Suara.com - Akademisi Universitas Pattimura (Unpati) Ambon menyebut program nasional pemerintah dalam mengatasi krisis pangan melalui program beras miskin (raskin), atau saat ini beras sejahtera (rastra), membuat masyarakat lokal Maluku meninggalkan sagu.
Pernyataan tersebut disampaikan peneliti sagu Fakultas Pertanian Universitas Pattimura Ambon Wardis Girsang. Ia mengemukakan saat ini masyarakat lokal Maluku mulai tinggalkan sagu dan beralih ke beras.
"Provinsi Maluku merupakan daerah penghasil dan pengonsumsi sagu sebagai makanan pokok, tetapi yang terjadi saat ini masyarakat lokal mulai meninggalkan sagu dan beralih mengonsumsi beras," katanya seperti dilansir Antara di Ambon, Sabtu (22/6/2019).
Dikemukakannya, saat ini masyarakat yang mengolah sagu juga berkurang banyak dan mengakibatkan harga sagu lebih mahal dari beras.
"Masyarakat yang mengolah sagu saat ini sangat sedikit jumlahnya dan berdampak pada kenaikan harga sagu, karena produksi sagu sedikit dan harganya menjadi lebih mahal dari beras," katanya.
Wardis menjelaskan bahwa sagu menghasilkan pati kering sumber karbohidrat, dan bisa diolah menjadi bioenergi. Potensi sagu Maluku belum dimanfaatkan secara optimal, dan masyarakat setempat perlahan meninggalkannya, beralih ke sumber karbohidrat lain.
"Perubahan ini dikarenakan program pemerintah untuk mengatasi krisis pangan melalui program raskin yang saat ini lebih dikenal dengan rastra atau beras sejahtera, hal ini yang menyebabkan masyarakat lebih memilih konsumsi beras dibandingkan pangan lokal," ujarnya.
Padahal, ia menjelaskan, sagu memiliki kadar kalori yang hampir sama dengan jagung dan beras, dan lebih mudah dibudidayakan.
"Sagu menyimpan air, patinya banyak dan tahan dengan perubahan iklim, berbeda dengan padi yang rentan terhadap hama dan penyakit dan banyak menghasilkan gas metan ke udara sehingga mempengaruhi pemanasan global," katanya.
Baca Juga: 73 Desa di Tangerang Tunggak Bayar Raskin, Bulog Rugi Rp2,9 M
Wardis menyebut sebagai bahan pangan pokok seperti halnya beras dan jagung, mestinya sagu bisa terus memperkaya ragam pilihan makanan pokok warga.
"Potensi sagu sangat besar, jika dikembangkan oleh pemda akan menjadi penyangga pangan nasional, yang dimulai dengan merawat hutan sagu dengan tidak mengalihkan fungsinya, serta memproduksi sagu menjadi produk yang beragam dan diminati masyarakat," katanya. (Antara)
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
29 Unit Usaha Syariah Mau Spin Off, Ini Bocorannya
-
Soal Klub Baru usai SEA Games 2025, Megawati Hangestri: Emm ... Rahasia
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
Terkini
-
Majelis Adat Budaya Tionghoa Buka Suara soal Penyerangan 15 WNA China di Kawasan Tambang Emas
-
Aroma Hangus Masih Tercium, Pedagang Tetap Jualan di Puing Kios Pasar Induk Kramat Jati
-
Hadir Tergesa-gesa, Gus Yaqut Penuhi Panggilan KPK untuk Kasus Haji
-
BGN Dorong SPPG Turun Langsung ke Sekolah Beri Edukasi Gizi Program MBG
-
Usai Tahan Heri Gunawan dan Satori, KPK Bakal Dalami Peran Anggota Komisi XI DPR di Kasus CSR BI-OJK
-
Ketua Komisi XI DPR Ungkap Alasan TKD Turun, ADKASI Tantang Daerah Buktikan Kinerja
-
Asuransi Kebakaran Kramat Jati Hanya Tanggung Bangunan, Pramono Buka Akses Modal Lewat Bank Jakarta
-
Kasus Kuota Haji, Gus Yaqut Jalani Pemeriksaan di KPK Hari Ini
-
Imigrasi Dalami Penyerangan 15 WNA China Bersenjata Tajam hingga Alat Setrum di Tambang Emas Kalbar
-
Pemprov DKI Jamin Relokasi Cepat untuk 121 Pedagang Kramat Jati