Suara.com - Pandemi covid-19 membawa keruntuhan bisnis perjalanan udara, sekitar seperempat jet komersial di dunia akhirnya menganggur, mangkal di bandara dan hanggar.
Sementara para pemiliknya sudah memutuskan apa yang harus mereka lakukan. Sebagian dari pesawat itu tidak akan kembali mengudara.
"Para pemilik tidak ingin membayar biaya parkir, dan penyimpangan untuk pesawat mereka," kata James Cobbold, direktur Willis Leaser, perusahaan penyewaan mesin global.
"Mereka membutuhkannya untuk dioperasikan, atau dengan cara di luar pembukuan, yang berarti menjual suku cadangannya ke pedagang dengan cara dibongkar."
Rob Morris, adalah kepala konsultan global di Ascend by Cirium, sebuah perusahaan penerbangan dan analisis data. Ia mengatakan terdapat 5.467 pesawat jet penumpang komersial di tempat penyimpanan pada bulan Juli, setara dengan seperempat dari jumlah global.
Rasio penyimpanan pesawat ini turun 35% dari jumlah global pada akhir Februari 2021, dan secara signifikan turun 64% dibandingkan pada saat pandemi berlangsung di akhir Akhir 2020.
Namun demikian, masih ada jumlah besar pesawat yang terparkir di hanggar, dan di landasan terbang di seluruh dunia.
Kondisinya sangat bervariasi, ada yang masih lengkap, sampai benar-benar dipreteli, dan bagian-bagiannya yang tersebar di landasan.
Salah satu lokasi tersebut ada di Bandara Cotswold dekat Cirencester di Gloucestershire, dan garasi Air Salvage International, sebuah perusahaan khusus untuk pembongkaran pesawat.
Bradley Gregory, direktur manajer di Skyline Aero, pemasok suku cadang pesawat, dan bagian dari grup Air Salvage International, menjelaskan ada tiga skenario utama saat sebuah pesawat dalam kondisi tak layak terbang dan dikirim ke fasilitas mereka.
Skenario paling ringan adalah mempertahankan kondisinya tetap layak terbang, dengan melakukan pemeriksaan pra-terbang yang dibutuhkan agar bisa kembali mengudara.
Skenario kedua, memasukkan pesawat ke tempat penyimpanan dengan jangka-panjang, di mana mesinnya dicopot, dan perawatan dengan intensitas yang dikurangi dari sebelumnya.
Skenario terakhir adalah pembongkaran atau "part out" di mana pesawat dibawa ke fasilitas untuk dibongkar. Mesinnya, dan suku cadang lainnya dicopot agar bisa digunakan untuk pesawat lain, atau didaur ulang.
"Sekitar 75-80% pesawat terbang tiba dalam 12 bulan terakhir, masuk ke dalam tempat penyimpangan, tanpa rencana yang segera dari pemiliknya," jelas Gregory.
Saat ini, terdapat 29 pesawat di tempat penyimpanan; 14 menunggu pembongkaran, dan enam dalam proses pembongkaran dan menunggu untuk dibuang.
Secara global, pada 2020, sebanyak 449 pesawat dikirim untuk dibongkar. Jumlahnya lebih sedikit dari 2019, yaitu 508 pesawat, menurut Cirium.
Perhatian lebih mengacu tahap akhir masa pakai jet penumpang, karena industri ini berusaha untuk lebih ramah lingkungan dan keberlanjutan, dalam menghadapi meningkatnya pemanasan global.
"Banyak suku cadang yang bisa digunakan kembali, tergantung dari jenis dan model pesawatnya," kata Gregory.
"Jumlah suku cadang yang dicopot ada sekitar 200 dari model lama dengan komponen yang kurang diinginkan, hingga 1.200 komponen pada model yang lebih baru, terkadang jumlahnya lebih dari itu."
Selain mesin, komponen yang masih berguna lainnya termasuk instrumen roda pesawat, rem, instrumen penerbangan di kokpit, dan bahkan ban.
"Ratusan suku cadang dari sebuah pesawat bisa didapatkan melalui kunjungan bengkel reparasi, dan selama mereka memiliki sertifikat ulang, dan tidak rusak dalam reparasi, ini bisa digunakan pada pesawat lainnya," katanya.
Asosiasi Daur Ulang Armada Pesawat (AFRA) juga mengambil peran di dalam hal ini. Sejumlah perusahaan besar, termasuk mereka yang terlibat dalam pembongkaran diaudit oleh asosiasi. Mereka dipantau dengan ketat untuk memastikan mengikuti praktik manajemen yang baik.
Di tengah tingginya jumlah dan suku cadang yang bisa didaur ulang, dan digunakan kembali, tantangan lainnya masih tetap ada.
"Hal yang benar-benar tak bisa didaur ulang secara fisik saat ini adalah bagian dalam kabin, karena ini terbuat dari campuran plastik," jelas Cobbold.
"Jadi, jika kita harus membongkar badan pesawat atau bagian-bagiannya, dan bagian dalam kabin tidak termasuk, ini menjadi material yang akan bermuara ke tempat pembuangan sampah," katanya kepada saya.
Mike Corne of eCube Solutions, perusahaan lain yang menangani pesawat akhir masa pakai, mengatakan daur ulang pesawat kemungkinan akan jadi lebih menantang karena pesawat model baru menggunakan bahan komposit, di mana ini sulit untuk diproses.
"Saat ini tak ada cara yang hemat biaya untuk mendaur ulang serat karbon," jelasnya.
Dia mengatakan akan banyak biaya yang dikeluarkan untuk investasi menemukan cara mendaur ulang material seperti itu, dan mungkin, di masa depan, serat karbon akan bisa digunakan kembali.
Morris dari Cirium memperkirakan bahwa jumlah pesawat yang terparkir di tempat penyimpanan akan meningkat dari 5.467 unit di bulan Juli menjadi 6.120 unit di akhir tahun.
Gregory dari Skyline Aero baru-baru ini menerima permintaan untuk membongkar tiga pesawat, hal yang menunjukkan permintaan pasar untuk penerbangan masih lemah.
"Permintaan mulai meningkat, tapi tidak serta merta meningkatkan banyak daya tarik yang saya kira banyak diharapkan," jelasnya.
Jika lebih banyak pesawat dialokasikan untuk dibongkar maka industri daur ulang akan siap bekerja.
"Pada saat ini kami bisa mendaur ulang antara 92-99% sebuah pesawat, melalui proses daur ulang alami atau perputaran ekonomi," kata Cobbold.
"Saya tidak berpikir orang-orang di luar industri penerbangan memahami seberapa tinggi itu, dan seberapa kreatif sektor yang berhubungan akhir masa pakai dengan industri penerbangan."
Berita Terkait
-
Update COVID-19 Jakarta 25 Agustus: Positif 789, Sembuh 729, Meninggal 11
-
Kasus Covid-19 Kaltim Dibawah Angka 1.000, 2 Kota Tidak Menyumbangkan Kasus Meninggal
-
Situasi Pandemi COVID-19, OLX Ungkapkan Optimisme Penjualan Mobil Bekas
-
Mantan Teroris di Kota Makassar Ajak Warga Sukseskan Vaksinasi Covid-19
-
Bantah Laporkan Aa Umbara ke KPK, Hengky Kurniawan Senggol Sosok Sutradara
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Dari IPB hingga UGM, Pakar Pangan dan Gizi Siap Dukung BGN untuk Kemajuan Program MBG
-
Menhaj Rombak Skema Kuota Haji: yang Daftar Duluan, Berangkat Lebih Dulu
-
Isu Yahya Cholil Staquf 'Dimakzulkan' Syuriyah PBNU, Masalah Zionisme Jadi Sebab?
-
Siap-siap! KPK akan Panggil Ridwan Kamil Usai Periksa Pihak Internal BJB
-
Bukan Tax Amnesty, Kejagung Cekal Eks Dirjen dan Bos Djarum Terkait Skandal Pengurangan Pajak
-
Menhaj Irfan Siapkan Kanwil Se-Indonesia: Tak Ada Ruang Main-main Jelang Haji 2026
-
Tembus Rp204 Triliun, Pramono Klaim Jakarta Masih Jadi Primadona Investasi Nasional
-
Nestapa Ratusan Eks Pekerja PT Primissima, Hak yang Tertahan dan Jerih Tak Terbalas
-
Ahli Bedah & Intervensi Jantung RS dr. Soebandi Jember Sukses Selamatkan Pasien Luka Tembus Aorta
-
Wamen Dzulfikar: Polisi Aktif di KP2MI Strategis Perangi Mafia TPPO