Suara.com - Australia mengajukan RUU pertama di dunia agar Google dan Facebook membayar konten dari media berita yang ditampilkan di laman mereka. Facebook mengatakan RUU tersebut "salah memahami dinamika internet."
Pemerintah Australia pada Rabu (09/12) memperkenalkan RUU untuk memaksa raksasa perusahaan teknologi Google dan Facebook membayar konten berita dan karya jurnalistik dari media Australia yang ditampilkan di laman mereka.
RUU tersebut "akan mengatasi ketidakseimbangan kekuatan tawar-menawar antara bisnis media berita dan platform digital," kata Menteri Keuangan Josh Frydenberg dalam sebuah pernyataan.
RUU yang secara resmi disebut Kode Perundingan Wajib Media Berita dan Platform Digital ini akan "memastikan bahwa bisnis media berita diberi upah yang adil untuk konten yang mereka hasilkan, demi membantu mempertahankan jurnalisme kepentingan publik di Australia," kata Frydenberg.
"RUU dirancang untuk menyamakan kedudukan dan untuk memastikan lanskap media Australia yang berkelanjutan dan layak," katanya.
Apa isi RUU ini?
Di bawah RUU tersebut, raksasa perusahaan teknologi akan diminta untuk bernegosiasi dengan perusahaan media besar di Australia, termasuk media publik, mengenai harga yang akan mereka bayarkan untuk mengakses berita-berita tersebut.
Jika kedua pihak tidak dapat mencapai kesepakatan, arbiter independen akan ditunjuk untuk membuat keputusan yang mengikat.
Platform digital dapat dikenakan denda hingga AUD 10 juta (sekitar Rp104 miliar) jika mereka tidak mematuhi keputusan tersebut. Draf RUU pertama kali dirilis pada Juli.
Baca Juga: Google Cloud Dukung Transformasi Digital Industri Keuangan Indonesia
Awalnya pemerintah berencana mengecualikan media yang didanai negara, yakni Australian news Corp. dan Special Broadcasting Service agar tidak mendapatkan kompensasi dari para perusahaan teknologi tersebut.
Tetapi di bawah RUU terbaru, kedua media tersebut dimasukkan ke dalam daftar media yang perlu mendapat kompensasi layaknya bisnis media komersial.
RUU pada awalnya akan berlaku untuk Facebook NewsFeed dan Google Search saja. Tetapi akan diperluas untuk memasukkan platform digital lainnya, "bila ada cukup bukti bahwa platform lainnya menimbulkan ketidakseimbangan terhadap kekuatan tawar," kata Frydenberg.
Dia mengklaim bahwa untuk setiap AUD 100 (Rp 1 juta) pengeluaran iklan online, sebanyak AUD 53 (Rp 555 ribu) masuk ke Google, dan Facebook mengambil AUD 23 (Rp 240 ribu).
Reformasi 'pertama di dunia'
Berbicara kepada wartawan di Canberra pada Selasa (08/12), Frydenberg menyebut RUU itu adalah "reformasi besar." "Ini adalah yang pertama di dunia. Dan dunia menyaksikan apa yang terjadi di sini di Australia," katanya.
"Ini adalah undang-undang komprehensif yang terdepan daripada yurisdiksi serupa di dunia,’’ tambahnya.
RUU tersebut dikembangkan oleh Komisi Persaingan dan Konsumen Australia (ACCC) selama tiga tahun, setelah menggelar konsultasi publik bersama platform media sosial serta organisasi berita Australia.
Menurut laporan berita Australia, sejak proposal awal dikeluarkan pada bulan Juli, pemerintah telah memberikan kelonggaran kepada para perusahaan teknologi lainnya. Misalnya, proposal itu mengecualikan YouTube, Google News, dan Instagram dari daftar platform.
Selain itu, perusahaan teknologi akan mendapatkan imbalan karena memberi ‘’online traffic’’ ke situs media berita. RUU tersebut telah mendapat dukungan politik yang luas di Australia dan kemungkinan besar akan disetujui di parlemen awal tahun depan.
Facebook dan Google melawan Para raksasa perusahaan teknologi ini telah lama menolak proposal tersebut.
Facebook mengancam akan memblokir konten berita media Australia di platformnya daripada membayarnya. Raksasa media sosial itu berpendapat bahwa RUU tersebut "salah memahami dinamika internet dan akan merusak organisasi berita yang berusaha dilindungi oleh pemerintah."
Direktur pelaksana Facebook Australia Will Easton mengatakan kepada wartawan pada Selasa (08/12) bahwa dia belum melihat RUU tersebut dan akan meninjaunya setelah diajukan ke Parlemen dan dipublikasikan.
"Kami akan terus terlibat dalam proses pengajuan di parlemen yang akan datang, dengan tujuan mencapai kerangka kerja untuk mendukung ekosistem berita Australia," katanya.
Sementara, Google mengatakan RUU itu akan "secara dramatis berakibat buruk terhadap Google Search dan YouTube," membahayakan layanan gratis ini dan berpotensi menyebabkan data pengguna "diserahkan ke bisnis berita besar." pkp/gtp (AP, dpa)
Berita Terkait
-
Media Australia Pesimis Socceroos Bisa Kalahkan Garuda: Timnas Indonesia Jauh Lebih Baik
-
Media Australia: Pemain Naturalisasi Ancam Patriotisme Timnas Indonesia
-
Media Australia Sorot Tajam Patrick Kluivert Jadi Pelatih Medioker, Apa Maksudnya?
-
Diidentikkan oleh Media Australia, Ini 3 Persamaan Timnas Indonesia dengan Tottenham Hotspurs!
-
Berstatus Debutan di Kualifikasi Piala Dunia, Mengapa Media Australia Samakan Indonesia dengan Tottenham?
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
Pilihan
-
Kendal Tornado FC vs Persela Lamongan, Manajemen Jual 3.000 Tiket
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 3 Jutaan dengan Kamera Terbaik September 2025
-
Wakil Erick Thohir Disebut jadi Kandidat Kuat Menteri BUMN
-
Kursi Menteri BUMN Kosong, Siapa Pengganti Erick Thohir?
-
Otak Pembunuhan Kacab Bank, Siapa Ken si Wiraswasta Bertato?
Terkini
-
DPRD 'Geruduk' Parkir Ilegal di Jaktim, Dua Lokasi Disegel Paksa, Potensi Pajak Miliaran Bocor
-
'Keterangan Anda Berubah!' Detik-detik Saksi PT Poison Ditegur Hakim di Sidang Sengketa Tambang
-
Saatnya 'Perbarui' Aturan Main, DPR Genjot Revisi Tiga UU Kunci Politik
-
Noel Dikabarkan Mau Jadi Justice Collaborator, KPK: Belum Kami Terima
-
Jejak Korupsi Noel Melebar, KPK Bidik Jaringan Perusahaan PJK3 yang Terlibat Kasus K3
-
Anggotanya Disebut Brutal Hingga Pakai Gas Air Mata Kedaluarsa Saat Tangani Demo, Apa Kata Kapolri?
-
Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
-
Dikabarkan Hilang Usai Demo Ricuh, Bima Permana Ditemukan di Malang, Polisi: Dia Jualan Barongsai
-
Berawal dari Rumah Gus Yaqut, KPK Temukan Jejak Aliran Dana 'Janggal' ke Wasekjen Ansor
-
Urai Penumpukan Roster CPMI Korea Selatan, Menteri Mukhtarudin Siapkan Langkah Strategis