Suara.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) angkat suara terkait dengan tindakan Polri yang menangkap dan menahan warga dengan kasus hoax dan penghinaan presiden.
Menurut KontraS, aksi memberi kritik kepada presiden dan pemerintah bukan merupakan tindakan kriminal.
"KontraS mengkritik atas tindakan penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh institusi Polri terhadap sejumlah warga dengan tuduhan telah menyebarkan hoax terkait covid-19 dan tindakan enghinaan terhadap Presiden Joko Widodo," bunyi keterangan tertulis KontraS melalui Twitter pada Rabu (8/4/2020).
Sebelumnya, Kapolri Idham Aziz menerbitkan Surat Telegram bernomor ST/1100/IV/HUK.7.1./2020 pada Sabtu lalu (4/4/2020) sebagai respons atas pernyataan Presiden Jokowi mengenai status darurat kesehatan masyarakat karena covid-19 di Indonesia.
Menurut KontraS, dasar hukum atas penindakan tersebut yang salah satunya menggunakan UU ITE memiliki kontradiksi dengan Putusan MK.
"Kami melihat bahwa dasar hukum yang dijadikan pertimbangan dalam surat telegram tersebut salah satunya mencantumkan Pasal 207 KUHP tentang penghinaan terhadap penguasa dan Pasal 45 A Ayat (1) juncto Pasal 28 Ayat (1) UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Sedangkan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 013-022/PUU-IV/2006, dalam pertimbangannya dinyatakan bahwa Pasal 207 KUHP tidak dapat dikenakan terhadap seseorang apabila sebelumnya tidak ada pengaduan terlebih dahulu dari pihak yang merasa dirugikan (delik aduan)," jelas KontraS.
Dari temuan tersebut KontraS menyimpulkan bahwa kepolisian tidak bisa secara serta mert melakukan penindakan terhadap seseorang yang diduga melakukan pelanggaran atas pasal tersebut.
"Apalagi definisi 'penghinaan' bersifat sangat subjektif dan cenderung multitafsir," papar KontraS.
Komisi ini juga mencatat ada 4 orang yang telah dipidana terkait pasal penghinaan terhadap penguasa yang dianggap telah mengabaikan Putusan MK.
Baca Juga: Akibat Covid-19, Launching Citroen C5 Aircross Ditangguhkan
Selain itu, penindakan dan penangkapan oleh Polri dianggap bertentangan denga upaya penerapan social distancing.
Kontras juga menyayangkan tindakan pemberantasan hoax tidak disertai dengan membangun komunikasi dan informasi publik yang terpercaya dari pemerintah.
"Dalam hal ini, tindakan masyarakat yang menyampaikan masukan dan kritik bukanlah tindak kejahatan melainkan bentuk partisipasi dan pengawasan publik, sekaligus ekspresi kekecewaan masyarakat atas kebijakan pemerintah yang selama ini dianggap lamban serta mengecewakan," tegas KontraS.
KontraS juga menuliskan desakan kepada pemerintah untuk:
1. Presiden memerintahkan Kapolri untuk tidak melakukan dan menghentikan pemidanaan (penangkapan, penahanan) terhadap masyarakat yang menyampaikan masukan, kritik dan koreksi terhadap pemerintah dalam penanganan Covid-19
2. Kapolri memerintahkan Kabareskrim Mabes Polri dan Kapolda di seluruh wilayah untuk segera menghentikan pemidanaan terhadap orang-orang yang dianggap melakukan penghinaan terhadap penguasa, sebab Pasal 207 KUHP sudah tidak relevan lagi untuk digunakan;
Berita Terkait
-
Dinilai Represif, Kapolri: Penegakan Hukum Tak Bisa Puaskan Semua Orang
-
Proses Kasus Penghinaan Presiden, Polisi Dinilai Lawan Putusan MK
-
Kapolri Minta Tindak Tegas Penghina Pejabat, Nasdem: Ini Berbahaya
-
Simpan Video Porno, Ali Tersangka Penghina Jokowi Dijerat Pasal Berlapis
-
Singgung Telegram Kapolri, AII: Aparat Harusnya Melindungi Bukan Represif!
Terpopuler
- 4 Daftar Mobil Bekas Pertama yang Aman dan Mudah Dikendalikan Pemula
- 6 Rekomendasi Mobil Bekas Kabin Luas di Bawah 90 Juta, Nyaman dan Bertenaga
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- Calon Pelatih Indonesia John Herdman Ngaku Dapat Tawaran Timnas tapi Harus Izin Istri
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
Pilihan
-
6 Smartwatch Layar AMOLED Murah untuk Mahasiswa dan Pekerja, Harga di Bawah Rp 1 Juta
-
4 Tablet RAM 8 GB dengan Slot SIM Card Termurah untuk Penunjang Produktivitas Pekerja Mobile
-
3 Fakta Perih Usai Timnas Indonesia U-22 Gagal Total di SEA Games 2025
-
CERPEN: Catatan Krisis Demokrasi Negeri Konoha di Meja Kantin
-
CERPEN: Liak
Terkini
-
Wagub Sumut Apresiasi Bantuan Korban Banjir dan Longsor dari Pemprov Bengkulu
-
Sidang Etik 6 Anggota Yanma Pengeroyok Matel di Kalibata Digelar Pekan Depan, Bakal Dipecat?
-
Menanti Status Bencana Nasional Sumatera sampai Warga Ingin Ajukan Gugatan
-
BGN Optimis, Program Makan Bergizi Gratis Mampu Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi hingga 8 Persen
-
BGN Minta SPPG Tidak Lagi Menggunakan Makanan Buatan Pabrik Pada Program MBG
-
Tak Hanya Ciptakan Lapangan Kerja, Waka BGN Sebut Program MBG Jalan Tol Pengentasan Kemiskinan
-
6 Anggota Yanma Mabes Polri Jadi Tersangka Kasus Tewasnya 2 Debt Collector, Ini Identitasnya
-
Dari OTT ke Jejak Dana Gelap Pilkada: Seberapa Mahal Biaya Kampanye Calon Kepala Daerah?
-
Prabowo ke Pengungsi Banjir Aceh: Maaf, Saya Tak Punya Tongkat Nabi Musa, Tapi Rumah Kalian Diganti
-
Dasco Unggah Video Prabowo saat Bikin Kaget WWF karena Sumbangkan Tanah di Aceh