Suara.com - Survei Lowy Institute tahun 2021 menunjukkan, satu dari lima warga Australia tidak tahu kalau Joko Widodo adalah Presiden Indonesia, Narendra Modi adalah Perdana Menteri India, atau Perdana Menteri Jepang adalah Yoshihide Suga.
Warga Australia yang menjadi responden dalam survei itu juga menunjukkan tidak tahu siapa yang menjadi pemimpin negara di kawasan tetangganya.
Tapi sikap warga Australia terhadap Indonesia menjadi lebih hangat pada tahun 2021, dibandingkan tahun lalu.
Itulah rangkuman laporan survei Lowy Institute tahun 2021 yang diterbitkan hari Rabu ini (23/6).
Lowy Institute adalah sebuah lembaga pemikir berpengaruh di Australia, yang setiap tahunnya mengadakan survei untuk mengetahui pandangan warga Australia mengenai berbagai masalah global.
Survei terbaru 2021 dilakukan bulan Maret lalu dengan bertanya kepada 2.200 warga, mulai dari masalah kepercayaan terhadap pemimpin mereka sendiri sampai masalah dunia yang dianggap kritis saat ini, seperti ekonomi dan perubahan iklim.
Dalam survei tahun ini terlihat tingkat kehangatan terhadap Indonesia adalah 55 derajat, naik empat derajat dibandingkan tahun sebelumnya.
Di tahun ini juga lebih banyak warga Australia yang percaya jika Indonesia bertindak secara bertanggung jawab dibanding tahun 2020, jumlahnya naik 12 poin menjadi 48 persen.
Meski mereka lebih percaya kepada Indonesia, tapi hanya seperempat lebih, yakni 26 persen, dari mereka yang mengatakan yakin Presiden Joko Widodo dapat mengatasi masalah global.
Baca Juga: Imparsial Minta Jokowi Pilih Panglima TNI Bebas Pelanggaran HAM, Siapa?
Sementara yang menjawab "tidak yakin siapa orang ini" adalah 18 persen dan sisanya tidak yakin, tidak percaya, atau tidak memberikan pandangan sama sekali.
Negara yang tingkat kehangatannya paling tinggi bagi warga Australia adalah Selandia Baru, yakni 87 derajat.
Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern juga menduduki peringkat pertama sebagai pemimpin dunia yang paling dipercayai, yakni 91 persen.
Hubungan dengan Indonesia 'lebih baik'
ABC Indonesia menghubungi Duta besar Indonesia Kristiarto Legowo untuk memberikan tanggapan mengenai survei terbaru dari Lowy Institute.
"Dalam perspektif kami, hubungan Indonesia-Australia saat dalam keadaan lebih baik dari sebelumnya."
Ia berharap hubungan kedua negara lebih meningkat lagi di masa depan.
"Kita juga melihat sambutan hangat yang diterima Presiden Jokowi ketika berkunjung ke Canberra bulan Februari 2020," kata Dubes Kristiarto.
Lebih promosikan Indonesia tapi tak hanya budaya tradisional
Berbicara mengenai usaha untuk lebih meningkatkan kehangatan antar warga kedua negara, Frans Simarmata dari Indonesian Diaspora Network (IDN), yang sudah tinggal di Sydney sejak tahun 1999, menekankan perlunya lebih banyak pengenalan dari sisi budaya.
"Coba kalau ditayakan, siapa orang Indonesia yang dikenal orang Australia? Mungkin Reynold Purnomo (Masterchef), Tasia & Gracia (My Kitchen Rules) atau penyanyi Jessica Mauboy." katanya.
"Sebaliknya siapa orang Australia yang dikenal di Indonesia? Dulu mungkin Kylie Minogue, The Crocodile Dundee, Olivia Newton John.
Oleh karena itu menurut Frans, salah satu hal yang lebih banyak harus dilakukan adalah promosi mengenai Indonesia.
Tapi tidak terbatas hanya dalam bentuk budaya tradisional saja.
"Perlu pendekatan kontemporer, seperti yang dilakukan Twilite Orchestra dan Addie MS di Sydney Opera House tahun 2009. Sudah lama sekali," kata Frans.
"Supaya Indonesia tiidak hanya dikenal tari-tarian tradisional, tetapi juga hal-hal yang lebih kena bagi generasi lebih muda," katanya.
Kepercayaan terhadap China sangat menurun
Dalam hasil survei Lowy 2021 diketahui lebih dari setengah warga Australia, yakni 60 persen, sekarang melihat China sebagai ancaman dari sisi keamanan dan bukan lagi sebagai mitra ekonomi.
Hanya 16 persen warga Australia yang mengatakan mereka percaya jika China berperilaku secara bertanggung jawab dalam percaturan global.
Dalam hubungan dengan Amerika Serikat, setelah pergantian presiden dari Donald Trump ke Joe Biden, 70 persen warga Australia kembali menyatakan kepercayaan terhadap kepemimpinan Joe Biden. Jumlah ini naik 40 persen dari sebelumnya terhadap Donald Trump.
Terkait kemungkinan adanya konflik militer di kawasan regional, lebih dari 50 persen warga mengatakan Australia "harus bersikap netral" bila ada perang antara China dan Amerika Serikat.
Menurut Natasha Kassam dari Lowy Institute, kepercayaan warga Australia terhadap China memang semakin menurun sejak tahun 2018.
Ketika itu hanya 12 persen yang disurvei yang mengatakan China adalah ancaman keamanan bagi Australia.
"Berbagai masalah bilateral dan juga perkembangan lain di kawasan, seperti tekanan terhadap pegiat pro-demokrasi di Hong Kong, penahanan warga Uyghur, sanksi terhadap berbagai produk Australia oleh China, dan penahanan warga Australia di China, menyebabkan hubungan dan persepsi publik turun ke titik terendah," kata Natasha kepada ABC.
Survei juga menyebutkan hanya 10 persen responden yang mengatakan percaya jika Presiden China, Xi Jinping akan "melakukan hal yang benar terkait masalah dunia". Ini adalah penurunan drastis dari 33 persen di tahun 2018.
"Kita jelas melihat adanya perubahan besar," kata Natasha.
"Kita melihat angka untuk Xi Jinping hampir sama dengan angka kepercayaan warga Australia terhadap pemimpin Korea Utara Kim Jon-un.
Laporan tambahan dalam bahasa Inggris bisa dibaca di ABC News
Berita Terkait
-
Imparsial Minta Jokowi Pilih Panglima TNI Bebas Pelanggaran HAM, Siapa?
-
Soal Isu 3 Periode, Pendukung Jokowi Disebut Tak Paham Konstitusi dan Sejarah Reformasi
-
Polarisasi Jadi Alasan Jokowi-Prabowo 2024, Analis: Membunuh Kompetisi
-
Suzuki Siapkan Jimny Varian Terendah, Akankah Harganya Jadi Lebih Murah?
-
Pendukung Cek Ombak, Jabatan 3 Periode Godaan Semu yang Bisa Jerumuskan Jokowi?
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Selamat Datang Mees Hilgers Akhirnya Kembali Jelang Timnas Indonesia vs Arab Saudi
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Sampaikan Laporan Kinerja, Puan Maharani ke Masyarakat: Mohon Maaf atas Kinerja DPR Belum Sempurna
Pilihan
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
-
5 Rekomendasi HP 2 Jutaan Memori 256 GB, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Geger Shutdown AS, Menko Airlangga: Perundingan Dagang RI Berhenti Dulu!
Terkini
-
Kasus Siswa Keracunan MBG di Jakarta Capai 60 Anak, Bakteri jadi Biang Kerok!
-
Polisi Masih Dalami Sosok 'Bjorka' yang Ditangkap di Minahasa, Hacker Asli atau Peniru?
-
Rano Karno Sebut Penting Sedot Tinja 3 Tahun Sekali: Kalau Tidak bisa Meledak!
-
Korban Tewas Ponpes Al Khoziny Ambruk Jadi 14 Orang, Tim DVI Terus Identifikasi Santri Belasan Tahun
-
Diragukan Bjorka Asli, Dalih Polisi Ciduk WFH Pemuda Tak Lulus SMK yang Diklaim Bobol Data Bank
-
Viral Korban Kecelakaan Diduga Ditolak Puskesmas, Dibiarkan Tergeletak di Teras
-
Ombudsman RI Saran RUU Perampasan Aset Harus Perjelas Kerugian Akibat Korupsi dan Langgar HAM
-
Detik-detik Artis Keturunan Indonesia Ardell Aryana Disandera Tentara Israel saat Live TikTok
-
Rocky Gerung Pasang Badan Bebaskan Aktivis Kasus Demo Agustus: Mereka Bukan Kriminal!
-
Pastikan Serapan Anggaran MBG Membaik, Luhut: Menkeu Tak Perlu Ambil Anggaran yang Tak Terserap