Suara.com - Pengamat Terorisme Ridlwan Habib mengatakan ada tiga pilihan bagi pemerintah dalam wacana pemulangan WNI eks ISIS dari Timur Tengah. Isu tersebut kekinian menuai polemik karena ada yang pro dan kontra.
Ridlwan menyebutkan tiga pilihan itu di antaranya menolak sama sekali kepulangan WNI, memulangkan seluruh WNI, dan terakhir ialah tetap memulangkan namun, tidak seluruh WNI yang diperkirkan berjumlah sekitar 600 orang.
"Ketiga, selektif membawa pulang tetapi selektif hanya wanita lemah dan anak-anak, dan itu juga harus dalam pertimbangan bahwa mereka yang dibawa pulang sudah melewati proses identifikasi proses screening, proses wawancara, form bahwa mereka adalah bagian dari WNI," kata Ridlwan dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (9/2/2020).
Meski demikian, Ridlwan menyebut semua pilihan tersebut memiliki risikonya masing-masing. Misalkan, kata Ridlwan, adanya risiko keamanan jika pemerintah mengambil opsi untuk menolak kepulangan mereka.
Maka yang terjadi justru para WNI eks ISIS bisa saja bergerak secara bebas atau liar. Sebab, ketika ditolak oleh negara asal, kamp pengungsian di Timur Tengah lambat laun akan bubar dan para pengungsinya akan mencoba masuk ke negara asal melalui jalur ilegal.
"Itu maka mereka akan dibuka dan dibiarkan menjadi orang liar dan bebas dan mereka bisa mencari jalan pulang masing-masing. Kalau jalan pulang itu bisa mereka dapatkan dan mereka merembes masuk ke Indonesia maka ini jauh lebih berbahaya ketimbang membawa pulang dengan pengawasan ketat," kata Ridlwan.
Selain itu, pilihan untuk menolak kepulangan mereka juga dapat mengakibatkan risiko HAM dan kecaman dari dunia intersional. Karena menganggap Indonesia menelantarkan perempuan dan anak darinkeluarga eks kombatan ISIS.
Selanjutnya ialah adanya kritikan dari oposisi atas penolakan pemerintag tersebut.
"Risiko ketiga ada risiko politik, Presiden Jokowi akan mendapatkan kritik terutama dari oposisi yang akan mengatakan tidak membela WNI, tidak membela muslim, orang tua dan anak anak, karena kritik ini saya sudah melihat kami sudah melihat datanya sudah mulai muncul," kata Ridlwan.
Sementara risiko lain kata Ridlwan, jika pemerintah memilih memulangkan semua WNI eks ISIS ialah adanya kelemahan pemerintah lantaran belum memiliki kemampuan mendeteksi ideologi seseorang dengan penilaian yang objektif. Risiko berikutnya, yakni potensi kambuhnya paham-paham radikalisme dari mereka para kombatan ISIS.
Baca Juga: Pendapat Ganjar dan Kang Emil Soal WNI eks ISIS dan 4 Berita Populer Lain
"Kalau dipulangkan ada lebih dari dua, pertama, Indonesia bum punya prosedur deteksi ideologi. Yang saya maksud prosedur deteksi ideologi adalah kita tidak bisa melihat secara objektif seseorang ini sudah sembuh secara ideologi atau belum," ujar Ridlwan.
Sebaliknya, pilihan memulangkan wanita dan anak-anak secara selektif justru memiliki tingkat risiko yang lebih ringan dibanding dua pilihan sebelumnya.
"Kenapa? Anak-anak ini bisa, anak-anak ini walaupun kata Pak Ngabalin butuh tiga tahun tapi mereka masih bisa ditulis ulang, masih bisa kemudian dengan konseling psikologis tertentu mereka masih bisa diperbaiki. Tapi kalau kemudian posisinya wanita dewasa yang tidak lemah mereka juga sama militannya dengan laki-laki bahkan lebih militan," kata Ridlwan.
Sebelumnya, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin mengatakan perlu jangka waktu yang lama untuk mengembalikan paham dan ideologi para WNI eks ISIS jika mereka akhirnya diperbolehkan pulang.
Berdasarkan keterangan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ngabalin menyebut butuh waktu sekitar tiga tahun untuk memulihkan paham para WNI eks ISIS untuk kembali berideologi Pancasila dan mengakui NKRI.
"Anak-anak saja saya kasih tahu, menurut keterangan BNPT, itu membutuhkan waktu 3 tahun 8 bulan untuk memulihkan kembali mereka. Menghidupkan kembali ideologi Pancasila, bisa menyanyikan kembali lagu Indonesia itu membutuhkan 3 tahun 8 bulan. Apalagi ini menyangkut ideologi, menyangkut aqidah," ujar Ngabalin dalam sebuah diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (9/2/2020).
Karena sudah menyangkut masalah ideologi dan aqidah itu pula maka Ngabalin berpendapat yang bisa mengubah dana mengembalikan pemahaman WNI eks ISIS nantinya hanya Tuhan.
"Kalau orang sudah menyebutkan negara Indonesia itu togut misalnya, itu adalah masalah aqidah. Kalau dia sudah menyebut pemerintahan ini kafir, zalim dan merobek serta membakar paspor, saya bilang ini masalah ideologi. Karena kedua urusan itulah maka yang bisa memulihkannya hanyalah Allah SWT," tutur Ngabalin.
Berita Terkait
Terpopuler
- Berapa Tarif Hotman Paris yang Jadi Pengacara Nadiem Makarim?
- Upgrade Karyamu! Trik Cepat Bikin Plat Nama 3D Realistis di Foto Miniatur AI
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Pelatih Irak Soroti Kerugian Timnas Indonesia Jelang Kualifikasi Piala Dunia 2026
- 6 Cara Buat Foto Miniatur Motor dan Mobil Ala BANDAI dengan AI yang Viral di Medsos!
Pilihan
-
Isu PHK Massal Gudang Garam: Laba Perusahaan Anjlok Parah, Jumlah Karyawan Menyusut?
-
Isu PHK Massal Gudang Garam: Laba Perusahaan Anjlok Parah, Jumlah Karyawan Menyusut?
-
8 Rekomendasi HP Rp 2 Jutaan Terbaik September 2025, Baterai Awet Kamera Bening
-
Harga Emas Naik Terus! Emas Antam, Galeri24 dan UBS Kompak di Atas 2 Juta!
-
Tutorial Dapat Phoenix dari Enchanted Chest di Grow a Garden Roblox
Terkini
-
Sindiran Fathian: Prabowo Turun, yang Naik Justru Gibran, Bukan Anies
-
Mahfud MD: Februari 2020 Nadiem Masih Mendikbud, Bukan Mendikbudristek
-
Demo Ricuh Berujung Maut, Prabowo Tuding Ada Makar, Kinerja Intelijen Dipertanyakan
-
Pramono Tunggu Sikap DPRD Soal Polemik Tunjangan Perumahan Rp78 Juta
-
Gerakan 17+8 di Ujung Deadline, Fathian: Provokator Main Halus
-
Mushola 2 Lantai di Ciomas Bogor Ambruk Saat Pengajian Maulid, BPBD: Bangunan Tua Kelebihan Beban
-
Petisi Tolak Pemecatan Kompol Cosmas Tembus 174 Ribu, Keputusan PTDH Bisa Dibatalkan?
-
WNA Korban Helikopter Jatuh di Tanah Bumbu Dijemput Keluarga
-
Karding Klarifikasi Foto Main Domino, Sebut Pertemuan dengan Raja Juli dan Azis Wellang Hanya...
-
Akademisi Pertanyakan Keadilan: Kenapa Nadiem Ditahan Cepat, Silfester Masih Bebas?