Suara.com - Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti mengingatkan agar para elite partai politik tidak menggiring opini kepada masyarakat terkait pertimbangan Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) KPK.
Jokowi telah mempertimbangkan untuk mengeluarkan Perpu KPK setelah terjadinya gelombang besar demonstrasi di sejumlah wilayah di Indonesia. Namun, langkah Jokowi banyak ditentang keras oleh sejumlah elite partai politik seperti Ketua Umum Nasional Demokrat (Nasdem) Surya Paloh.
"Kami mengingatkan elit politik untuk tidak membawa logika yang menyesatkan dan meresahkan publik serta mengancam Presiden," kata Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti dalam diskusi bertemakan 'Mengapa Perppu KPK Perlu ?' di Galeri Cemara, Jakarta Pusat, Jumat (4/10/2019).
Dia menganggap berbagai argumen tidak akurat yang dilontarkan elit politik membuat publik tersesat dalam opini hingga menyangka bahwa Perppu memang tidak dapat dikeluarkan. Bahkan, sebagian pihak mengatakan, presiden bisa dijatuhkan apabila mengeluarkan Perppu ini.
"Langkah sebagian elite politik untuk mengemukakan isu-isu yang keliru kepada masyarakat merupakan langkah yang menyesatkan masyarakat dan juga seperti upaya memberikan ancaman kepada presiden oleh partai-partai politik," ucap Bivitri.
Bivitri pun meminta berbagai pernyataan menyesatkan yang dilontarkan sejumlah tokoh politik mengenai Perppu KPK itu harus diluruskan. Sebab, menurutnya, Perppu merupakan hak konstitusional Presiden berdasarkan Pasal 22 UUD 1945 yang menyebutkan, "dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang."
Bahkan, Mahkamah Konstitusi (MK) kemudian memberikan penafsiran dalam Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 tanggal 8 Februari 2010. Dalam putusan itu, MK menyebutkan adanya tiga alasan lahirnya Perppu, yakni, adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan suatu masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-undang.
Syarat berikutnya, Undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum dan kalaupun undang-undang tersebut telah tersedia, itu dianggap tidak memadai untuk mengatasi keadaan. Syarat ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat ditangani dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memakan waktu cukup lama, padahal, keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian hukum untuk diselesaikan sesegera mungkin.
Untuk itu, Bivitri menganggap dikeluarkannya Perppu merupakan langkah konstitusional menurut pertimbangan subjektif presiden, sehingga tidak akan dapat digunakan untuk menjatuhkan presiden.
Baca Juga: Jokowi Didesak Cabut Status Hukum Aktivis Papua, Istana: Jangan Buru-buru
"Terlebih, dalam sistem presidensil, kedudukan presiden sangat kuat. Presiden tak akan jatuh selain karena pelanggaran berat dan pidana yang berat, yang diatur dalam Pasal 7A UUD 1945. Itu pun melalui proses di Mahkamah Konstitusi," kata Bivitri.
Berita Terkait
-
Eks Ketua KPK Kaget Presiden Jokowi Bisa Dimakzulkan Jika Terbitkan Perppu
-
Desakan Perppu KPK, Moeldoko: Bukan Cuma Mahasiswa yang Didengar Presiden
-
Mahasiswa Desak Jokowi Keluarkan Perppu KPK, Istana: Mengancam Tak Bagus
-
Pengamat Sebut Lembaga Kepresidenan Hancur Jika Jokowi Keluarkan Perppu KPK
-
Temui Moeldoko, Perwakilan Mahasiswa Desak Presiden Keluarkan Perppu KPK
Terpopuler
- Terungkap! Kronologi Perampokan dan Penculikan Istri Pegawai Pajak, Pelaku Pakai HP Korban
- 5 Rekomendasi Motor yang Bisa Bawa Galon untuk Hidup Mandiri Sehari-hari
- 5 Bedak Padat yang Bagus dan Tahan Lama, Cocok untuk Kulit Berminyak
- 5 Parfum Aroma Sabun Mandi untuk Pekerja Kantoran, Beri Kesan Segar dan Bersih yang Tahan Lama
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Jenderal TNI Muncul di Tengah Konflik Lahan Jusuf Kalla vs GMTD, Apa Perannya?
-
Geger Keraton Solo: Putra PB XIII Dinobatkan Mendadak Jadi PB XIV, Berujung Walkout dan Keributan
-
Cetak 33 Gol dari 26 Laga, Pemain Keturunan Indonesia Ini Siap Bela Garuda
-
Jawaban GoTo Usai Beredar Usul Patrick Walujo Diganti
-
Waduh, Rupiah Jadi Paling Lemah di Asia Lawan Dolar Amerika Serikat
Terkini
-
Pramono Anung Kukuhkan 1.005 Pelajar Jadi Duta Ketertiban: Jadi Mitra Satpol PP
-
Hormati Putusan MK, Polri Siapkan Langkah Operasional Penataan Jabatan Eksternal
-
Istana Pastikan Patuhi Putusan MK, Polisi Aktif di Jabatan Sipil Wajib Mundur
-
Polemik Internal Gerindra: Dasco Sebut Penolakan Budi Arie Dinamika Politik Biasa
-
KPK Usut Korupsi Kuota Haji Langsung ke Arab Saudi, Apa yang Sebenarnya Dicari?
-
Boni Hargens: Putusan MK Benar, Polri Adalah Alat Negara
-
Prabowo Disebut 'Dewa Penolong', Guru Abdul Muis Menangis Haru Usai Nama Baiknya Dipulihkan
-
Satu Tahun Pemerintahan Prabowo, Sektor Energi hingga Kebebasan Sipil Disorot: Haruskah Reshuffle?
-
Hendra Kurniawan Batal Dipecat Polri, Istrinya Pernah Bersyukur 'Lepas' dari Kepolisian
-
400 Tersangka 'Terlantar': Jerat Hukum Gantung Ratusan Warga, Termasuk Eks Jenderal!