Suara.com - Pernyataan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang mengingatkan agar gagasan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) tidak berupaya mengganggu stabilitas politik ternyata mendapat respons beragam dari sejumlah tokoh publik.
Politisi Partai Gelora, Fahri Hamzah lewat jejaring Twitternya ikut angkat suara dan mengomentari pernyataan Moeldoko ini.
"Gampang banget orang dituduh mengganggu stabilitas politik," ujarnya seperti dikutip Suara.com, Jumat (2/10/2020).
Lebih lanjut lagi, Fahri Hamzah juga mengkritisi kalimat Moeldoko yang dinilai terlalu militer untuk ukuran pemerintah sipil.
"Pemerintah sipil tapi kosa katanya militer... Militer Zaman baheula," lanjutnya.
Sebelumnya, Moeldoko menilai gerakan KAMI adalah bentuk dari sekumpulan kepentingan.
"Mereka itu bentuknya hanya sekumpulan kepentingan, silakan saja, tidak ada yang melarang. Kalau gagasannya bagus kita ambil, tetapi kalau arahnya memaksakan kepentingan akan ada perhitungan," ujar Moeldoko dalam catatan wawancara refleksi Hari Kesaktian Pancasila, Kamis (1/10/2020).
Dalam kesempatan tersebut, Moeldoko mengatakan bahwa gagasan yang disampaikan Gatot Nurmantyo Cs tersebut membuat suhu politik memanas. Menurutnya, politik selalu berdinamika, tidak ada yang stagnan.
"Tidak ada namanya dinamika yang stagnan. Setelah ada KAMI, nanti ada KAMU, terus ada apalagi kan? Kita tidak perlu menyikapinya berlebihan sepanjangan masih gagasan-gagasan," tukas Moeldoko.
Baca Juga: Gatot Merasa Dicopot, Moeldoko: Belum Tentu Sesuai yang dipikirkan Pimpinan
Selain itu, Kepala Staf Kepresidenan tersebut pun tidak menjelaskan bahwa ia tidak menyalahkan keberadaan KAMI. Sebab, KAMI merupakan bagian dari proses demokrasi di Indonesia.
Akan tetapi, Moeldoko mengingatkan agar gagasan-gagasan yang dicetuskan oleh KAMI tidak berupaya mengganggu stabilitas politik.
Pasalnya, apabila sudah ada arah kesana, ada risiko yang harus ditanggung oleh KAMI. Moeldoko mengatakan negara memiliki kalkulasi dalam menempatkan demokrasi dan stabilitas negara.
"Jangan coba-coba mengganggu stabilitas politik. Kalau bentuknya sudah mengganggu stabilitas politik, semua ada risikonya. Negara punya kalkulasi dalam menempatkan demokrasi dan stabilitas," kata Moeldoko lanjut.
Terakhir, Moeldoko menuturkan bahwa kegaduhan yang terjadi saat ini sifatnya masih biasa. Oleh sebab itu, respons yang ada tidak harus berlebihan.
"Kalkulasinya sekarang sih masih biasa saja. Tidak ada yang perlu direspons berlebihan. Tetapi manakala itu sudah bersinggungan dengan stabilitas dan mulai menggangu, saya ingatkan kembali negara punya kalkulasi. Untuk itu ada hitung-hitungannya," tegasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Sepatu Adidas Diskon 60 Persen di Sports Station, Ada Adidas Stan Smith
- Kronologi Lengkap Petugas KAI Diduga Dipecat Gara-Gara Tumbler Penumpang Hilang
- 5 Moisturizer dengan Alpha Arbutin untuk Memudarkan Flek Hitam, Cocok Dipakai Usia 40-an
- 15 Merek Ban Mobil Terbaik 2025 Sesuai Kategori Dompet Karyawan hingga Pejabat
- 10 Mobil Terbaik untuk Pemula yang Paling Irit dan Mudah Dikendalikan
Pilihan
-
KGPH Mangkubumi Akui Minta Maaf ke Tedjowulan Soal Pengukuhan PB XIV Sebelum 40 Hari
-
Haruskan Kasus Tumbler Hilang Berakhir dengan Pemecatan Pegawai?
-
BRI Sabet Penghargaan Bergengsi di BI Awards 2025
-
Viral Tumbler Tuku di Jagat Maya, Berapa Sebenarnya Harganya? Ini Daftar Lengkapnya
-
Tidak Ada Nasi di Rumah, Ibu di Makassar Mau Lempar Anak ke Kanal
Terkini
-
Antrean Bansos Mengular, Gus Ipul 'Semprot' PT Pos: Lansia-Disabilitas Jangan Ikut Berdesakan
-
Prabowo Jawab Desakan Status Bencana Nasional: Kita Monitor Terus, Bantuan Tak Akan Putus
-
Rajiv Desak Polisi Bongkar Dalang Perusakan Kebun Teh Pangalengan: Jangan Cuma Pelaku Lapangan
-
KPK Akui Lakukan Eksekusi Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Sesaat Sebelum Dibebaskan
-
Dongkrak Pengembangan UMKM, Kebijakan Memakai Sarung Batik di Pemprov Jateng Menuai Apresiasi
-
Gerak Cepat Athari Gauthi Ardi Terobos Banjir Sumbar, Ribuan Bantuan Disiapkan
-
Prabowo Murka Lihat Siswa Seberangi Sungai, Bentuk Satgas Darurat dan Colek Menkeu
-
Krisis Air Bersih di Pesisir Jakarta, Benarkah Pipa PAM Jaya Jadi Solusi?
-
Panas Kisruh Elite PBNU, Benarkah Soal Bohir Tambang?
-
Gus Ipul Bantah Siap Jadi Plh Ketum PBNU, Sebut Banyak yang Lebih Layak