberapa pekan lalu menjadi sorotan di Indonesia karena mengundang tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Yahya Cholil Staquf ke Yerusalem, juga mengecam pengesahan undang-undang itu.

AJC dalam pernyataan resminya mengaku "sangat kecewa" dengan pengesahan undang-undang tersebut karena "membawa risiko terhadap komitmen para pendiri Israel akan negara yang Yahudi sekaligus demokratis."

Load More