Suara.com - Sebanyak 32 mahasiswa mantan penerima manfaat (PM) yang menggelar aksi mendirikan tenda di trotoar, akhirnya mencapai kesepakatan dengan Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna Bandung. Kesepakatan dicapai setelah melalui perundingan panjang hingga sekitar pukul. 04.50, Sabtu (18/01/2020).
Mahasiswa bersedia meninggalkan tenda di depan balai dan bersedia mencabut berbagai spanduk yang mereka bentangkan. Kesediaan mahasiswa ini sebelumnya didahului perundingan melalui mediator, sejak sore. Namun, sekitar pukul 23.30, Jumat (17/01/2020), para mantan PM baru bersedia masuk ke dalam balai, dan mengikuti pertemuan di lantai 2.
Mereka diterima oleh Sekretaris Dirjen Rehabilitasi Sosial Idit Supriadi, Kepala BRSPDSN Wyata Guna Sudarsono, Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Margowiyono, dan Kepala Biro Humas Wiwit Widiansyah.
Dari pertemuan ini, diharapkan bisa mendengarkan persetujuan atas usulan awal mereka yang kemudian diakomodasi Kemensos. Yakni menerima layanan Rehabilitasi Sosial Lanjut di BRSPDSN Wyata Guna Bandung sesuai jenis dan standar pelayanan yang berlaku sampai selesai masa kuliah mereka.
Naskah kesepakatan sudah disiapkan untuk ditandatangani malam itu. Pertemuan didahului dengan penyampaian aspirasi mahasiswa. Selama sekitar 90 menit, keempat pejabat Kementerian Sosial ini dengan sabar mendengarkan segala unek-unek para mantan PM. Ternyata pertemuan tidak berjalan mulus dan sesingkat yang diharapkan. Sebagian besar mahasiswa, malah menyuarakan pencabutan terhadap Peraturan Menteri Sosial (Permensos) No. 18 tahun 2018.
Terhadap kritikan dan masukan para mahasiswa, Idit Supriadi yang memimpin pertemuan, menanggapi dengan sabar dengan intonasi suara terkendali, dan memilih kata-kata halus.
Terkait permintaan mahasiswa untuk mencabut Permensos No. 18 tahun 2018, Idit menyampaikan keterkejutannya. Sebab yang ia pahami, tuntutan mahasiswa adalah agar bisa kembali ke asrama, dan menerima semua layanan sampai selesai masa kuliah mereka, sudah diakomodasi semuanya.
“Dengan kebesaran hati Pak Menteri, beliau bersedia mengabulkan semua usulan anak-anakku agar bisa kembali ke asrama, dan mendapatkan semua layanan sampai lulus kuliah. Nah, tiba-tiba ada perkembangan seperti ini,” kata Idit.
Idit menyatakan bahwa ia sudah melakukan berbagai hal, termasuk menggali informasi kepada semua pihak, agar dapat meyakinkan Menteri Sosial Juliari P. Batubara untuk memenuhi tuntutan awal mahasiswa, yakni kembali menempati asrama dan menerima layanan sampai lulus kuliah.
Baca Juga: Kemensos : 23 Eks Penerima Manfaat Balai Wiyata Dapat Tempat Baru dan Layak
Namun ia terkejut. Mahasiswa tiba-tiba beralih tuntutan meminta pencabutan Permensos No. 18 tahun 2018. “Sebagai aspirasi boleh saja. Regulasi mulai undang-undang sampai undang-undang dasar bisa diubah. Namun pencabutan regulasi itu ada prosedur dan aturannya. Tidak bisa dicabut begitu saja, karena itu juga sudah masuk ke lembar negara,” kata Idit.
Sebelumnya, Kementerian sosial menawarkan dua opsi untuk PM yang telah selesai masa retensinya. Yakni, mahasiswa bisa masuk ke asrama dan menerima layanan sampai lulus kuliah seperti disebut di atas. Kedua, mereka juga bisa menempati asrama di Panti Sosial Rehabilitasi Penyandang Disabilitas Mental Sensorik Netra, Rungu, Wicara, Tubuh, milik Pemprov Jawa Barat, di Cimahi.
Sesi pertemuan diakhiri pada pukul 04.50, dihasilkan empat butir kesepakatan. Yakni, para mahasiswa mendapatkan Layanan Rehabilitasi Sosial Lanjut di BRSPDSN Wyata Guna Bandung sesuai jenis dan standar pelayanan yang berlaku sampai selesai pendidikan tinggi.
Kedua, rencana pertemuan dengan Menteri Sosial. Ketiga, mendiskusikan lebih lanjut mengenai pencabutan Permensos No. 18 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas di Lingkungan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial.
Keempat, Kemensos terus bersinergi dan mendorong Pemerintah Daerah Provinsi untuk hadirnya layanan Rehabilitasi Sosial Dasar (Panti) bagi Penyandang Disabilitas Sensorik Netra. (*)
Berita Terkait
-
Kemensos : 23 Eks Penerima Manfaat Balai Wiyata Dapat Tempat Baru dan Layak
-
Kemensos dan Pemprov Jabar Siapkan Panti bagi Penerima Manfaat Wyata Guna
-
Bahas Penanganan Banjir, Komisi VIII DPR dan Mensos Rapat Gabungan
-
Kemensos Dorong Penataan Regulasi Peran Pekerja Sosial
-
Kemensos Pastikan Penyaluran Bantuan Logistik Korban Banjir di Posko Induk
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Jadi Buron Kasus Pencemaran Nama Baik JK, Kejagung Buru Silfester Matutina
-
Inikah Wajah Kompol Anggraini Diduga Jadi Orang Ketiga di Rumah Tangga Irjen Krishna Murti?
-
Bukan Septic Tank! Ternyata Ini Sumber Ledakan di Pamulang yang Rusak 20 Rumah
-
Nama PBNU Terseret Kasus Haji, KPK Buka Suara: Benarkah Hanya Incar Orangnya, Bukan Organisasinya?
-
Rentetan Kasus Keracunan Makan Bergizi Gratis, DPD Minta BGN Kurangi Jumlah Penerima MBG
-
Asmara Berujung Maut di Cilincing: Pemuda Tewas Dihabisi Rekan Sendiri, Kamar Kos Banjir Darah!
-
Video Gibran Tak Suka Baca Buku Viral Lagi, Netizen Bandingkan dengan Bung Hatta
-
KPK Ungkap Kasus Korupsi Kuota Haji, Libatkan Hampir 400 Biro Perjalanan
-
Nabire Diguncang Gempa Berkali-kali, Jaringan Internet Langsung Alami Gangguan
-
KPK Sita Uang Hingga Mobil dan Tanah dari Dirut BPR Jepara Artha dalam Kasus Kredit Fiktif