Suara.com - Kasus kematian akibat meminum hand sanitizer atau cairan pembersih tangan jadi perhatian khusus di India.
Pasalnya, praktik itu masih saja dilakukan warga kendati bahayanya sudah jelas diketahui.
Menyadur India Times, Rabu (12/8/2020), minuman keras (miras) palsu yang dicampur dengan metanol menyebabkan kematian sedikitnya 16 orang di distrik Prakasam di Andhra Pradesh, Juli lalu.
Polisi saat itu langsung bergerak cepat dengan merazia tempat penjualan minuman keras oplosan itu. Setidaknya 10 orang tersangka telah ditangkap.
Pihak polisi mengungkapkan bahwa konsumsi miras oplosan berbahan hand sanitizer meningkat lantaran adanya pembatasan sosial.
Selama kebijakan lockdown akibat pademi covid-19 diberlakukan, toko-toko yang menjual miras legal terpaksa tutup.
Tim investigasi khusus polisi distrik menemukan bahwa hand sanitizer bernama Perfect Gold menjadi salah satu cairan pembersih yang paling banyak menyebabkan kematian.
Orang-orang yang mengkonsumsinya akan mengalami keracunan karena bahan dasar yang digunakan adalah metanol, bukan etanol, kata Inspektur Polisi Prakasam Siddharth Kaushal.
"Seseorang bernama Sale Srinivas alias Jajula dari distrik Vikarabad di Telangana membuat pembersih tersebut secara ilegal," kata Kaushal.
Baca Juga: 11 Anggota Keluarga Tewas Misterius di Ladang, Cekcok dengan Menantu
"Bersama dengan saudaranya Siva Kumar, Srinivas meraciknya di sebuah kamar sewaan di kota Hyderabad dan mulai menjualnya melalui berbagai saluran."
Menurut polisi, setidaknya delapan merk hand sanitizer telah dikonsumsi masyarakat seperti penarik becak, pengemis, dan orang miskin lainnya.
Selama beberapa bulan terakhir, sejak penguncian diterapkan di India, kasus kematian akibat miras oplosan kerap terjadi.
Hal itu lantaran warga mengira alkohol pembersih tangan sama dengan kandungan yang terdapat dalam miras legal.
India Times melaporkan bahwa hand sanitizer hanya dapat digunakan pada permukaan kulit.
Pembersih tangan dengan etanol mengandung setidaknya 60 persen alkohol.
Berita Terkait
-
Uang Muka Rumah Sakit Belum Dibayar, Pasien Ditelantarkan Hingga Meninggal
-
Ponakan Politikus Hina Nabi Muhammad, Bentrokan Pecah Tewaskan 3 Orang
-
Istri Pukuli Suami hingga Patah Tulang karena Tolak Makan Masakannya
-
Longsor India: Tak Peduli Guyuran Hujan, Anjing Ini Setia Tunggu Majikan
-
Rumah Sakit Minta Biaya Rp 59 Juta, Pasien Covid-19 Meninggal di Ambulans
Terpopuler
- 5 Mobil Keluarga 7 Seater Mulai Rp30 Jutaan, Irit dan Mudah Perawatan
- Lupakan Louis van Gaal, Akira Nishino Calon Kuat Jadi Pelatih Timnas Indonesia
- Mengintip Rekam Jejak Akira Nishino, Calon Kuat Pelatih Timnas Indonesia
- 21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 19 Oktober: Klaim 19 Ribu Gems dan Player 111-113
- Bukan Main-Main! Ini 3 Alasan Nusakambangan, Penjara Ammar Zoni Dijuluki Alcatraz Versi Indonesia
Pilihan
-
Uang Bansos Dipakai untuk Judi Online, Sengaja atau Penyalahgunaan NIK?
-
Dedi Mulyadi Tantang Purbaya Soal Dana APBD Rp4,17 Triliun Parkir di Bank
-
Pembelaan Memalukan Alex Pastoor, Pandai Bersilat Lidah Tutupi Kebobrokan
-
China Sindir Menkeu Purbaya Soal Emoh Bayar Utang Whoosh: Untung Tak Cuma Soal Angka!
-
Dana Korupsi Rp13 T Dialokasikan untuk Beasiswa, Purbaya: Disalurkan Tahun Depan
Terkini
-
Anak Buah Nadiem Ikut Kembalikan Uang Korupsi Laptop Rp10 Miliar, Kejagung: Bukan Cuma dari Vendor
-
Istri di Kebon Jeruk Tega Potong Alat Vital Suami Hingga Tewas: Cemburu Buta Jadi Pemicu
-
Bongkar Kelamnya Budaya Riset Dosen, Mendiktisaintek: Yang Meneliti Cuma 30 Persen, Itu-itu Saja
-
Rekonstruksi Pembunuhan Bos Elpiji: Dendam Utang Jadi Adegan Berdarah di Kebon Jeruk!
-
Baru Sebulan Lebih Jabat Menkeu, Purbaya Dianggap Berkinerja Baik, Apa Rahasianya?
-
Donald Trump: Bertemu Xi Jinping Akan Menghasilkan Kesepakatan Fantastis!
-
Menteri Pigai Usulkan Aturan Jadikan Indonesia Negara Pertama yang Anggap Korupsi Pelanggaran HAM
-
Anggaran Riset Dosen Naik Rp3 Triliun! Tapi Ada 'Titipan' Prabowo, Apa Itu?
-
Ketua Partai Hijau Murka 11 Warga Penolak Tambang Divonis Bersalah: Muak dengan Peradilan Negeri Ini
-
Masuk Daftar Menteri Berkinerja Buruk, Natalius Pigai Sebut Lembaga Survei Tak Kredibel