Suara.com - Seorang ibu asal Kalimantan Barat, Merry menjadi pengantin pesanan China. Dia terperangkap perdagangan manusia berkedok pernikahan.
Merry adalah salah satu dari puluhan perempuan Indonesia sepanjang 2019 dipulangkan pemerintah dan lembaga advokasi migran dari China setelah mereka terperangkap perdagangan manusia. Tidak ada data resmi tentang jumlah korban kasus ini, tapi sejumlah perempuan Indonesia lainnya, yang sebagian besar berasal dari Kalimantan Barat, diduga masih berupaya melarikan diri dari rumah 'suami atau mertua' mereka di China.
Walau diduga merupakan kejahatan transnasional yang melibatkan kartel perdagangan orang, belum satu pun pelaku yang dijatuhi hukuman di Indonesia.
"Mereka bilang tidak akan ada KDRT (kekerasan dalam rumah tangga), ternyata yang saya alami lebih parah. Kalau saya mengingat pengalaman itu, rasanya mengerikan."
Pernyataan itu diutarakan Merry, perempuan asal Kalimantan Barat. Saya menjumpai Merry di rumah semipermanen milik orang tuanya, November lalu, tujuh bulan setelah ia pulang dari China.
Merry tak menyangka kehidupan remajanya yang sempat jatuh ke titik nadir akan semakin tenggelam saat ia terbang ke China tahun 2018.
Kala itu Merry setuju menikah dengan laki-laki asal China. Ia bertemu lelaki itu setelah menerima tawaran dari Nurlela, sepupu perempuannya.
Merry bersedia menjalin rumah tangga dan diboyong laki-laki yang tak dikenalnya ke China. Ia berkata, pertimbangannya adalah iming-iming kesejahteraan yang lebih baik.
"Coba kakak ikut saya nikah ke Tiongkok. Tunangan dulu, nanti bisa dapat uang 20 juta," ujar Merry mengulang tawaran Nurlela, sepupunya yang juga pernah menjadi pengantin pesanan.
Baca Juga: Miris, Perempuan Indonesia Jadi Korban Perdagangan Manusia di Australia
"Saya kaget. Kalau saya kerja di warung kopi, butuh berapa tahun kumpulkan uang sebanyak itu," tuturnya.
Saat menerima tawaran tersebut, Merry berusia 27 tahun. Saat itu ia belum lama memulai pekerjaan sebagai pelayan di sebuah warung kopi setelah bercerai dengan suami pertamanya.
Pada umur 16 tahun Merry menikah dengan kawan sebayanya. Ia putus sekolah sebelum tamat sekolah menengah.
Selama pernikahan itu ia tinggal di hutan bersama suami pertamanya yang mencari nafkah dengan cara menjaga perkebunan karet.
"Suami pertama saya peminum alkohol. Uang kami tidak cukup, apalagi anak kami saat itu sudah besar."
"Suatu hari sekitar jam 10 malam dia pulang dan meminta saya mengggoreng ikan asin. Saya bilang bahwa saya capai seharian mengurus anak dan kerja di kebun."
"Dia marah. Surat nikah dan kartu keluarga kami habis dia bakar. Kalau saya tidak lari, mungkin dia sudah bunuh saya dan anak kami," kata Merry.
'Terjerat sepupu sendiri'
Setelah peristiwa itu, Merry berupaya kembali membangun kehidupan, terutama untuk membiayai dua anaknya.
Sebuah perbincangan di Facebook dengan Nurlela menghadirkan angan-angan tentang kesejahteraan dalam pernikahan dengan laki-laki China.
"Saya sering lihat unggahan dia pamer uang. Saya janda, pasti tergiur. Saya pikir, kalau hancur, hancur sekalian, tapi saya hancur untuk anak, bukan untuk hura-hura," kata Merry.
Dan sejak itulah Merry dikenalkan Nurlela kepada sejumlah orang yang belakangan ia sebut bagian dari sindikat perdagangan orang.
Dari Kabupaten Landak, Merry dibawa laki-laki yang disebutnya sebagai comblang ke Pontianak, kota terbesar di Kalimantan Barat, berjarak sekitar empat jam perjalanan dari rumahnya.
Di Pontianak, Merry mengaku bertemu tiga laki-laki asal China. Merry berkata, dua orang di antaranya merupakan agen perkawinan, sementara satu orang laki-laki lainnya adalah calon suaminya.
"Calon kamu pengusaha, kalau kamu nikah sama dia pasti enak, tidak akan menyesal. Kamu bisa pulang ke Indonesia kapanpun," kata Merry merujuk pernyataan comblangnya.
Berita Terkait
-
Serba Mickey Mouse, Outfit Gucci Luna Maya Ini Tembus Rp100 Juta
-
UU Omnibus Law, Mahfud MD: Seolah Pemerintah Permudah China Masuk
-
Selidiki Virus Corona, Dokter China Mengaku Ikut Terinfeksi
-
Otoritas Kesehatan China: 9 Orang Meninggal karena Coronavirus Baru
-
Wabah Korona di China Mulai Meluas, WHO Gelar Rapat Darurat
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
-
6 HP Snapdragon RAM 8 GB Termurah: Terbaik untuk Daily Driver Gaming dan Multitasking
-
Analisis: Taktik Jitu Andoni Iraola Obrak Abrik Jantung Pertahanan Manchester United
Terkini
-
Antrean Panjang di Stasiun, Kenapa Kereta Api Selalu Jadi Primadona di Periode Libur Panjang?
-
Kasus Deforestasi PT Mayawana, Kepala Adat Dayak Penjaga Hutan di Kalbar Dijadikan Tersangka
-
Eks Pejabat KPI Tepis Tudingan Jaksa Atur Penyewaan Kapal dan Ekspor Minyak
-
Diperiksa KPK Soal Korupsi Haji, Gus Yaqut Pilih Irit Bicara: Tanya Penyidik
-
Buka-bukaan Kerry Riza di Sidang: Terminal OTM Hentikan Ketergantungan Pasokan BBM dari Singapura
-
MBG Dinilai Efektif sebagai Instrumen Pengendali Harga
-
Ultimatum Keras Prabowo: Pejabat Tak Setia ke Rakyat Silakan Berhenti, Kita Copot!
-
Legislator DPR: YouTuber Ferry Irwandi Layak Diapresiasi Negara Lewat BPIP
-
Racun Sianida Akhiri Pertemanan, Mahasiswa di Jambi Divonis 17 Tahun Penjara
-
Ramai Narasi Perpol Lawan Putusan MK, Dinilai Tendensius dan Tak Berdasar