Suara.com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengingatkan media massa agar tetap mematuhi Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers saat memberitakan kasus kekerasan seksual. Hal itu menyusul adanya pemberitaan sebuah media yang menampilkan foto, profil penyintas kekerasan seksual serta menuliskan secara detail kronologi kekerasan tanpa konfirmasi dan persetujuan dari penyintas.
Berita itu muncul setelah seorang penyintas mengungkapkan kekerasan seksual yang dialaminya, saat bekerja sebagai jurnalis Geotimes pada 2015. Meski berita yang sempat tayang akhirnya diturunkan, namun jejak digital masih tetap tertinggal.
"Hal ini menambah beban trauma penyintas, termasuk para penyintas lain yang mengalami kasus serupa," demikian keterangan tertulis AJI Indonesia, Kamis (3/2/2022).
AJI Indonesia menilai, pemberitaan semacam itu hanya satu dari sekian banyak praktik jurnalisme yang tidak berperspektif korban kekerasan seksual. Praktik lain yang sering AJI temui adalah penggunaan diksi pada kasus pemerkosaan seperti "menggagahi", "meniduri", "menggilir", atau "menodai".
Diksi semacam itu menghilangkan unsur kejahatan dan memperkuat stigma bahwa perempuan sebagai objek seksual. Dalam pandangan AJI, seharusnya media tidak menjadikan kasus kekerasan seksual sebagai komoditas untuk mendulang klik bagi media.
Media, seharusnya mengedepankan peran untuk memperjuangkan keadilan dan kebenaran sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Kode Etik Jurnalistik secara umum telah mengatur bagaimana jurnalis seharusnya bekerja:
Pasal 2: "Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik."
Pasal 4: "Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul."
Pasal 5: "Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan."
Baca Juga: AJI dan LBH Pers Kumpulkan Bukti Dugaan Kekerasan Seksual yang Menimpa Eks Reporter Geotimes
Pasal 8: "Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani."
AJI berpandangan, dalam konteks isu kekerasan seksual, empat pasal dalam KEJ itu jelas menekankan agar jurnalis tidak boleh memiliki niat secara sengaja untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Dalam konteks ini, jurnalis harus menghormati hak privasi dari penyintas kekerasan seksual, dan menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, dan suara.
"Selain itu jurnalis juga tidak menyebutkan identitas atau informasi yang memudahkan orang lain untuk melacak penyintas."
Tidak hanya itu, AJI menilai bahwa media seharusnya menjadi ruang aman bagi penyintas kekerasan seksual, sehingga mereka bisa bersuara tanpa rasa khawatir soal kerahasiaan identitasnya. Dalam hal ini, media dapat membantu penyintas mendapatkan keadilan dan mendorong kebijakan yang dapat mencegah dan menghapus perilaku kekerasan seksual.
"Mengingat Indonesia berada dalam situasi darurat kekerasan seksual, pemberitaan yang mengabaikan KEJ, justru menjadikan korban kekerasan seksual sulit mendapat keadilan. Tidak hanya itu, praktik kekerasan seksual akan semakin menguat, termasuk di dunia kerja."
Berita Terkait
-
AJI: Jurnalis Tidak Boleh Menyebutkan Identitas Korban Kekerasan Seksual
-
Terlibat Kasus Kekerasan Seksual, Mason Greenwood Dihapus dari Game FIFA 22
-
AJI dan LBH Pers Kumpulkan Bukti Dugaan Kekerasan Seksual yang Menimpa Eks Reporter Geotimes
-
Miris! Seorang Anak di Majalengka Dicabuli 11 Orang Usai Dicekok Minuman Keras
Terpopuler
- 7 Serum Vitamin C yang Bisa Hilangkan Flek Hitam, Cocok untuk Usia 40 Tahun
- 5 Mobil Diesel Bekas Mulai 50 Jutaan Selain Isuzu Panther, Keren dan Tangguh!
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- Harta Kekayaan Abdul Wahid, Gubernur Riau yang Ikut Ditangkap KPK
- 5 Mobil Eropa Bekas Mulai 50 Jutaan, Warisan Mewah dan Berkelas
Pilihan
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
-
Cuma Mampu Kurangi Pengangguran 4.000 Orang, BPS Rilis Data yang Bikin Kening Prabowo Berkerut
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
Terkini
-
KPK Ungkap Modus 'Jatah Preman' Gubernur Riau, PKB: Buka Seterang-terangnya, Siapa di Balik Itu?
-
Warga Baduy Korban Begal Ditolak Rumah Sakit, Menko PMK Pratikno Turun Tangan
-
Kenaikan Tarif Transjakarta Masih Dikaji, Gubernur Pramono: Belum Tentu Naik
-
Gubernur Riau Abdul Wahid Minta 'Jatah Preman' ke Dinas PUPR Rp7 Miliar, KPK: Pakai Kode 7 Batang
-
Profil dan Pendidikan Rismon Sianipar yang Menduga Prabowo Tahu Ijazah Palsu Wapres Gibran
-
Pemprov Riau Diperingatkan KPK: Sudah 4 Gubernur Kena OTT! Ada Masalah Serius di PBJ?
-
Sidang Sengketa Tambang Nikel Halmahera Timur: Saksi Kunci Kembali Mangkir
-
ASN DKI Dapat Transportasi Umum Gratis, Gubernur Pramono: Tak Semua Gajinya Besar
-
Digelar Perdana Besok, Adam Damiri Siap Hadiri Sidang PK di PN Jakpus
-
Jakarta Utara Siaga Banjir Rob! Supermoon Ancam Pesisir November Ini