Pandangan bahwa PRT adalah bagian dari keluarga (majikan) tidak selalu menguntungkan PRT, karena berpotensi mempersonalisasi hubungan antara PRT dan majikan. Dengan memandang PRT sebagai anggota keluarga, majikan sebagai kepala rumah tangga merasa bahwa mereka dapat memberikan pekerjaan kepada pekerja rumah tangga sesuai keinginan mereka, tanpa memperhatikan batasan atau undang-undang terkait yang berkaitan dengan hubungan antara pekerja dan majikan. Posisi ini menyebabkan PRT rentan terhadap diskriminasi hingga kekerasan yang berulang.
“Karena diposisikan baik sebagai anggota keluarga maupun sebagai pekerja, PRT menanggung kondisi terburuk, sebagai anggota keluarga perempuan dibebani tanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, serta kondisi terburuk sebagai pekerja dengan posisi rendah,” tulis Anita.
Belum Ada Aturan yang Melindungi
Dalam situasi kerentanan tersebut, sayangnya menurut Koordinator Koordinator Nasional Jaringan Nasional Advokasi (Jala) PRT Lita Anggraini hingga saat ini masih belum ada aturan yang melindungi PRT yang mengalami kekerasan, diskriminasi, dan intimidasi. Hingga saat ini, PRT tidak diakomodir dalam peraturan perundangan ketenagakerjaan.
“Negara absen dalam perlindungan situasi normatif ketenagakerjaan pelanggaran terhadap hak-hak PRT secara sistematis,” ujar Lita.
Saat ini memang terdapat Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan PRT. Namun, menurut Lita aturan tersebut tidak berkekuatan hukum, tidak mengikat, dan lemah. Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, menurut Lita juga tidak mengatur dengan jelas tentang standar normatif ketenagakerjaan.
“PRT ini bekerja di wilayah rumah tangga dianggap privat tidak ada kontrol sosial, tidak pengawasan dari Pemerintah,” ujar Lita.
Bersama dengan Jala PRT, selama 18 tahun Lita mengadvokasi RUU PRT. Hasilnya masih nihil hingga kini. Luviana dari Aliansi Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja mengatakan bahwa mendorong Konvensi ILO 190 tentang Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja bisa jadi salah satu langkah taktis agar kerja-kerja yang dilakukan oleh PRT diakui dan dilindungi oleh negara.
“Itu salah satu cara agar PRT bisa diakui negara, dan bisa lepas dari kekerasan dan pelecehan, dan diskriminasi di dunia kerja,” ujar Luviana.
Baca Juga: Stigma dan Diskriminasi Masih Jadi Tantangan Eliminasi Kusta di Indonesia
Dalam ringkasannya, ILO mengatakan bahwa mereka mengambil pendekatan pragmatis, dengan mendefinisikan kekerasan dan pelecehan sebagai “serangkaian perilaku dan praktik yang tidak dapat diterima” yang “bertujuan, mengakibatkan, atau mungkin menimbulkan cidera secara fisik, psikologis, seksual dan ekonomi”. Artinya definisi tadi juga mencakup mencakup penyiksaan secara fisik, lisan, perundungan dan pengeroyokan, pelecehan seksual, ancaman dan penguntitan.
Konvensi ILO 190 ini juga mengatur secara luas cakupan kelompok yang bisa terlindungi. Artinya jika konvensi ini diratifikasi oleh pemerintah Indonesia, mereka yang bekerja akan terlindungi baik di sektor formal dan informal, tanpa memandang status kontrak kerja, termasuk pemagang, sukarelawan, pencari kerja. Dengan demikian, lanjut Luvi, nantinya PRT menjadi salah satu kelompok yang dilindungi.
Tidak hanya itu, jika Konvensi ILO ini bisa diratifikasi pemerintah, Lilis, Nanik, Yuni, dan lebih dari 5 juta PRT lainnya di Indonesia bisa dengan mudah mendapatkan akses pemulihan yang tepat dan efektif; serta mekanisme dan prosedur pelaporan; dan penyelesaian perselisihan yang aman, adil dan efektif.
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- KPU Tak Bisa Buka Ijazah Capres-Cawapres ke Publik, DPR Pertanyakan: Orang Lamar Kerja Saja Pakai CV
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Prabowo Kirim Surat ke Eks Menteri Termasuk Sri Mulyani, Ini Isinya...
Pilihan
-
Kendal Tornado FC vs Persela Lamongan, Manajemen Jual 3.000 Tiket
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 3 Jutaan dengan Kamera Terbaik September 2025
-
Wakil Erick Thohir Disebut jadi Kandidat Kuat Menteri BUMN
-
Kursi Menteri BUMN Kosong, Siapa Pengganti Erick Thohir?
-
Otak Pembunuhan Kacab Bank, Siapa Ken si Wiraswasta Bertato?
Terkini
-
Jejak Korupsi Noel Melebar, KPK Bidik Jaringan Perusahaan PJK3 yang Terlibat Kasus K3
-
Anggotanya Disebut Brutal Hingga Pakai Gas Air Mata Kedaluarsa Saat Tangani Demo, Apa Kata Kapolri?
-
Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
-
Dikabarkan Hilang Usai Demo Ricuh, Bima Permana Ditemukan di Malang, Polisi: Dia Jualan Barongsai
-
Berawal dari Rumah Gus Yaqut, KPK Temukan Jejak Aliran Dana 'Janggal' ke Wasekjen Ansor
-
KPK Kecolongan, Apa yang Dibocorkan Ustaz Khalid Basalamah Terkait Korupsi Kuota Haji?
-
Bukan Program, Ini Arahan Pertama Presiden Prabowo untuk Menko Polkam Barunya
-
Tongkat Estafet Tokoh Menko Polkam: Ada SBY, Mahfud MD, Wiranto, hingga Djamari Chaniago
-
Surat Pemakzulan Gibran Tidak Mendapat Respons, Soenarko Curigai Demo Rusuh Upaya Pengalihan Isu
-
Respons Viral Setop 'Tot Tot Wuk Wuk', Gubernur Pramono: 'Saya Hampir Nggak Pernah Tat Tot Tat Tot'