Dalam keseluruhan bukunya, Kohei mempromosikan teori "degrowth communism" yang diilhami Karl Marx.
Singkatnya, Kohei mengajukan proyek pemikiran bahwa masyarakat dapat menghentikan siklus produksi massal hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar khas industri kapitalis, bukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Selanjutnya, Kohei dalam bukunya berpendapat, sudah saatnya masyarakat menempuh jalur yang humanistik dalam perekonomian, dan juga lebih melestarikan alam, serta memprioritaskan kesejahteraan sosial.
"Mungkin banyak anak muda mendapatkan bukunya karena pengaruh Greta Thunberg, yang menuduh negara dan perusahaan terlibat dalam perusakan lingkungan," kata editor buku itu.
Kohei berpendapat, Marx melihat krisis lingkungan yang melekat dalam kapitalisme tetapi membiarkan kritiknya terhadap ekonomi politik tidak selesai.
Menurut Kohei, Marx pada tahun-tahun terakhir hidupnya sangat menyadari konsekuensi destruktif bagi lingkungan hidup, di bawah rezim kapitalistik.
Kohei menggambarkan kecenderungan krisis ekologis di bawah kapitalisme dengan menggunakan konsep kunci "keretakan metabolik".
Buku Capital in the Anthropocene sejak diterbitkan hingga kekinian sudah terjual 250.000 eksemplar. Alhasil, buku itu diganjar penghargaan 2021 New Book Award.
Kohei juga pernah memenangi penghargaan bergengsi lain yakni Deutscher Memorial Prize 2018 untuk buku lain, yang ia terbitkan dalam bahasa Inggris.
Baca Juga: Jepang Pernah Putar Lagu Indonesia Raya Tiap Hari Jauh Sebelum Digagas DIY
Keberhasilan buku-buku Kohei telah menginspirasi kaum muda dan membuat mereka menjadi penggemar baru dalam pemikiran Marxis.
Marxisme dan Ekologi
Marx, pemikir kelahiran Trier, Jerman, tahun 1818, dikenal luas sebagai pengkritik nomor wahid corak produksi kapitalistik.
Kritik paripurna Marx terhadap sistem kapitalisme tertuang dalam buku Das Kapital yang kali pertama terbit 1867.
Selain kritik terhadap kecurangan kapitalisme yang mengeksploitasi tenaga manusia, Marx juga menyibak tabir ekploitasi alam oleh kaum kapitalis. Eksploitasi alam oleh pemilik modal yang berorientasi mengeruk keuntungan itu, menjadi sumber utama kerusakan lingkungan.
Pemikiran Marx sempat mengilhami banyak pembangunan negara di Eropa, Asia, dan Afrika. Setelahnya, pada awal 90-an ketika Uni Soviet runtuh, Marxisme banyak mendapat kecaman.
Berita Terkait
Terpopuler
- Prabowo Disebut Ogah Pasang Badan untuk Jokowi Soal Ijazah Palsu, Benarkah?
- 3 Shio Paling Beruntung Pekan Ketiga 13-19 Oktober 2025
- 5 Rekomendasi Sunscreen Mengandung Kolagen untuk Hilangkan Kerutan, Murah Meriah Mudah Ditemukan
- 6 Hybrid Sunscreen untuk Mengatasi Flek Hitam di Usia Matang 40 Tahun
- Patrick Kluivert Dipecat, 4 Pelatih Cocok Jadi Pengganti Jika Itu Terjadi
Pilihan
-
Bikin Geger! Gunung Lawu Dilelang jadi Proyek Geothermal, ESDM: Sudah Kami Keluarkan!
-
Uang MBG Rp100 T Belum Cair, Tapi Sudah Dibalikin!, Menkeu Purbaya Bingung
-
6 Rekomendasi HP 2 Jutaan Kamera Terbaik Oktober 2025
-
Keuangan Mees Hilgers Boncos Akibat Absen di FC Twente dan Timnas Indonesia
-
6 Rekomendasi HP Murah Tahan Air dengan Sertifikat IP, Pilihan Terbaik Oktober 2025
Terkini
-
Terungkap Setelah Viral atau Tewas, Borok Sistem Perlindungan Anak di Sekolah Dikuliti KPAI
-
Pemerintah Bagi Tugas di Tragedi Ponpes Al Khoziny, Cak Imin: Polisi Kejar Pidana, Kami Urus Santri
-
Akali Petugas dengan Dokumen Palsu, Skema Ilegal Logging Rp240 Miliar Dibongkar
-
Pemprov DKI Ambil Alih Penataan Halte Transjakarta Mangkrak, Termasuk Halte BNN 1
-
Menag Ungkap Banyak Pesantren dan Rumah Ibadah Berdiri di Lokasi Rawan Bencana
-
Menag Ungkap Kemenag dapat Tambahan Anggaran untuk Perkuat Pesantren dan Madrasah Swasta
-
Gus Irfan Minta Kejagung Dampingi Kementerian Haji dan Umrah Cegah Korupsi
-
Misteri Suap Digitalisasi Pendidikan: Kejagung Ungkap Pengembalian Uang dalam Rupiah dan Dolar
-
Usai Insiden Al Khoziny, Pemerintah Perketat Standar Keselamatan Bangunan Pesantren
-
Kalah Praperadilan, Pulih dari Operasi Ambeien, Nadiem: Saya Siap Jalani Proses Hukum