Suara.com - Menteri Hukum dan HAM RI, Yasonna H. Laoly pada Selasa (24/3/2020) lalu mengirimkan surat kepada Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung, serta Kapolri untuk menunda pengiriman tahanan ke rutan atau lapas sementara waktu untuk mencegah penyebaran virus corona baru atau COVID-19.
Menkumham menyampaikan dua poin utama dalam surat tersebut. Pertama, Kemenkumham menunda kegiatan kunjungan, penerimaan tahanan baru, dan sidang mulai Rabu 18 Maret sampai batas waktu yang belum ditentukan.
Kedua, Kemenkumham juga menunda pengiriman tahanan ke rutan/lapas dengan alasan tahanan merupakan kelompok yang rentan terpapar Covid-19 karena kondisi penjara yang kelebihan muatan penghuni.
Koalisi Pemantau Peradilan menilai instruksi yang disampaikan oleh Kemenkumham dalam surat tersebut masih belum jelas dan berpotensi melanggar ketentuan hukum acara pidana yang diatur dalam KUHAP.
Surat tersebut belum menjelaskan apakah Menkumham tetap merekomendasikan penahanan yang dilakukan oleh Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan.
"Apabila surat tersebut bertujuan untuk menginstruksikan agar APH tetap dapat menahan tersangka/terdakwa namun tidak dapat melakukan penahanan di rutan atau lapas di lingkungan Kemenkumham, maka hal tersebut bertentangan dengan KUHAP," kata Genoveva Alicia, peneliti ICJR dalam keterangan tertulis yang diterima Suara.com, Jumat (27/3).
Pasal 22 KUHAP menyebutkan berbagai jenis penahanan, seperti tahanan rutan, tahanan rumah, dan tahanan kota. Dalam bagian penjelasan KUHAP, dijelaskan bahwa penahanan di rutan dapat dilakukan di tempat lain seperti kantor polisi, kantor kejaksaan negeri, maupun lapas jika belum ada rutan di wilayah tersebut.
Dalam suratnya, Menkumham menginstruksikan untuk menutup akses pengiriman tahanan ke rutan atau lapas, tetapi tidak merekomendasikan agar penahanan dibatasi. Secara tidak langsung pernyataan ini memberikan kesan agar tahanan ditempatkan di kantor polisi atau kantor kejaksaan.
Menkumham memang tidak berwenangan untuk melarang atau memerintahkan penahanan karena kewenangan tersebut hanya dimiliki oleh penyidik, penuntut umum, dan hakim.
Baca Juga: Ilmuwan Desak Pemerintah Tutup Kunjungan Penjara dan Panti Wreda
"Namun, Menkumham bisa memberi rekomendasi beberapa hal yang dapat dipertimbangkan oleh penegak hukum agar tidak melakukan penahanan di tengah situasi seperti ini," ujarnya.
Koalisi mencatat beberapa solusi mengenai masalah penahanan di tengah kondisi pandemi. Selain itu, masalah penahanan dalam perubahan KUHAP ke depan, perlu memastikan adanya mekanisme kontrol dan pengawasan yang lebih ketat dan detail terkait penahanan, hal ini bisa dimulai dengan mamasukkan sistem hakim pemeriksaan pendahuluan (judicial scrutiny) dalam Rancangan KUHAP.
Koalisi memberikan beberapa rekomendasi pada Menkumham dan APH agar penanganan tahanan di tengah pandemi Covid-19 dapat dijalankan sesuai dengan ketentuan KUHAP dengan tetap mengutamakan keselamatan para tahanan;
Pertama, dalam melakukan penahanan, APH perlu memperhatikan ketentuan Pasal 21 ayat (4) KUHAP yang menyebutkan penahanan hanya dapat dilakukan terhadap pelaku tindak pidana dengan ancaman penjara 5 tahun atau lebih. Selain itu, APH perlu memastikan bahwa penahanan memenuhi syarat jika ada kekhawatiran tersangka atau terdakwa melarikan diri, merusak, atau menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi tindak pidana. Penahanan harus dilakukan dengan selektif, jika tersangka/terdakwa tidak memenuhi syarat-syarat tersebut, maka ia tidak perlu ditahan.
Kedua, penahanan tidak perlu dilakukan terhadap pelaku tindak pidana ringan, tindak pidana tanpa korban, dan tindak pidana yang tidak melibatkan kekerasan. APH dapat memanfaatkan semaksimal mungkin mekanisme penahanan alternatif, misalnya mekanisme jaminan dalam KUHAP yang memperbolehkan tersangka/terdakwa tidak perlu ditahan.
Ketiga, untuk tahanan yang harus ditahan karena memenuhi syarat Pasal 21 ayat (4) KUHAP, opsi selain penahanan rutan harus dimaksimalkan sebisa mungkin. Pasal 22 KUHAP memberikan opsi tahanan rumah dan tahanan kota, yang memungkinkan tahanan tidak ditempatkan di dalam rutan, maupun tempat penahanan kepolisian, atau kejaksaan yang dinilai sama-sama memiliki risiko terhadap penyebaran Covid-19.
Berita Terkait
-
Pasien Meninggal ke-24 Corona di Malaysia Pernah ke Indonesia
-
Antisipasi Jemaah Datang, Polisi dan Satpam Berjaga di Masjid Istiqlal
-
Pemudik Harus Isolasi Mandiri 2 Pekan di Kampung Halaman, Melanggar Dihukum
-
Kasus Impor Corona Meningkat, China Tutup Negaranya dari Warga Asing
-
Pria Tergeletak di Prodia Tebet Ternyata WNI, Ngeluh Demam dan Sesak Napas
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
-
6 HP Snapdragon RAM 8 GB Termurah: Terbaik untuk Daily Driver Gaming dan Multitasking
-
Analisis: Taktik Jitu Andoni Iraola Obrak Abrik Jantung Pertahanan Manchester United
-
29 Unit Usaha Syariah Mau Spin Off, Ini Bocorannya
-
Soal Klub Baru usai SEA Games 2025, Megawati Hangestri: Emm ... Rahasia
Terkini
-
Cirebon Dipilih Jadi Titik Strategis Siaga SPKLU PLN Saat Nataru
-
Jaksa Bongkar 3 Nama Titipan Walkot Semarang untuk Nadiem di Kasus Pengadaan Chromebook
-
Jangan ke MA, Mahfud MD Dorong Presiden Ambil Alih Pembatalan Perpol Jabatan Sipil Polri
-
Proyek Chromebook Diduga Jadi Bancakan, 3 Terdakwa Didakwa Bobol Duit Negara Rp2,18 Triliun
-
Inovasi Penanganan Bencana di Indonesia, Tiga Pelajar SMA Memperkenalkan Drone Rajawali
-
Pascabanjir di Padang, Penyintas Mulai Terserang ISPA dan Penyakit Kulit
-
Prabowo Panggil Semua Kepala Daerah Papua ke Istana, Sinyal Gebrakan Baru?
-
Pakai Analogi 'Rekening Koran', Hasan Nasbi Tantang Balik Penuduh Ijazah Jokowi
-
Pengelola SPPG di Bogor Klaim 90 Persen Sumber Pangan MBG Sudah Lokal
-
Kagetnya Roy Suryo Usai Lihat LP di Polda Metro Jaya: Ternyata Jokowi Dalang Pelapor