Suara.com - Dua aktivis HAM, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, menjalani pemeriksaan perdana pada Senin (21/03) sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Panjaitan.
Kasus ini berawal dari unggahan video di kanal Youtube pribadi milik Haris yang mengungkap hasil riset adanya dugaan keterlibatan Luhut dalam bisnis tambang dan operasi militer di Papua.
Pengacara kedua aktivis menyebut penersangkaan ini membuktikan bahwa kajian tersebut benar, setidaknya jika melihat bahwa hingga kini pihak Luhut tidak juga mengeluarkan informasi bantahan.
Kabid humas Polda Metro Jaya mengklaim penetapan status tersangka Haris dan Fatia sesuai fakta hasil penyidikan dan tidak ada unsur politis. Keduanya dijerat dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), walau polisi tidak merinci pasal apa yang ditersangkakan kepada mereka.
Baca juga:
- Luhut somasi sejumlah aktivis karena 'dituduh fitnah', pengamat sebut pemerintah 'anti kritik dan otoriter'
- Kebebasan berekspresi tahun 2020 'makin mundur karena represi aparat', pemerintah klaim perlindungan HAM 'sudah jelas dan tetap kokoh'
- Kritik 'Jokowi 404: Not Found' berujung penghapusan mural: 'mengapa kita tidak boleh protes?'
Apa yang menjadi dasar pelaporan?
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, melaporkan Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti ke Polda Metro Jaya atas tuduhan pencemaran nama baik perihal video yang diunggah akun YouTube Haris Azhar pada Agustus 2021.
Di video berjudul "Ada Lord Luhut Di balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya! Jenderal BIN Juga Ada!" itu sejumlah kelompok masyarakat sipil seperti Walhi Papua, YLBHI, Pusaka Bentara Rakyat, Greenpeace Indonesia, dan Trend Asia memaparkan hasil riset mereka.
Pertama bahwa operasi militer di Papua merupakan upaya ilegal.
Kedua ada indikasi keterkaitan antara bisnis tambang dan penerjunan militer ke Papua. Di mana ada empat perusahaan yang terindikasi menguasai konsesi lahan tambang di Blok Wabu, satu di antaranya disinyalir terkait dengan Luhut Panjaitan.
Baca Juga: Jejak Kasus Haris Azhar-Fatia Vs Luhut, Berakhir Jadi Tersangka karena Konten Youtube
Kuasa hukum Luhut, Juniver Girsang, mengatakan kliennya keberatan atas dua hal; penggunaan judul di akun YouTube tersebut dan juga kalimat dalam obrolan di video yang menyebut "Luhut bermain tambang di Papua."
Menurut dia, dua hal itu membentuk opini yang tendensius, mencemarkan nama baik, serta menyebarkan berita bohong.
Itu mengapa pihaknya melayangkan somasi dan meminta keduanya meminta maaf.
Namun Luhut merasa jawaban Fatia dan Haris dalam somasi tidak memuaskan sehingga keduanya dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas kasus dugaan pencemaran nama baik.
Ada kejanggalan dalam proses hukum
Setelah hampir enam bulan, penyidik Polda Metro Jaya menetapkan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik pada 17 Maret 2022.
Tapi pengacara Haris dan Fatia, Julius Ibrani menilai ada sejumlah kejanggalan dalam proses hukum kedua kliennya.
Pertama, tim kuasa hukum tidak mengetahui bukti yang dikantongi penyidik untuk menetapkan keduanya sebagai tersangka.
Sebab sampai saat ini pihak Luhut Panjaitan tidak pernah memaparkan data atau informasi tandingan yang membantah hasil kajian para kelompok sipil masyarakat tersebut.
"Kami tidak tahu sampai sekarang basis penersangkaan itu apa? Dua alat bukti yang menyasar bahwa riset itu tidak benar apa?" kata Julius Ibrani kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Senin (21/03).
Bagi Julius, ketiadaan bantahan data dari Luhut itu justru menunjukkan laporan riset kliennya benar adanya.
Kedua, dalam kasus yang membelit Haris dan Fatia penyidik mengabaikan SKB Tiga Menteri soal pedoman implementasi UU ITE.
Padahal dalam pedoman itu ada pengecualian pemidanaan jika konten berisi penilaian, pendapat, hasil evaluasi, maupun fakta.
Menurut Julius, video yang diunggah oleh akun Haris Azhar masuk dalam pengecualian tersebut. Sebab apa yang disampaikan dalam laporan itu berdasarkan hasil riset dan data di lapangan.
"Data-data itu kami ambil dari seluruh instansi yang terkait, badan hukum yang relevan, dan perusahaan terkait. Kalau misalnya data dari Kemenhukam enggak benar, ya berarti Kemenhukam kita tunjuk kenapa data ini enggak benar, kami unduh data itu dari mereka kok."
Di sisi lain, Haris Azhar mengaku sedang mempertimbangkan untuk melaporkan balik Menteri Luhut Panjaitan soal dugaan kejahatan ekonomi dan investasi di Papua.
"Kami sedang menyusun pelaporan dan bukti spesifiknya. Sementara itu kami fokus pada pemeriksaan hari ini," ungkap Julius Ibrani.
Apakah kasus ini bisa diselesaikan dengan restorative justice?
Kapolri Listyo Sigit berulang kali mengingatkan jajarannya untuk mengedepankan restorative justice atau langkah damai dalam menyelesaikan perkara yang berkaitan dengan pelanggaran UU ITE.
Mekanisme itu digulirkan setelah gencarnya kritik atas penggunaan pasal karet dalam UU ITE lantaran dianggap membungkam kritik dan menghalangi kebebasan berpendapat.
Pengacara Haris dan Fatia, Julius Ibrani, mengatakan pendekatan jalan damai untuk kasus ini tidak berjalan baik.
Karena polisi berat sebelah dalam menerapkannya.
"Pada pemanggilan pertama, Luhut ke AS dan itu tidak dipermasalahkan oleh penyidik. Tapi saat klien kami dipanggil kedua kalinya, klien kami tidak bisa hadir karena penugasan ke Papua. Namun dianggap mangkir dan langsung 'digas' status kasus ini ke penyidikan."
"Ini kan enggak benar prosesnya."
Kendati demikian, Julius berkata upaya jalan damai masih bisa memiliki peluang dan kliennya siap untuk meminta maaf, asalkan pihak Luhut memaparkan data tandingan yang menyanggah hasil riset tersebut.
"Jangankan minta maaf, kami cabut dan revisi (hasil riset) itu, kami siap. Tapi kan kami enggak tahu yang mana yang salah? Kalau tidak tahu, apa yang mau kami cabut dan minta maafkan?"
Apa kata polisi?
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Endra Zulpan, menekankan penyidik bekerja sesuai fakta hukum dalam penetapan tersangka terhadap aktivis Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
Bahkan, klaimnya, penyidik tidak tergesa-gesa dalam menetapkan status tersangka.
"Kami tidak pernah melihat faktor lain terutama apa yang mereka sampaikan, politis dan sebagainya," kata Endra Zulpan, Senin (21/3).
"Kalau dilihat penerapan tersangka tidak tergesa-gesa. Waktu penetapan tersangka ini hampir lima bulan. Jadi cukup lama penyidik mempelajari kasus ini."
Zulpan juga menambahkan penyidik mengedepankan upaya restorative justice dengan mengagendakan mediasi antara Luhut dan Haris-Fatia. Hanya saja, mediasi gagal lantaran kedua belah pihak tidak kunjung bertemu.
UU ITE jadi alat balas dendam
Pakar hukum pidana dari Universitas Parahyangan, Agustinus Pohan, menilai UU ITE sudah menjadi alat balas dendam terutama kepada lawan politik.
Ia merujuk pada sejumlah kasus penersangkaan kepada orang-orang yang berseberangan dengan pemerintah seperti Jumhur Hidayat dan Ahmad Dhani.
"UU ITE ini 'diperalat' untuk mengkriminalisasi lawan-lawan. Ini adalah suatu alat untuk bisa melakukan pembalasan terhadap pihak yang lain," imbuh Agustinus Pohan.
Untuk kasus Haris-Fatia, dia menilai tidak layak diteruskan. Sebab apa yang disampaikan keduanya merupakan kritik terhadap pejabat publik.
"Kalau kritik maka tidak boleh dikriminalisasi. Tapi hal semacam ini selalu tergantung angle mana kita mau gunakan. Satu sisi kritik, sisi lain mencemarkan nama baik."
Menurut Agustinus, pendekatan hukum pidana tidak lagi tepat untuk menggugat seseorang atas sangkaan pencemaran nama baik. Pasalnya delik itu bersifat personal.
Sehingga, katanya, akan lebih tepat jika penggugat maupun penyidik menggunakan hukum perdata.
"Karena (pencemaran nama baik) ini sesuatu yang personal, bukan sesuatu yang sifatnya publik. Kalau semua dipidana, maka mudah sekali orang masuk penjara."
"Kalau perdata kan, paling putusannya ganti rugi. Sebab yang penting kan pernyataan atau putusan dari pengadilan. Itu cara yang lebih enak."
Berita Terkait
-
5 Sandal Jelly Lokal Terbaik Bikin Melissa Minder, Kualitas Juara Tak Perlu Diragukan!
-
7 Merek Vitamin Pemulihan Otot Setelah Lari, Bantu Tubuh Cepat Fit dan Segar
-
Said Iqbal Protes Polisi Blokade Aksi Buruh ke Istana, Singgung Cara Militeristik
-
Daftar Harga HP OPPO Terbaru Desember 2025: Lengkap Seri A, Reno, hingga Flagship
-
Pengisian Baterai Kendaraan Listrik Meningkat Hampir Tiga Kali Lipat pada Nataru 2025/2026
Terpopuler
- 5 Motor Matic Paling Nyaman & Kuat Nanjak untuk Liburan Naik Gunung Berboncengan
- 4 Rekomendasi Cushion dengan Hasil Akhir Dewy, Diperkaya Skincare Infused
- 5 HP RAM 8 GB Memori 256 GB Harga Rp1 Jutaan, Terbaik untuk Pelajar dan Pekerja
- Diminta Selawat di Depan Jamaah Majelis Rasulullah, Ruben Onsu: Kaki Saya Gemetar
- Daftar Promo Alfamart Akhir Tahun 2025, Banyak yang Beli 2 Gratis 1
Pilihan
-
Cerita 1.000 UMKM Banyuasin: Dapat Modal, Kini Usaha Naik Kelas Berkat Bank Sumsel Babel
-
Seni Perang Unai Emery: Mengupas Transformasi Radikal Aston Villa
-
Senjakala di Molineux: Nestapa Wolves yang Menulis Ulang Rekor Terburuk Liga Inggris
-
Live Sore Ini! Sriwijaya FC vs PSMS Medan di Jakabaring
-
Strategi Ngawur atau Pasar yang Lesu? Mengurai Misteri Rp2.509 Triliun Kredit Nganggur
Terkini
-
Rakyat Jakarta Nombok! Said Iqbal Desak Pramono Anung Naikkan UMP 2026 Jadi Rp5,89 Juta
-
30 Tahun Menanti, Jalan Rusak di Karet Tengsin Akhirnya Mulus dalam Sebulan
-
Sebut Penanganan Banjir Sumatera Terburuk, Ray Rangkuti: Klaim Pemerintah Mudah Dipatahkan Medsos
-
Seskab Teddy Respons Pihak yang Bandingkan Penanganan Bencana: Tiap Bencana Punya Tantangan Sendiri
-
Saat Orasi Membakar Semangat, PKL Raup Cuan di Tengah Demo Buruh Tolak Kenaikan UMP 2026
-
Pemerintah Kaji Program Work from Mal, APBI Sebut Sejalan dengan Tren Kerja Fleksibel
-
KSAD Bongkar Ada Upaya Sabotase, Lepas Baut Jembatan Bailey di Wilayah Bencana
-
Lebih Rendah dari Bekasi dan Karawang, Buruh Desak Pramono Anung Revisi UMP Jakarta
-
Panglima TNI Respons Pengibaran Bendera GAM: Jangan Ganggu Pemulihan Bencana
-
Said Iqbal Protes Polisi Blokade Aksi Buruh ke Istana, Singgung Cara Militeristik