Suara.com - Aktivis Haidar Alwi Institute, Haidar Alwi menyoroti kebijakan Anies yang telah menyerahkan pengelolaan tiga pulau reklamasi Pantai Utara Jakarta, yakni Pulau C. D, dan G kepada salah satu BUMD milik DKI PT Jakarta Propertindo (Jakpro).
Haidar sangat menyesalkan atas kebijakan serta keputusan yang diambil oleh Anies yang mengeluarkan izin mendirikan bangunan (IMB) di Pulau D atau Pantai Maju.
Menurutnya, Anies tidak menepati janjinya terkait pulau reklamasi karena hanya mengubah nama Pulau C menjadi Kawasan Pantai Kita, Pulau D menjadi Kawasan Pantai Maju, Pulau G menjadi Kawasan Pantai Bersama.
"Jadi kalau pulau-pulau ini sukses menyumbang pemasukan APBD DKI nanti, maka seolah yang sukses adalah Anies. Padahal dia cuman ganti nama saja," kata Haidar di Jakarta, Senin (29/7/2019).
Selain itu, Haidar menilai Gubernur Anies tidak memiliki komitmen dengan apa yang telah dia ucapkan diawal ketika mencabut 13 ijin reklamasi, bahwa reklamasi teluk Jakarta adalah masa lalu bagi Jakarta. Bahwa reklamasi bukan masa depan Jakarta.
"Anies menyebut bahwa perubahan tiga nama pulau ini memiliki dasar atau tujuan bagi masa depan Jakarta. Jadi setelah ganti nama, baru ngomong masa depan Jakarta," kata dia.
"Padahal awalnya bilang reklamasi adalah masa lalu. Bukan masa depan Jakarta. Lha ini kan enggak konsisten. Padahal pemimpin itu harus konsisten dengan ucapannya. Ini bukan tipikal pemimpin namanya tapi hanya pimpinan."
Senada dengan Haidar, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) merasa sangat kecewa dengan kebijakan Anies yang menerbitkan IMB di Pulau Reklamasi. Kebijakan itu tidak menyasar nelayan pesisir utara Jakarta.
Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Martin Hadiwinata mengatakan reklamasi tidak memberi keuntungan bagi nelayan, dan melukai hati para nelayan Jakarta.
Baca Juga: KNTI: Rencana Anies Soal Pulau Reklamasi Rugikan Nelayan
"Reklamasi tidak ada keuntungan sama sekali untuk nelayan. Anies akan bangun kampung nelayan itu jauh panggang dari api. Mana ada kami di nelayan yang bisa beli rumah harganya paling murah Rp 900 juta sampai Rp 1 miliar," kata Martin, Senin (29/7/19).
Dia menambahkan reklamasi justru memberi ancaman berupa Likuifaksi atau pergeseran tanah seperti terjadi di Palu, belum lagi penurunan hasil tangkapan ikan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- 3 Mobil Bekas 60 Jutaan Kapasitas Penumpang di Atas Innova, Keluarga Pasti Suka!
- 5 Mobil Listrik 8 Seater Pesaing BYD M6, Kabin Lega Cocok untuk Keluarga
- Cek Fakta: Viral Ferdy Sambo Ditemukan Meninggal di Penjara, Benarkah?
- Target Harga Saham CDIA Jelang Pergantian Tahun
Pilihan
-
Catatan Akhir Tahun: Emas Jadi Primadona 2025
-
Dasco Tegaskan Satgas DPR RI Akan Berkantor di Aceh untuk Percepat Pemulihan Pascabencana
-
6 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED Terbaik untuk Pengalaman Menonton yang Seru
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
Terkini
-
Tukar 5 Kapibara Jantan, Ragunan Resmi Boyong Sepasang Watusi Bertanduk Bernama Jihan dan Yogi
-
Ini Daftar Rute Transjakarta yang Beroperasi Hingga Dini Hari Selama Malam Tahun Baru 2026
-
Refleksi Akhir Tahun Menag: Bukan Ajang Euforia, Saatnya Perkuat Empati dan Spirit Kebangsaan
-
Malam Tahun Baru di Jakarta, Dishub Siapkan Rekayasa Lalu Lintas di Ancol, Kota Tua, hingga TMII
-
Gubernur Banten: Tingkat Pengangguran Masih Tinggi, Penataan Ulang Pendidikan Vokasi Jadi Prioritas
-
Perayaaan Tahun Baru di SudirmanThamrin, Pemprov DKI Siapkan 36 Kantong Parkir untuk Warga
-
Kaleidoskop DPR 2025: Dari Revisi UU Hingga Polemik Gaji yang Tuai Protes Publik
-
Sekolah di Tiga Provinsi Sumatra Kembali Normal Mulai 5 Januari, Siswa Boleh Tidak Pakai Seragam
-
Makna Bendera Bulan Bintang Aceh dan Sejarahnya
-
Antara Kesehatan Publik dan Ekonomi Kreatif: Adakah Jalan Tengah Perda KTR Jakarta?