Suara.com - Lebih dari 500 kelompok hak-hak sipil telah menyerukan pertemuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menghentikan peningkatan kekerasan di negara bagian Chin, Myanmar.
Reuters melaporkan, Jumat (5/11/2021), Chin merupakan wilayah perbatasan di Myanmar yang sedang bergejolak saat ini yang telah menjadi garis depan perlawanan terhadap kekuasaan militer.
Media lokal, para saksi mata, dan PBB telah melaporkan penumpukan senjata berat dan pasukan di Chin, menunjukkan serangan tentara yang akan segera terjadi untuk mengusir kelompok-kelompok milisi yang terbentuk setelah kudeta 1 Februari 2021.
Human Rights Watch mengeluarkan pernyataan atas nama 521 organisasi internasional dan domestik yang meminta Dewan Keamanan PBB untuk mengadopsi resolusi dan bertindak sebelum serangan meluas di Chin.
"Ini harus mengadakan pertemuan mendesak mengenai serangan yang meningkat di Negara Bagian Chin,” kata Human Rights Watch dalam pernyataan tersebut.
“Dan krisis politik, hak asasi manusia dan kemanusiaan yang mendalam secara keseluruhan sebagai akibat dari pencarian para pemimpin militer Myanmar akan kekuasaan dan keserakahan telah menyebabkan penderitaan besar.”
Myanmar telah dilumpuhkan oleh protes dan kekerasan sejak kudeta, dengan junta berjuang untuk memerintah dan menghadapi perlawanan bersenjata dari milisi dan pemberontak etnis minoritas.
Saksi mata, kelompok pemberi bantuan, dan media lokal mengatakan rumah dan gereja telah dibakar di kota Thantlang. Organisasi Save the Children mengatakan kantornya juga dihancurkan.
Junta tidak berkomentar tentang situasi di Chin. Reuters tidak dapat secara independen memverifikasi laporan serangan di wilayah tersebut karena internet dan komunikasi lainnya telah terganggu.
Baca Juga: Myanmar dan Kamboja Berdamai dengan COVID-19, Sekolah Kembali Buka
Badan kemanusiaan PBB dalam laporan situasi pada Rabu (3/11/2021) mengatakan bentrokan antara pasukan keamanan dan pasukan pertahanan rakyat telah meningkat di Chin serta di wilayah tetangga Magway dan Sagaing.
(Jacinta Aura Maharani)
Berita Terkait
-
Myanmar dan Kamboja Berdamai dengan COVID-19, Sekolah Kembali Buka
-
Elon Musk Tantang PBB, Siap Jual Saham Tesla Rp 85 Triliun untuk Atasi Kelaparan Dunia
-
Perusahaan Ride Hailing Gojek Bantu UMKM, Ratu Maxima Berikan Apresiasi
-
Situasi Makin Buruk Pasca Kudeta, Puluhan Negara Desak PBB Bikin Agenda Khusus Bahas Sudan
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
-
Peresmian Proyek RDMP Kilang Balikpapan Ditunda, Bahlil Beri Penjelasan
-
Resmi Melantai di Bursa, Saham Superbank Melambung Tinggi
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
Terkini
-
Bukan Karena Selebgram LM! Pengacara Tegaskan Penyebab Cerai Atalia-Ridwan Kamil Isu Privat
-
Polisi Sebut Ruko Terra Drone Tak Dirawat Rutin, Tanggung Jawab Ada di Penyewa
-
Rocky Gerung Ungkap Riset KAMI: Awal 2026 Berpotensi Terjadi Crossfire Antara Elit dan Rakyat
-
Menkes Dorong Ibu Jadi Dokter Keluarga, Fokus Perawatan Sejak di Rumah
-
Polemik Lahan Tambang Emas Ketapang Memanas: PT SRM Bantah Penyerangan, TNI Ungkap Kronologi Berbeda
-
Grup MIND ID Kerahkan Bantuan Kemanusiaan bagi Korban Bencana ke Sumatra hingga Jawa Timur
-
BNI Raih Dua Penghargaan Internasional atas Pengembangan SDM melalui BNI Corporate University
-
Soal Polemik Perpol Nomor 10 dan Putusan MK 114, Yusril: Saya Belum Bisa Berpendapat
-
Prabowo Mau Tanam Sawit di Papua, DPR Beri Catatan: Harus Dipastikan Agar Tak Jadi Malapetaka
-
Agustus 2026, Prabowo Targetkan 2.500 SPPG Beroperasi di Papua