Suara.com - Pakar Tata Hukum Negara Refly Harun menilai bahwa ketentuan ambang batas presiden alias presidential threshold 20 persen yang diterapkan pada Pemilihan Presiden 2019 lalu merupakan pertimbangan politik Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, menurutnya hipotesis yang dibawa MK saat itu tidak bisa dijadikan landasan tepat.
Refly mengingat saat itu pihak MK sempat menyebut kalau presidential threshold 20 persen dapat memperkuat sistem pemerintahan presidensil. Tetapi ia menganggap hal itu tidak bisa menjadi dasar yuridis konstitusional.
"Yuridis konstitusionalnya adalah bahwa hak parpol peserta pemilu untuk mengajukan calon dan itu tidak boleh dihilangkan. Makanya berarti sudah melanggar konstitusi secara nyata," kata Refly dalam sebuah diskusi virtual, Selasa (8/9/2020).
"Sekali lagi saya baca pertimbangan hukum MK tapi itu bukan pertimbangan hukum tapi pertimbangan politik," tambahnya.
Presidential threshold 20 persen sempat diajukan untuk diuji materil ke MK. Namun MK menolaknya dengan pertimbangan hal tersebut tidak bertentangan dengan Undang Undang 1945.
Refly memahami putusan MK tersebut sebagai bentuk 'pesanan' dari Istana. Pasalnya, apabila PT 20 persen tetap diberlakukan maka petahana hanya akan berhadapan dengan satu pasangan calon penantang.
"Tetapi saya memahami putusan MK itu sebagai sebuah pesan utusan Istana, kira-kira begitu. Ya kita zaman sekarang tidak bisa lagi ngomong tanpa tedeng aling-aling," ujarnya.
"Karena ada nuansa pada waktu itu incumbent punya kepentingan untuk mempertahankan PT agar terjadi lagi head to head. Dia tidak dikeroyok oleh dua atau tiga calon."
Baca Juga: Refly Harun Singgung Menag: Korupsi Lebih Berbahaya daripada Radikalisme
Berita Terkait
-
Legal Standing Dipertanyakan Hakim MK, Pemohon Uji UU TNI Singgung Kasus Almas
-
Budi Arie Pilih Merapat ke Gerindra, Refly Harun: Tak Ada Lawan dan Kawan Abadi, Hanya Kepentingan!
-
Indonesia Telanjang Digital di Depan Cina: Kalau Mereka Matikan Internet Hari Ini, Selesai Kita
-
Ekonom Sebut Danantara 'Duitnya Mepet', Negara Siap-siap Menalangi Utang Whoosh
-
Bicara soal Impeachment, Refly Harun: Pertanyaannya Siapa yang Akan Menggantikan Gibran?
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Punya Sunroof Mulai 30 Jutaan, Gaya Sultan Budget Kos-kosan
- 3 Pilihan Cruiser Ganteng ala Harley-Davidson: Lebih Murah dari Yamaha NMAX, Cocok untuk Pemula
- 5 HP Murah Terbaik dengan Baterai 7000 mAh, Buat Streaming dan Multitasking
- 4 Mobil Bekas 7 Seater Harga 70 Jutaan, Tangguh dan Nyaman untuk Jalan Jauh
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Bekas Tahan Banjir, Mesin Gagah Bertenaga
Pilihan
-
6 Rekomendasi HP Snapdragon Paling Murah untuk Kebutuhan Sehari-hari, Mulai dari Rp 1 Jutaan
-
7 Mobil Sedan Bekas Mulai 15 Jutaan, Performa Legenda untuk Harian
-
Nova Arianto Ungkap Biang Kerok Kekalahan Timnas Indonesia U-17 dari Zambia
-
Tragedi Pilu dari Kendal: Ibu Meninggal, Dua Gadis Bertahan Hidup dalam Kelaparan
-
Menko Airlangga Ungkap Rekor Kenaikan Harga Emas Dunia Karena Ulah Freeport
Terkini
-
MKD Gelar Sidang Putusan Anggota DPR Nonaktif Hari Ini, Uya Kuya Hingga Ahmad Sahroni Hadir
-
Identitas 2 Kerangka Gosong di Gedung ACC Diumumkan Besok, Polda Undang Keluarga Reno, Ada Apa?
-
Berdayakan UMKM dan Keuangan Inklusif Desa, BNI Raih Outstanding Contribution to Empowering MSMEs
-
Heboh Pria Cepak di Tanah Abang Tabrakan Diri ke Mobil, Aksinya Diolok-olok: Akting Kurang Natural
-
Dibiayai Rakyat Sampai Masuk Lubang Kubur, Menhan Minta Prajurit TNI Hormati dan Lindungi Rakyat
-
Prabowo 'Gebrak Meja', Utang Whoosh Rp1,2 T per Tahun Dibayar Pakai Duit Rampasan Koruptor
-
Terkuak! Alasan Bripda W Habisi Dosen di Jambi, Skenario Licik Gagal Total Gara-gara Wig
-
Cekik hingga Tinju Korbannya, 2 Cewek Kasus Penganiayaan di Sulsel Cuma Dihukum Bersihkan Posyandu
-
Istana Pasang Badan! 7 Fakta Prabowo Siap Gelontorkan Rp1,2 T per Tahun untuk Bayar Utang Whoosh
-
Detik-detik Mengerikan Banjir Bandang Seret Mahasiswa KKN UIN Walisongo di Kendal, 3 Tewas 3 Hilang