Suara.com - Aliansi Jurnalis Independen Jakarta turut menentang kebijakan Presiden Jokowi, yang memberikan remisi atau pengurangan hukuman terhadap I Nyoman Susrama, terpidana kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali AA Gde Bagus Narendra Prabangsa.
Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberian Remisi Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Sementara, tertanggal 7 Desember 2018.
Susrama mendapat keringanan hukuman dari penjara seumur hidup menjadi 20 tahun. Susrama merupakan satu dari 115 terpidana yang diberi remisi.
Susrama diadili karena kasus pembunuhan terhadap Prabangsa 9 tahun silam. Pembunuhan itu terkait tiga berita yang ditulis Prabangsa soal dugaan korupsi dan penyelewengan dana pemerintah.
Semua dugaan korupsi itu melibatkan Susrama yang ditulis oleh Prabangsa untuk surat kabar harian Radar Bali, dua bulan sebelum kematiannya.
Komunitas jurnalis, aktivis hukum maupun pegiat HAM memprotes remisi tersebut. Menurut mereka, pemberian remisi dari Jokowi kepada Susrama justru tidak memenuhi prinsip rasa keadilan bagi keluarga korban serta insan pers di Indonesia.
Hal tersebut menjadi fokus dalam diskusi yang digelar AJI Jakarta bersama Komnas HAM di Media Center Komnas HAM, Jalan Latuharhari No 4-B, Menteng, Jakarta, Jumat (8/2/2019).
Dalam diskusi tersebut, hadir anggota Komnas HAM Amiruddin al Rahab, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati, dan Ketua AJI Indonesia Abdul Manan.
Pertimbangan Remisi Tak Jelas
Baca Juga: 3 Catatan Dosa Simon Beck, Hakim Garis yang Legalkan Gol Offside Liverpool
“Remisi itu hak. Persoalannya bukan pada yang menerima. Tapi pada yang memberi remisi, pertimbangannya apa? Prosedurnya sering tidak tidak jelas, yang disebut berkelakuan baik dalam lapas itu apa indikatornya? Menkumham seharusnya memberi penjelasan kepada publik,” kata Amiruddin al Rahab dalam diskusi.
Ia menjelaskan, prosedur pemberian remisi yang bertingkat-tingkat seharusnya membuat pemerintah bisa menimbang secara komprehensif serta ketat siapa napi penerima resmisi.
Kalau pembunuh jurnalis seperti Susrama diberi remisi, kata Amiruddin, mengartikulasikan pemerintah tidak betul-betul menimbang aspek kekebasan pers serta hak publik dalam mengakses informasi.
“Jurnalis itu kan bisa dibilang sebagai mata dan telinga publik. Pemberian remisi kepada pembunuh jurnalis yang sedang meliput suatu dugaan tindak pidana korupsi, sama seperti memberi pesan negatif kepada publik. Kalau jurnalis tidak nyaman dalam bekerja, kualitas demokrasi menjadi menurun. Jadi ada ketidakcermatan dalam membuat keputusan,” terangnya.
Komnas HAM, kata Amiruddin, meminta Kementerian Hukum dan HAM untuk menjelaskan detail pertimbangan pemberian remisi terhadap Susrama.
Keganjilan Remisi Susrama
Berita Terkait
-
Tiga Alasan Hukum yang Bisa Dipakai Jokowi Cabut Remisi Susrama
-
AJI: Petisi Cabut Remisi untuk Pembunuh Jurnalis Tembus 44.000 Tandatangan
-
Jurnalis dan Mahasiswa di Bali Aksi Desak Cabut Remisi Pembunuh Wartawan
-
Remisi Pembunuh Wartawan, Menkumham: Apa yang Langgar? Pers Tetap Bebas
-
Pembunuhan Berbalas Remisi Presiden, Bagaimana Jurnalis Prabangsa Dibantai
Terpopuler
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 26 September: Klaim Pemain 108-112 dan Hujan Gems
- Thom Haye Akui Kesusahan Adaptasi di Persib Bandung, Kenapa?
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Saham DADA Terbang 2.000 Persen, Analis Beberkan Proyeksi Harga
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
Pilihan
-
Prabowo 'Ngamuk' Soal Keracunan MBG: Menteri Dipanggil Tengah Malam!
-
Viral Video Syur 27 Detik Diduga Libatkan Oknum Dokter di Riau
-
Dokter Lulusan Filsafat yang 'Semprot' DPR Soal Makan Gratis: Siapa Sih dr. Tan Shot Yen?
-
Gile Lo Dro! Pemain Keturunan Filipina Debut Bersama Barcelona di LaLiga
-
BCA Mobile 'Tumbang' di Momen Gajian, Netizen Mengeluh Terlantar Hingga Gagal Bayar Bensin!
Terkini
-
Sebut Lonjakan Korban Keracunan MBG Capai 8.649 Anak, JPPI Minta Program Dihentikan
-
KAJ, KLJ, KPDJ Cair Lagi! 200 Ribu Warga Jakarta Dapat Top-Up Rp 300 Ribu
-
Dokumen Negara Saling Tabrak! Dr. Tifa Beberkan Kejanggalan Fatal Ijazah Gibran, Ini Buktinya
-
Heran Pembangunan LRT Fase 1B Velodrome-Manggarai Belum Juga Rampung, PSI: Bikin Macet
-
Geger! Narkoba Disulap Jadi Cairan Vape, Jaringan Om Bos Terbongkar Dramatis di Jakarta
-
Dari Koki Terlatih hingga Pasang CCTV, Ini Permintaan Prabowo Usai Dengar Laporan KLB dari BGN
-
Rekam Jejak Kombes Budi Hermanto, Ditunjuk Kapolri Jadi Kabid Humas Polda Metro Jaya Baru!
-
Instruksi Keras Prabowo dari Kertanegara Buntut MBG Jadi Petaka
-
PPP Terbelah Dua, Mardiono vs Agus Suparmanto Saling Klaim Ketum Sah, Pemerintah Pilih Siapa?
-
Prabowo Kagum PKS Sodorkan Profesor ITB Masuk Kabinet, Siapa Orangnya?