Suara.com - Analis politik dan ekonomi Rustam Ibrahim menyebut aneh jika ada kalangan intelektual justru setuju dengan gerakan revolusi.
"Kalau revolusi menang seringkali yang diandalkan bukan pikiran, tapi senjata dan massa. Bukan kedamaian tapi kekerasan," kata Rustam.
Pandangan Rustam ditanggapi oleh cendekiawan muslim Ulil Abshar Abdalla melalui media sosial, Kamis (15/10/2020 yang menurut Ulil hal itu terlalu berlebihan.
"Ndak usah beginilah kalau mendukung penguasa. Para intelektual, mahasiswa, dan sekitar sepuluh juta buruh Prancis pernah terlibat dalam protes besar Mei 1968 yang nyaris menggulingkan pemerintahan Presiden Charles De Gaulle. Ini pemerintahan yang dipilih secara demokratis," kata Ulil.
Ulil mengatakan juga tidak mendukung gerakan menggulingkan pemerintahan yang sah di tengah jalan. Pemerintahan yang dipilih secara demokratis, kata Ulil, harus diberi kesempatan untuk menyelesaikan "term"-nya.
"Tapi kalau pemerintahnya "ndableg" dan represif, masak rakyat ndak boleh marah dan protes?" kata dia.
Rustam sependapat dengan pandangan Ulil soal pemerintah diberi kesempatan menyelesaikan "term."
"Kalau kaum intelektual, protes dan marah tentu sangat bisa dipahami. Tapi sepertinya kaum intelektual hanya "concern" kekerasan negara dan menutup mata terhadap kekerasan dari ranah civil society. Padahal sama bahayanya," ujar Rustam.
Rustam mengukuhkan pendapatnya bahwa dirinya mendukung demokrasi dan pemimpin Indonesia sekarang dipilih secara demokratis, melalui pemilu secara langsung.
Baca Juga: Banyak Blunder, Ulil: Pak Jokowi, Please Bersikaplah Lebih Rendah Hati
"Kepentingan saya pemerintahan yang dipilih rakyat bertahan sampai periodenya berakhir. Saya memprediksi jika pemerintahan demokratis digulingkan, penggantinya akan lebih otoriter, bahkan bisa totaliter," kata Rustam.
Namun menurut pandangan Ulil dalam demokrasi tidak dimustahilkan adanya revolusi. Jika pemerintahan yang dipilih secara demokratis terus-menerus tak mau mendengar masukan dari rakyat, dan bertindak represif terhadap pihak yang berseberangan, "kenapa tak boleh ada protes besar atau revolusi?"
Sedangkan Rustam mengatakan memilih demokrasi karena tidak menginginkan revolusi. Demokrasi mengandalkan perubahan gradual, melalui serangkaian dialog, negosiasi, dan kompromi yang melelahkan.
"Kalaupun ada sikap "revolusioner" adalah kesabaran. Dan ayat-ayat tentang kesabaran banyak sekali dalam Al-Quran," katanya.
Rustam kemudian menambahkan dengan pengalaman revolusi dalam sejarah dunia.
"Sejarah revolusi selalu penuh darah dan air mata. Tragisnya setelah pemimpin revolusi berkuasa, maka pendukung-pendukung berbeda pendapat disingkirkan bahkan dibunuh. Makanya ada adagium: all revolutions devour their own children - semua revolusi memakan anak-anaknya sendiri - Ernst Rohm."
Berita Terkait
-
Revolusi Logistik, Ratusan Truk Listrik Tanpa Awak Mulai Beroperasi, Manusia Resmi Tergantikan?
-
Kronologi Gen Z Tumbangkan Rezim di Nepal: Dari Blokir Medsos Hingga Istana Terbakar!
-
Rakyat Menggugat: Berkaca dari Revolusi Prancis untuk Kondisi Indonesia
-
Membaca untuk Melawan: Saat Buku Jadi Senjata
-
Revolusi Energi di Industri Perikanan: DSFI Jadi Pionir dengan PLTS Atap, Emisi Karbon Turun Drastis
Terpopuler
- Feri Amsari Singgung Pendidikan Gibran di Australia: Ijazah atau Cuma Sertifikat Bimbel?
- 7 Mobil Kecil Matic Murah untuk Keluarga Baru, Irit dan Perawatan Mudah
- Gugat Cerai Hamish Daud? 6 Fakta Mengejutkan di Kabar Perceraian Raisa
- 21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 22 Oktober 2025, Dapatkan 1.500 Gems dan Player 110-113 Sekarang
- Pria Protes Beli Mie Instan Sekardus Tak Ada Bumbu Cabai, Respons Indomie Bikin Ngakak!
Pilihan
-
Superkomputer Prediksi Arsenal Juara Liga Champions 2025, Siapa Lawan di Final?
-
Bayar Hacker untuk Tes Sistem Pajak Coretax, Menkeu Purbaya: Programmer-nya Baru Lulus SMA
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
-
Heboh Kasus Ponpes Ditagih PBB hingga Diancam Garis Polisi, Menkeu Purbaya Bakal Lakukan Ini
Terkini
-
Jejak Korupsi Riza Chalid Sampai ke Bankir, Kejagung Periksa 7 Saksi Maraton
-
'Tidak Dikunci, tapi Juga Tidak Dipermudah,' Dilema MPR Sikapi Wacana Amandemen UUD 1945
-
Lisa Mariana Sumringah Tak Ditahan Polisi Usai Diperiksa Sebagai Tersangka: Aku Bisa Beraktivitas!
-
Menhut Klaim Karhutla Turun Signifikan di Tahun Pertama Pemerintahan Prabowo, Ini Kuncinya
-
'Apa Hebatnya Soeharto?' Sentilan Keras Politisi PDIP Soal Pemberian Gelar Pahlawan
-
Efek Jera Tak Mempan, DKI Jakarta Pilih 'Malu-maluin' Pembakar Sampah di Medsos
-
Menas Erwin Diduga 'Sunat' Uang Suap, Dipakai untuk Beli Rumah Pembalap Faryd Sungkar
-
RDF Plant Rorotan, Solusi Pengelolaan Sampah Ramah Lingkungan
-
KPK Cecar Eks Dirjen Perkebunan Kementan Soal Pengadaan Asam Semut
-
Buka Lahan Ilegal di Kawasan Konservasi Hutan, Wanita Ini Terancam 11 Tahun Bui