Suara.com - Sekitar 600 dokter Prancis di bawah gabungan kolektif C 19, menuntut mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Agnez Buzyn dan Perdana Menteri (PM) Edouard Philippe. Tuntutan itu terkait dengan penanganan pemerintah terhadap wabah corona di Perancis.
Mengalihbahasakan dari Europost, tuntutan tersebut dilayangkan ke Pengadilan Kehakiman Republik. Kehakiman tersebut merupakan lembaga hukum satu-satunya yang mengurusi perkara terkait pemerintah.
Para tenaga medis menilai bahwa pemerintah seharusnya menyimpan masker, mengadakan tes, dan bahan medis lainnya yang diperlukan saat informasi wabah di negara tetangga muncul. Namun menurut para dokter, pemerintah tidak melakukan apapun.
Dengan anggapan itu, kolektivitas dokter menuding pemerintah dengan sebutan "Pemerintah Bohong".
Apalagi mantan Menkes Agnez Buzyn yang mengundurkan diri pada Januari mengaku pada majalah Le Monde bahwa sebenarnya ia sudah tahu tetang corona yang mungkin akan datang.
Apabila tuntutan tersbeut disetujui oleh pengadilan, maka mantan Menkes dan Perdana Menteri Prancis akan dipenjara dua tahun dengan denda 30.000 Euro atau sekitar Rp 509 juta.
Menurut Menteri Kesehatan yang baru, Olvier Veran, pemerintah telah membeli 250 juta lebih masker dan 86 juta peralatan kesehatan yang sudah disimpan di gudang.
"Ada masalah di benak setiap orang, yaitu masker dan peralatan pelindung," kata Veran menjelaskan.
"Tanggung jawab saya sebagai menteri adalah melakukan segalanya untuk memastikan bahwa barang-barang tersebut bisa dapat dikirimkan secara berkala," kata Veran menambahi.
Baca Juga: Anggota DPR Minta Jadi Prioritas dalam Tes Covid-19, Warganet Mengamuk
Menurut Direktorat Jenderal Kesehatan, Prancis memiliki kapasitas produksi enam juta masker per minggu.
"Otoritas publik dan semua yang terlibat dalam jaringan produksi nasional harus bergabung untuk menyediakan 15 juta masker yang kami butuhkan setiap hari," tulis beberapa dokter dan personel bedah lainnya dalam siaran pers.
"Negara mengandalkan kami untuk menghadapi pandemi ini, tetapi kami tidak bisa mengambil risiko terlalu banyak, kami masih sama rentannya dengan orang lain," tambah mereka.
Berita Terkait
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Sadis! Pembunuh Guru di OKU Ternyata Mantan Penjaga Kos, Jerat Leher Korban Demi Ponsel
-
Gebrakan Menhan-Panglima di Tambang Ilegal Babel Dikritik Imparsial: Pelanggaran Hukum, Tanda Bahaya
-
Otak Pembakar Rumah Hakim PN Medan Ternyata Mantan Karyawan, Dendam Pribadi Jadi Pemicu
-
Dari IPB hingga UGM, Pakar Pangan dan Gizi Siap Dukung BGN untuk Kemajuan Program MBG
-
Menhaj Rombak Skema Kuota Haji: yang Daftar Duluan, Berangkat Lebih Dulu
-
Isu Yahya Cholil Staquf 'Dimakzulkan' Syuriyah PBNU, Masalah Zionisme Jadi Sebab?
-
Siap-siap! KPK akan Panggil Ridwan Kamil Usai Periksa Pihak Internal BJB
-
Bukan Tax Amnesty, Kejagung Cekal Eks Dirjen dan Bos Djarum Terkait Skandal Pengurangan Pajak
-
Menhaj Irfan Siapkan Kanwil Se-Indonesia: Tak Ada Ruang Main-main Jelang Haji 2026
-
Tembus Rp204 Triliun, Pramono Klaim Jakarta Masih Jadi Primadona Investasi Nasional