Suara.com - Bareskrim Polri mengklaim tidak menemukan bukti terkait dugaan aliran dana suap penghapusan red notice Djoko Tjandra dari Irjen Napoleon Bonaparte kepada 'petinggi kita', merujuk kepada petinggi Polri. Isu adanya aliran dana ke 'petinggi kita' sempat diungkap dalam sidang perdana di Pangadilan Tipikor, Jakarta Pusat, pada Senin (2/11) pekan lalu.
Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Awi Setiyono mengatakan bahwa penyidik tidak bisa menelusuri dugaan tersebut tanpa bukti yang cukup.
"Semua itu kita menelusuri suatu masalah itu berdasarkan bukti permulaan yang cukup selama tidak ada bukti permulaan yang cukup kita gimana mau telusuri," kata Awi di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (9/11/2020).
Menurut Awi, keterengan terkait dugaan adanya aliran dana dari Napoleon ke 'petinggi kita' itu ada dalam berita acara pemeriksaan/BAP tersangka Tommy Sumardi. Namun, keterengan Tommy itu menurutnya tidak ada kesesuaian dengan tersangka lainnya.
Awi menyebut bisa saja keterengan Tommy tersebut hanyalah dalih. Terlebih keterengannya itu tidak bisa dibuktikan.
"Itu kan dari awal belum ada kesesuaian antara BAP tersangka satu dengan tersangka lain dan itu lah akhirnya muncul di fakta persidangan. Kan antara terdakwa satu ngomong begini kedua ngomong begini," ujarnya.
Eks Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte sebelumnya disebut meminta uang senilai Rp7 miliar dalam perkara dugaan suap terkait penghapusan red notice untuk terpidana kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra. Fakta tersebut diketahui saat JPU membacakan dakwaan dalam sidang perdana yang digelar Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (2/11) kemarin.
Jaksa menyebutkan jika terdakwa Napoleon dan Prasetijo Utomo disuap agar nama Djoko Tjandra terhapus dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi. Pasalnya, saat itu Djoko Tjandra masih berstatus buronan.
Pada awal April 2020, Djoko Tjandra yang sedang berada di Malaysia hendak mengajukan Peninjauan Kembali (PK) demi bebas dari semua jeratan hukum.
Baca Juga: Seruan Mosi Tak Percaya ke Rezim dan Polisi Menggema di Mabes Polri
Namun, persyaratan pengajuan PK mewajibkan Djoko Tjandra harus datang ke Tanah Air. Sementara dia khawatir akan tertangkap bila ke Indonesia mengingat statusnya merupakan buronan Kejaksaan Agung RI.
Atas hal itu, Djoko Tjandra lantas meminta bantuan pada Tommy Sumardi untuk menanyakan statusnya ke Divisi Hubungan Internasional Polri. Dalam hal ini, Djoko Tjandra sudah menitipkan uang senilai Rp10 miliar pada Tommy untuk memuluskannya.
Selanjutnya, pada tanggal 17 April, Tommy yang merupakan utusan Djoko Tjandra itu menemui Napoleon. Kepada Tommy, Napoleon menyanggupi permintaan untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari daftar red notice dengan imbalan sebesar Rp3 miliar.
"Dalam pertemuan tersebut terdakwa Irjen Napoleon menyampaikan bahwa 'red notice Joko Soegiarto Tjandra bisa dibuka karena Lyon yang buka, bukan saya. Saya bisa buka, asal ada uangnya'. Kemudian Tommy Sumardi menanyakan berapa nominal uangnya dan oleh terdakwa Irjen Napoleon dijawab '3 lah ji (Rp 3 miliar)," kata jaksa.
Setelah itu, Tommy pun langsung menghubungi Djoko Tjandra yang berada di Malaysia. Djoko Tjandra akhirnya mengirim uang sebesar 100 ribu Dollar Amerika kepada Tommy.
Tommy kemudian terlebih dulu bertemu dengan Brigjen Prasetijo sebelum menyerahkan uang kepada Napoleon. Ketika itu Prasetijo mengambil uang sebesar 50 ribu Dollar Amerika dari 100 ribu Dollar Amerika yang dibawa oleh Tommy untuk Napoleon.
Berita Terkait
-
Dicari-cari Jaksa, Kuasa Hukum Bantah Silfester Matutina Kabur: Ada di Jakarta, Nggak ke Mana-mana!
-
Dirut PT WKM Ungkap Ada Barang Bukti Pelanggaran PT Position yang Dihilangkan
-
Jerat Adik Jusuf Kalla Jadi Tersangka, Polri Usut Dugaan Pencucian Uang Kasus Korupsi PLTU 1 Kalbar
-
Halim Kalla Adik JK Tersangka Proyek 'Hantu' PLTU Mempawah, Modus Licik Atur Lelang Terbongkar
-
Adik Jusuf Kalla dan Eks Dirut PLN Jadi Tersangka Korupsi PLTU Mangkrak Rp 1,35 Triliun
Terpopuler
- 7 Sunscreen Terbaik untuk Flek Hitam Usia 50 Tahun, Atasi Garis Penuaan
- 3 Link DANA Kaget Khusus Hari Ini, Langsung Cair Bernilai Rp135 Ribu
- 14 Kode Redeem FC Mobile Hari Ini 7 Oktober 2025, Gaet Rivaldo 112 Gratis
- Sosok Profesor Kampus Singapura yang Sebut Pendidikan Gibran Cuma Setara Kelas 1 SMA
- 5 Fakta Heboh Kasus Video Panas Hilda Pricillya dan Pratu Risal yang Guncang Media Sosial
Pilihan
-
Pelaku Ritel Wajib Tahu Strategi AI dari Indosat untuk Dominasi Pasar
-
Istri Thom Haye Keram Perut, Jadi Korban Perlakuan Kasar Aparat Keamanan Arab Saudi di Stadion
-
3 Rekomendasi HP 1 Jutaan Kemera Terbaik, Mudah Tapi Bisa Diandalkan
-
Kontroversi Penalti Kedua Timnas Indonesia, Analis Media Arab Saudi Soroti Wasit
-
6 Rekomendasi HP Murah Baterai Jumbo 6.000 mAh, Pilihan Terbaik Oktober 2025
Terkini
-
Klaim Sudah Sesuai Prosedur, Polda Metro Santai Digugat Aktivis Delpedro Cs: Kami Siap Hadapi!
-
Anggaran Daerah Dipotong, Menteri Tito Minta Pemda Tiru Jurus Sukses Sultan HB X di Era Covid
-
Buka Wisata Malam, Pengelola Bonbin Ragunan: Satwa Tetap Nyaman, Tak Terganggu Pengunjung
-
Fakta Kelam Kasus Inses di Gowa, Ayah Setubuhi Anak Sejak SD di Samping Istri yang Tertidur
-
Terungkap! Begini Cara Amar Zoni Transaksi Narkoba di Dalam Rutan, Pakai Aplikasi Rahasia
-
HAPUA Council Meeting ke-41 di Labuan Bajo Jadi Tonggak Penguatan Kolaborasi Energi Bersih ASEAN
-
Ledakan di Nucleus Farma Tangsel, Polisi: Bukan Bom, Penyebab Masih Diselidiki
-
Detik-detik Praka Zaenal Gugur: Tabrakan di Udara, Mendarat Setengah Sadar di Laut
-
Skandal Barbuk Robot Trading, Kajari Jakbar Dicopot Usai Diduga Kecipratan Rp500 Juta!
-
18 Gubernur Protes TKD Dipangkas, Mendagri Tito: Faktanya Banyak Pemborosan!