Suara.com - Semua fakta dan tokoh besar dalam sejarah dunia, menurut Hegel—filsuf besar Jerman—muncul dua kali. Tapi dia lupa menambahkan, pertama kali sebagai tragedi, kedua kali sebagai lelucon.
Setidaknya, itulah yang terjadi pada Partai Komunis Indonesia alias PKI. Isu kebangkitan PKI setelah diberangus tahun 1965 selalu muncul jelang akhir bulan September, seperti tahun ini.
Banyak pihak yang menilai isu kebangkitan kembali PKI kekinian hanya lelucon, atau bahkan komoditas politik orang-orang tertentu.
Tapi, masih ada pula kelompok atau orang yang menganggap isu itu krusial, misalnya mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo.
Gatot adalah salah satu tokoh yang paling berani menggemborkan isu kebangkitan PKI.
Tercatat, pada tahun 2018, saat Gatot menjadi narasumber gelar wicara Rosi di stasiun televisi swasta nasional Kompas TV, tegas meyakini PKI sebagai kekuatan besar telah kembali hidup.
Terbaru, Gatot mengklaim pencopotan dirinya dari Panglima TNI disebabkan oleh instruksinya kepada bawahannya untuk memutar kembali film G30S/PKI buatan Orde Baru.
"Saat itu saya punya sahabat dari PDIP meminta untuk dihentikan (nonton bareng G30S/PKI). Kalau tidak Pak Gatot akan diganti. Tapi saya gas, karena ini benar-benar berbahaya, dan saya benar-benar diganti,” katanya dalam sebuah dialog daring belum lama ini.
Gatot yang tergabung dalam Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) bahkan mengirim surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo.
Baca Juga: Sejak Kapan Komunis Muncul di Dunia dan Masuk Indonesia, Siapa yang Bawa?
Dalam surat yang ditandatanganinya itu, KAMI menuntut agar pemerintah memutar kembali film Pengkhianatan G30S/PKI secara masal dan terbuka.
Tidak hanya itu, Gatot yakin kalau saat ini PKI telah menyelusup ke sektor-sektor pemerintahan sehingga bisa membahayakan keutuhan NKRI.
Lebih frontal lagi, Gatot juga menuding PKI berada di balik RUU Haluan Ideologi Pancasila serta peringatan 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila.
"1 Juni adalah konsep trisila dan ekasila yang disampaikan Bung Karno. Maka mereka (PKI) sudah investasi," cetus Gatot.
Isu kebangkitan PKI ini pun kian memanas setelah Putri Presiden pertama RI Soekarno, Sukmawati Soekarno Putri, menyebut partai yang sudah dibubarkan era Soeharto ini berideologi Pancasila.
Pernyataan Sukmawati tersebut ia sampaikan saat menjadi pembicara di Indonesia Lawyers Club (ILC) bertajuk 'Ideologi PKI Masih Hidup?' yang disiarkan tvOne, Selasa (29/9/2020).
"Menurut senior tokoh PNI yang memberikan info atau ilmu, mereka mengatakan PKI tidak menolak Pancasila. PKI ideologi apa sih? Ideologinya Pancasila," ujar Sukmawati.
Seketika, ucapan Sukmawati tersebut membuat dirinya diberondong cibiran dari berbagai pihak yang menyebut pernyataannya ngawur.
Aidit Membela Pancasila
Wacana PKI anti-Pancasila bukan barang baru dalam kancah politik nasional. Sejak partai itu masih berkiprah, isu tersebut sudah gencar beredar.
Kala itu, sikap PKI tentang Pancasila, terutama sila pertama, acapkali dituding berstandar ganda menurut lawan-lawan politiknya.
Khusus sebagai respons terhadap isu miring tersebut, PKI menerbitkan buku berjudul "Aidit Membela Pantja Sila" pada tahun 1964.
Dalam sejumlah wawancara kepada media massa, Ketua CC PKI DN Aidit juga kerap menegaskan partai dan kader-kadernya menerima Pancasila.
Itu seperti yang diutarakan DN Aidit saat diwawancarai wartawan Solichin Salam. Hasil reportase itu diterbitkan pada majalah Pembina edisi 12 Agustus 1964.
Tahun 18 April 2016, laman daring Historia.id memuat petikan wawancara tersebut berdasarkan koleksi Komando Operasi Tertinggi (KOTI), yang tersimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Arsip itu telah terbuka untuk publik.
DN Aidit dalam wawancara itu menguraikan sikap PKI terhadap Pancasila. Aidit tegas menjawab bahwa PKI menerima Pancasila sebagai keseluruhan.
Pancasila dalam hal ini dapat berfungsi sebagai alat pemersatu sehingga PKI menentang pemretelan terhadap Pancasila.
"Bagi PKI, semua sila sama pentingnya. Kami menerima sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam rangka Pancasila sebagai satu-kesatuan," kata Aidit dalam wawancara itu.
Dalam wawancara itu, Solichin Salam sempat melontarkan pertanyaan, "Benarkah PKI menerima Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia? Bagaimana pendapat Saudara mengenai sila Ketuhanan Yang Maha Esa?"
Aidit lantas secara panjang lebar menjawab:
PKI menerima Pancasila sebagai keseluruhan. Hanya dengan menerima Pancasila sebagai keseluruhan, Pancasila dapat berfungsi sebagai alat pemersatu. PKI menentang pemretelan terhadap Pancasila. Bagi PKI, semua sila sama pentingnya. Kami menerima sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam rangka Pancasila sebagai satu-kesatuan. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mencerminkan kenyataan bahwa jumlah terbanyak dari bangsa Indonesia menganut agama yang monoteis (bertuhan satu).
Bukan saat itu saja Aidit terang-terangan menerima Pancasila. Aidit tegas menyebut PKI menerima Pancasila melalui laporannya dalam Sidang Pleno ke II CC PKI, 1960.
Dalam laporan berjudul "Maju Terus Menggempur Imperialisme dan Feodalisme! (Laporan politik kepada Sidang Pleno ke II CC PKI pada akhir Desember 1960)", Aidit menuliskan:
Sebagaimana kawan-kawan ketahui, Politbiro sudah menyatakan persetujuannya dengan Penpres no. 7/1959 dan Perpres 13/1960 berdasarkan Resolusi Kongres Nasional ke-VI PKI tentang “PKI menerima UUD 1945 dan Pancasila untuk memperkuat front nasional dan mencapai masyarakat yang adil dan makmur."
Dari sikap ini jelas bahwa Partai kita, di samping tetap memiliki dan mempertahankan kebebasannya dengan teguh, mementingkan sungguh-sungguh persatuan nasional untuk menyelesaikan tuntutan-tuntutan Revolusi Agustus 1945.
Saya usulkan supaya Sidang Pleno ke-2 CC ini, di samping memperkuat sikap yang sudah diambil oleh Politbiro, juga merumuskan amandemen-amandemen terhadap Konstitusi Partai untuk memenuhi Penpres no. 7/1959.
Tulisan Aidit tersebut ia sampaikan saat sidang Pleno ke-2 CC PKI yang dilangsungkan untuk mendiskusikan sikap Partai mengenai “Penetapan Presiden no. 7 tahun 1959 tentang syarat-syarat dan penyederhanaan kepartaian” dan “Peraturan Presiden no. 13 tahun 1960 tentang pengakuan, pengawasan dan pembubaran partai-partai."
Ketentuan presiden itu antara lain mewajibkan partai-partai “Menyesuaikan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga masing-masing dengan ketentuan pasal 3, 4, 5, 6 dan 7 dari Penetapan Presiden no. 7/1959."
Sejalan dengan Aidit, Ketua Komite Partai Komunis Indonesia (PKI) Jakarta Raya, Njono juga mengungkapkan hal yang sama.
Aktivis buruh yang tercatat lahir di Cilacap, 28 Agustus 1925 ini menegaskan sikap PKI dalam uraiannya berjudul "Pengantar Diskusi untuk Memperkuat Statement Politbiro CC PKI mengenai Pen. Pres. No. 7/1959 (diucapkan di depan Sidang Pleno Ke-2 CC PKI pada akhir Desember 1960)."
Dalam tulisannya, Njono menyebut bahwa bagi PKI tidak mempunyai keberatan apa-apa untuk menyatakan dengan tegas, bahwa PKI menerima dan mempertahankan UUD ’45 dan “Pancasila”.
Selengkapnya, uraian Njono dalam sidang pleno itu adalah sebagai berikut:
PKI menerima dan mempertahankan UUD ’45, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang dalam Pembukaannya memuat hasrat Rakyat Indonesia untuk hidup merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur dan memuat Pancasila sebagai dasar-dasar negara; bertujuan membangun suatu masyarakat yang adil dan makmur menurut kepribadian Bangsa Indonesia, dan mendasarkan program kerjanya pada Manifesto Politik Republik Indonesia serta perinciannya yang sudah ditetapkan oleh Sidang Pertama MPRS tanggal 19 November 1960 sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara Republik Indonesia.
Berita Terkait
-
AHY Ceritakan Kesaksian Kakeknya yang Dikenal Sebagai Penumpas PKI
-
Survei SMRC: 37 Juta Warga Indonesia Percaya PKI Akan Bangkit Lagi
-
Sukmawati: PKI Itu Ideologinya Pancasila, Kenapa Jadi Masalah?
-
Sejak Kapan Komunis Muncul di Dunia dan Masuk Indonesia, Siapa yang Bawa?
-
Tragedi 1965, Sertu Ishak Bahar Cakrabirawa: Bojo Ucul, Pangkat Minggat
Terpopuler
- Pecah Bisu Setelah Satu Dekade, Ayu Ting Ting Bongkar Hubungannya dengan Enji Baskoro
- Profil dan Rekam Jejak Alimin Ribut Sujono, Pernah Vonis Mati Sambo dan Kini Gagal Jadi Hakim Agung
- Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
- Ditunjuk Prabowo Reformasi Polri: Sosok Ahmad Dofiri Jenderal Rp7 Miliar Berani Pecat Ferdy Sambo!
- Sosok Kompol Anggraini, Polwan Diduga Jadi 'Badai' di Karier Irjen Krishna Murti, Siapa Dia?
Pilihan
-
Kata Media Prancis Soal Debut Calvin Verdonk: Agresivitas Berbuah Kartu
-
3 Catatan Menarik Liverpool Tumbangkan Everton: Start Sempurna The Reds
-
Dari Baper Sampai Teriak Bareng: 10+ Tontonan Netflix Buat Quality Time Makin Lengket
-
Menkeu Purbaya Janji Lindungi Industri Rokok Lokal, Mau Evaluasi Cukai Hingga Berantas Rokok China
-
Usai Dicopot dari Kepala PCO, Danantara Tunjuk Hasan Nasbi jadi Komisaris Pertamina
Terkini
-
Klaim Turunkan Kemacetan Jalan TB Simatupang, Pramono Pastikan GT Fatmawati 2 Gratis hingga Oktober
-
Mendagri Ajak KAHMI Jadi Motor Perubahan Menuju Indonesia Emas 2045
-
Fakta-fakta Yuda Prawira yang Ditemukan Tinggal Kerangka di Pohon Aren
-
Presiden Trump Patok Rp1,6 Miliar untuk Biaya Visa Pekerja Khusus, Ini Alasannya
-
Sebulan 3 Kali Kecelakaan, Pramono Bakal Evaluasi Transjakarta
-
Ratusan Siswa Keracunan MBG di Banggai Kepulauan, 34 Masih dalam Perawatan
-
Gubernur Bobby Nasution Harap Bisa Bangun Sport Tourism di Sumut Lewat Balap
-
Tim Penyelamat Freeport Temukan Dua Korban Longsor, Pencarian 5 Pekerja Masih Berlanjut
-
Momen Prabowo Subianto Disambut Hangat Diaspora di New York, Siap Sampaikan Pidato Penting di PBB!
-
Agus Suparmanto Dinilai Bisa Jadi Kunci Perubahan PPP, Dukungan Keluarga Mbah Moen Jadi Modal