Suara.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan telah terjadi pelanggaran HAM atas kematian Freddy Nicolaus Andi S Siagian, tersangka kasus narkoba yang meregang nyawa saat mendekam di Rumah Tahanan Polres Metro Jakarta Selatan.
"Terhadap peristiwa kematian (Freddy) tahanan Polres Metro Jakarta Selatan pada 13 Januari 2022 telah terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia," kata Analis Pelanggaran HAM Komnas HAM, Nina Chesly saat konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (20/4/2022).
Dia merinci pelanggaran HAM terhadap Freddy berupa hak hidup, hak untuk memperoleh keadilan, dan hak atas kesehatan.
"(Serta) hak untuk terbebas dari penyiksaan, perlakuan tidak manusiawi, penghukuman yang kejam, dan merendahkan martabat," imbuh Nina.
Dari pemantauan yang dilakukan Komnas HAM, memang ditemukan kematian Freddy disebabkan penyakit imun yang dideritanya. Namun Nina menyebut hal itu tidak menjadi penyebab utama tewasnya Freddy.
"Disamping penyebab kematian akibat penyakit metabolism, juga diterangkan adanya tindak kekerasan terhadap saudara Freddy berupa luka-luka lecet pada bokong dan keempat anggota gerak serta memar-memar di anggota gerak atas tubuh korban akibat benda tumpul," ungkapnya.
Penyiksaan berupa tindak kekerasan terhadap Freddy diduga dialami sejak mendekam di rumah tahanan Polres Metro Jakarta Selatan, usai ditangkap di Bali pada 16 Desember 2021 atas kepemilikan narkoba jenis ganja.
Selama Freddy ditahan diduga mengalami kekerasan berupa pemukulan, disetrum, disundut rokok, dan tidak diberikan makanan karena tak memenuhi permintaan uang.
Selain penyiksaan, Freddy juga menjadi korban pemerasan. Temuan Komnas HAM, ada beberapa bukti permintaan uang kepada keluarganya sebesar Rp 15 juta yang ditujukan sebagai uang sewa kamar.
"Sebagaimana terdapat bukti komunikasi antara korban kepada keluarga dan teman-teman korban yang meminta uang sejumlah Rp15 juta dan terdapat bukti pengiriman uang ke dua nomor rekening yang diberikan korban dengan total uang senilai Rp3.350.000," kata Nina.
Atas temuan itu, Komnas mengeluarkan rekomendasinya kepada Kapolda Metro Jaya di antaranya, melakukan penyelidikan atas peristiwa kematian korban dengan berbagai tindakan yang dialaminya saat ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Selatan yang meliputi kekerasan fisik, permintaan sejumlah uang dan penggunaan telepon seluler di dalam sel.
Melakukan penegakan hukum terhadap pelaku yang terbukti melakukan pelanggaran baik berupa etik, disiplin, dan tindak pidana. Segera melakukan upaya perbaikan tata kelola tahanan di Polres Metro Jakarta Selatan maupun Polres lainnya di wilayah Polda Metro Jaya untuk memastikan tidak berulang kembali peristiwa
serupa.
Menambah jumlah unit CCTV untuk memperluas jangkauan guna pengawasan yang lebih luas atas pengelolaan tahanan kepolisian. Kemudian, mengupayakan semaksimal mungkin untuk melakukan langkah-langkah mengurangi jumlah penghuni yang berlebihan di sel Rutan Polisi.
"Terakhir, melakukan pemeriksaan kesehatan yang lebih dalam terhadap setiap calon penghuni dan penghuni tahanan secara berkala, khususnya akses pelayanan kesehatan terhadap tahanan yang sakit maupun mencegah terjadinya penularan penyakit di antara sesama tahanan," kata Nina.
Kejanggalan Tewasnya Freddy
Diketahui, berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan KontraS, Freddy awalnya ditangkap di Bali pada 16 Desember 2021 karena kepemilikan ganja.
“Bahwa berdasarkan keterangan saksi menyebutkan, pada saat ditangkap di Bali, korban sempat disekap di villa selama satu minggu,” kata Badan Pekerja KontraS, Rivanlee Anandar kepada Suara.com lewat keterangan tertulisnya, Jumat (1/4/2022).
Kemudian dugaan penyiksaan berlanjut di selama Freddy mendekam di sel tahanan Polres Metro Jakarta Selatan. Hal itu berdasarkan pengakuannya kepada keluarga.
“Selain mengalami penyiksaan, korban juga mengalami pemerasan selama berada dalam tahanan di Polres Jakarta Selatan, hal ini terbukti karena korban seringkali menghubungi pihak keluarga maupun kerabatnya untuk meminta bantuan sejumlah uang, guna keperluan pembayaran kamar,” ungkap Rivanlee.
Freddy merupakan pengidap HIV dan mengonsumsi obat jantung sehari-hari. Selama berada di tahanan, dia sempat dilarikan ke rumah sakit, karena kondisi kesehatannya menurun hingga meninggal dunia pada 13 Januari 2022.
Namun, dugaan penyiksaan yang dialami Freddy semakin diperkuat dengan sejumlah bekas luka yang ditemukan di sekujur tubuhnya.
“Terdapat luka lecet seperti kulit terkelupas di belakang punggung dan lengan kanan, beberapa bagian dada membiru. Pada bagian tulang kering kaki kiri sudah berwarna hitam lebam, dan di sekitarnya terlihat banyak bekas luka berbentuk bulat yang baru mulai mengering,” unggkap Rivanlee.
“Tulang penghubung ke arah jari kelingking kaki kiri terlihat patah dan masuk ke dalam ditambah luka di bagian ujung kuku seperti terinjak sesuatu,” lanjutnya.
Karenanya KontraS menduga kuat Freddy menjadi korban penyiksaan hingga akhirnya meninggal dunia.
“Kami mengindikasikan benar telah terjadi tindak penyiksaan terhadap korban. Tidak hanya tindak penyiksaan, kelalaian pihak kepolisian Polres Jakarta Selatan dalam memberikan perawatan khusus bagi tahanan yang menderita sakit keras menjadi penting untuk disoroti. Sebagaimana diatur dalam Pasal 58 KUHAP bahwa tersangka yang berhak untuk mendapatkan perawatan kesehatan,” tegasnya.
Berita Terkait
-
Ketua Komnas HAM Balas Laporan AS: Apa Peran Amerika Selama Ini untuk HAM Indonesia?
-
Sebut Laporan HAM Indonesia Buatan AS Tak Penting dan Politis, Ketua Komnas HAM: Biarkan Saja!
-
Legislator Minta Tak Ada Spekulasi Kaitkan Pernyataan AS soal PeduliLindungi dengan Konflik Ukraina-Rusia
-
Kemenkominfo: Tak Ada Pelanggaran HAM dalam Penerapan Aplikasi PeduliLindungi
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Apa Jabatan Nono Anwar Makarim? Ayah Nadiem Makarim yang Dikenal Anti Korupsi
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Dicopot
Pilihan
-
Studi Banding Hemat Ala Konten Kreator: Wawancara DPR Jepang Bongkar Budaya Mundur Pejabat
-
Jurus Baru Menkeu Purbaya: Pindahkan Rp200 Triliun dari BI ke Bank, 'Paksa' Perbankan Genjot Kredit!
-
Sore: Istri dari Masa Depan Jadi Film Indonesia ke-27 yang Dikirim ke Oscar, Masuk Nominasi Gak Ya?
-
CELIOS Minta MUI Fatwakan Gaji Menteri Rangkap Jabatan: Halal, Haram, atau Syubhat?
-
Hipdut, Genre Baru yang Bikin Gen Z Ketagihan Dangdut
Terkini
-
Temuan Baru: Brimob Dalam Rantis Sengaja Lindas Affan Kurniawan
-
PAN Tolak PAM Jaya Jadi Perseroda: Khawatir IPO dan Komersialisasi Air Bersih
-
CEK FAKTA: Isu Pemerkosaan Mahasiswi Beralmamater Biru di Kwitang
-
Blusukan Gibran Picu Instruksi Tito, Jhon: Kenapa Malah Warga yang Diminta Jaga Keamanan?
-
DPR Sambut Baik Kementerian Haji dan Umrah, Sebut Lompatan Besar Reformasi Haji
-
CEK FAKTA: Viral Klaim Proyek Mall di Leuwiliang, Benarkah?
-
Aktivis '98: Penangkapan Delpedro adalah 'Teror Negara', Bukan Kami yang Teroris
-
Menteri PKP Ara Minta Pramono Sediakan Rumah Tapak di Jakarta Pakai Aset Pemerintah
-
Ngadu ke DPR, Ojol Bongkar Praktik 'Beli Order' dan Tagih Janji Kesejahteraan yang Terlupakan
-
IHSG Tertekan, Rupiah Melemah, Pegiat ke Purbaya: Tugasmu Berat, Lawan Kesongonganmu