Suara.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS mengungkapkan tujuh kejanggalan dalam vonis bebas terhadap dua polisi pelaku unlawfull killing terhadap laskar Front Pembela Islam (FPI).
Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti membeberkan kejanggalan vonis ini berpotensi mengakibatkan tidak maksimalnya proses peradilan dalam mencari kebenaran materil.
"Metode pemantauan yang kami lakukan, menggunakan cara pemantauan secara langsung di persidangan maupun pemantauan melalui media. Dalam pemantauan tersebut, kami menemukan sejumlah temuan dan keganjilan atas proses hukum terhadap para terdakwa," kata Fatia dalam keterangannya, Minggu (20/3/2022).
Pertama, kedua terdakwa sebagai tersangka hingga diadili melalui proses peradilan, para terdakwa tidak dilakukan upaya paksa berupa penahanan.
"Padahal aparat penegak hukum memiliki alasan yang kuat untuk melakukan penahanan kepada para terdakwa, baik secara syarat bukti, maupun syarat hukum yang mensyaratkan tersangka dapat dilakukan penahanan apabila ancaman pidana penjaranya 5 (lima) tahun atau lebih," ujarnya.
Kemudian, para polisi terdakwa ini dinilai tidak menjalankan prosedur yang benar ketika menangkap laskar FPI sehingga terjadi keributan dan kontak senjata.
Fatia menerangkan, dalam Peraturan Kepada Badan Pemeliharaan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkabaharkam) Nomor 3 Tahun 2011 tentang pengawalan mengatur anggota Polri untuk memeriksa terduga pelaku secara cermat dan memborgol kedua tangannya guna mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
Selain itu, melakukan pengawalan pada malam hari juga merupakan suatu larangan, kalaupun terpaksa terduga pelaku harus dibawa ke kantor kepolisian terdekat.
"Namun demikian, hal tersebut tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya, sehingga berpotensi pada gangguan keamanan anggota Polri itu sendiri," tuturnya.
Baca Juga: Vonis Lepas Polisi Pembunuh Laskar FPI, LBH: Majelis Hakim PN Jaksel Harus Dievaluasi
Kejanggalan ketiga, ada perbedaan keterangan yang dilontarkan Briptu FR di persidangan dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Pada proses persidangan Briptu FR menjelaskan bahwa ketika membawa keempat anggota Laskar FPI ke tempat tujuan, terjadi perebutan senjata api milik terdakwa dengan beberapa anggota Laskar FPI.
Dalam perebutan senjata api tersebut, terdakwa mengaku senjata api tersebut telah direbut namun dalam BAP justru mengatakan sebaliknya bahwa yang terjadi hanyalah berusaha direbut.
"Keterangan ini penting karena akan berdampak sejauh mana tahapan penggunaan kekuatan yang dapat digunakan ketika menghadapi sebuah ancaman," tegas Fatia.
Keempat, Laskar FPI mengalami dugaan kekerasan sebelum ditangkap, hal ini diperkuat dari keterangan Komnas HAM di persidangan yang menyatakan terdapat sejumlah kesaksian yang melihat empat Laskar FPI ini dipukul dan ditendang sebelum terjadi penembakan.
Fatia menilai tindakan kekerasan ini adalah pelanggaran hak asasi manusia yang tidak bisa dibenarkan secara hukum.
Berita Terkait
-
Dr Edi Hasibuan Sebut, Nama Baik Dua Polisi yang Tembak Mati Laskar FPI Harus Direhabilitasi
-
Penembak Laskar FPI Bebas, KPAU Singgung Pengadilan Akhirat: Semoga Allah Berikan Azab Pedih di Neraka
-
Vonis Lepas Polisi Pembunuh Laskar FPI, LBH: Majelis Hakim PN Jaksel Harus Dievaluasi
-
LBH: Vonis Bebas Pelaku Unlawful Killing Laskar FPI Menambah Daftar Impunitas Kebrutalan Polisi
-
Haris dan Fatia Tersangka, Pakar Hukum Tata Negara: Autocratic Legalism, Cara Ini Lebih Mengerikan Dari Kudeta
Terpopuler
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
UPDATE Klasemen SEA Games 2025: Indonesia Selangkah Lagi Kunci Runner-up
-
6 Mobil Bekas Paling Cocok untuk Wanita: Lincah, Irit, dan Punya Bagasi Cukup
-
OJK Awasi Ketat Pembayaran Pinjol Dana Syariah Indonesia yang Gagal Bayar
-
Jejak Emas Rakyat Aceh Bagi RI: Patungan Beli Pesawat, Penghasil Devisa & Lahirnya Garuda Indonesia
-
Pabrik Toba Pulp Lestari Tutup Operasional dan Reaksi Keras Luhut Binsar Pandjaitan
Terkini
-
Kick Off Program Quick Win Presiden Prabowo, Menteri Mukhtarudin Lepas 1.035 Pekerja Migran Terampil
-
Kejati Jakarta Tetapkan RAS Tersangka Kasus Klaim Fiktif BPJS Ketenagakerjaan Rp 21,73 Miliar
-
Said Didu Sebut Luhut Lebih Percaya Xi Jinping Ketimbang Prabowo, Sinyal Bahaya bagi Kedaulatan?
-
IACN Endus Bau Tak Sedap di Balik Pinjaman Bupati Nias Utara Rp75 Miliar ke Bank Sumut
-
Sesuai Arahan Prabowo, Ini Gebrakan Menteri Mukhtarudin di Puncak Perayaan Hari Migran Internasional
-
Usai OTT Jaksa di Banten yang Sudah Jadi Tersangka, KPK Serahkan Perkara ke Kejagung
-
Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang Terjaring OTT KPK, Langsung Dibawa ke Gedung Merah Putih
-
KPK Amankan 10 Orang saat Lakukan OTT di Bekasi, Siapa Saja?
-
Stop Tahan Ijazah! Ombudsman Paksa Sekolah di Sumbar Serahkan 3.327 Ijazah Siswa
-
10 Gedung di Jakarta Kena SP1 Buntut Kebakaran Maut Terra Drone, Lokasinya Dirahasiakan