Mereka tak melawan. Awal Desember 2020, Siti mendapatkan telepon dari Imigrasi. Ia diberitahu bahwa suaminya boleh pulang dengan ketentuan keberangkatan pulang ditanggung oleh pekerja. Siti menuruti permintaan itu, ia kemudian membelikan tiket pesawat dengan keberangkatan Kuala Lumpur ke Jakarta.
Saat tiket hendak diserahkan kepada suaminya, Siti mendapat kabar dari petugas, suaminya tak boleh pulang karena dinyatakan positif Covid-19 setelah menjalani tes Polymerase Chain Reaction (PCR). “Jadi tiketnya hangus, kalau mau refund Air Asia minta bukti pernyataan positif Covid-19, saya minta ke imigrasi, tapi tidak bisa,” kata Siti.
Menurut Siti, suaminya sempat dibawa ke rumah sakit untuk proses penanganan Covid-19 meskipun kondisinya tidak bergejala seperti batuk, pilek, maupun demam. Sepulang dari Rumah Sakit, pada 20 Desember 2020, suaminya dibawa lagi ke detensi Hentian Kajang untuk menjalani karantina.
Tak sampai dua pekan, Anton dipindahkan ke penjara Bukit Jalil, Kuala Lumpur pada Januari 2021 tanpa ada pemberitahuan apa pun. Siti pun tidak tahu apa sebab suaminya dipindah ke dentensi yang berada di Jalan Alam Sutera Utama.
Siti yang penasaran dengan kondisi suami ingin menjenguk suami yang telah berpisah hampir satu tahun. Petugas imigrasi melarang dengan alasan masih dalam situasi pandemi. Satu-satunya cara Siti mengetahui suaminya hanya melalui saluran telepon yang disediakan oleh petugas. Samar-samar, Siti mendengar bahwa Anton alami kekerasan fisik dan psikis selama berada di bui. “Di Detensi Kajang tidak pernah mukul tapi di Bukit Jalil itu dipukul bagian kaki sampai tidak bisa jalan,” kata Siti menceritakan ulang kisah suaminya.
Suara.com mencoba menghubungi Anton melalui saluran telepon. Ia sudah berada di kampung halaman. Ia membenarkan pernyataan Siti. Kata Anton, di Detensi Bukit Jalil, pekerja diperlakukan tidak manusiawi, seperti lauk berupa ayam dan ikan untuk makan sudah basi, air minumnya seperti tak dimasak, dan tidur tanpa alas. Bahkan untuk mandi, Anton harus bergantian menggunakan sabun untuk 15 pekerja. “Kami juga dibentak, dipukul, dan dimaki,” kata Anton.
Anton dipukul pada tangan dan kaki menggunakan rotan dan selang air. Pukulan itu membuat tangan dan kakinya membiru. Akibatnya, Anton sulit berjalan selama tiga hari. “Sementara tangan saya sampai biru dan terus gemetar,” ucap Anton.
Anton juga mengaku sering dipindah-pindah blok tanpa sebab. Awal masuk ia berada di blok A, lalu dipindah ke blok B, C, dan D. “Padahal masa tahanan saya sudah habis. Sepatutnya sudah bebas” katanya.
Pada Juni 2021, petugas menyampaikan kepada Anton dan beberapa pekerja asal Indonesia perihal kepulangan ke Indonesia. Ada dua opsi yang ditawarkan petugas imigrasi, pertama membeli tiket pesawat lewt petugas dengan harga 2.500 - 3.000 RM atau setara dengan Rp 8-10 juta. Uang tersebut harus dikirim ke rekening pribadi petugas imigrasi.
Baca Juga: 4 Cara Menurunkan Berat Badan, Terbukti Sehat dan Efektif
Kedua, membeli tiket sendiri tanpa diurus petugas. Mendengar itu, Anton menghubungi Siti agar membelikan ia tiket pulang ke Indonesia. Lantaran tak mempunyai uang, Siti memilih untuk membeli tiket pesawat sendiri dengan harga Rp 450 ribu pada 21 Juni 2021.
Nasib buruk datang lagi. Ketika tiket sudah dibeli, Siti kembali mendapat kabar bahwa suaminya positif untuk kedua kalinya.
“Saya record dua kali positif,” ujar Anton. Belakangan Anton menyadari rekan-rekannya yang membeli tiket di luar petugas imigrasi juga dinyatakan positif. “Kalau beli di luar semua positif,” lanjutnya.
Perlakuan Tak Manusiawi
Jauh sebelum kekerasan dialami oleh Anton, pekerja asal Bekasi, Hayati (bukan nama sebenarnya) kerap mendapat perlakuan serupa Anton. Pada Desember 2019, ia bersama enam rekannya ditahan karena dianggap kabur dari lokasi kerjanya.
Hal itu dilakukan Hayati untuk mengadu ke Duta Besar RI di Malaysia lantaran majikannya tidak membayar upah sesuai dengan kontrak. Selain itu, uang lembur pun tak pernah dibayarkan selama satu tahun bekerja. “Kalau kita bermasalah kami dikurung majikan,” ujar Hayati, Kamis, 21 Oktober lalu.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Sekelas Honda Jazz untuk Mahasiswa yang Lebih Murah
- 7 Rekomendasi Body Lotion dengan SPF 50 untuk Usia 40 Tahun ke Atas
- 26 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 13 November: Klaim Ribuan Gems dan FootyVerse 111-113
- 5 Pilihan Bedak Padat Wardah untuk Samarkan Garis Halus Usia 40-an, Harga Terjangkau
- 5 Rekomendasi Sepatu Lokal Senyaman New Balance untuk Jalan Kaki Jauh
Pilihan
-
Catatan Gila Charly van Oosterhout, Pemain Keturunan Indonesia di Ajax: 28 Laga 19 Gol
-
Daftar 611 Pinjol Ilegal Terbaru Update Satgas PASTI OJK: Ada Pindar Terkenal
-
Bobibos Ramai Dibicarakan! Pakar: Wajib Lolos Uji Kelayakan Sebelum Dijual Massal
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
-
Rolas Sitinjak: Kriminalisasi Busuk dalam Kasus Tambang Ilegal PT Position, Polisi Pun Jadi Korban
Terkini
-
Masih Tunggu Persetujuan Orang Tua, SMAN 72 Belum Bisa Belajar Tatap Muka Senin Besok
-
International Parade Marching Carnival Sukses Digelar, Jember Siap Menjadi Pusat Event Besar
-
Hasto Kristiyanto Ikut Start 10K BorMar 2025: Mencari Daya Juang di Bawah Keagungan Borobudur
-
Daftar 11 Nama Korban Longsor Cilacap yang Berhasil Diidentifikasi, dari Balita Hingga Lansia
-
Wings Air Resmi Buka Rute Jember-Bali, Jadwal Penerbangan Segera Dirilis
-
Bangun Ulang dari Puing, 5 Fakta Rumah Ahmad Sahroni Rata dengan Tanah Usai Tragedi Penjarahan
-
Ulah Camat di Karawang Diduga Tipu Warga Rp1,2 Miliar Modus Jual Rumah, Bupati Aep Syaepuloh Murka
-
Peringatan BMKG: Dua Bibit Siklon Picu Cuaca Ekstrem November 2025
-
Dirikan Biodigister Komunal, Pramono Harap Warga Jakarta Kelola Limbah Sendiri
-
Pramono Setujui SMAN 71 Gelar Pembelajaran Tatap Muka Senin Depan: Yang Mau Daring Boleh