Suara.com - Sasmito Madrim dari AJI yang sempat diserang di ranah digital tegaskan pentingnya UU Perlindungan Data Pribadi guna menjamin data pribadi warga negara, termasuk jurnalis.
Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Sasmito Madrim, tiba-tiba menerima notifikasi WhatsApp bahwa nomornya telah didaftarkan pada perangkat lain. Seketika nomor tersebut tidak bisa menerima panggilan telepon dan menerima SMS.
Ini terjadi Rabu, 23 Februari 2022, sekitar pukul 18.15 WIB. Tak hanya itu, upaya pembobolan juga menyasar ke akun Instagram, Facebook, dan Twitter milik Sasmito. Seluruh postingan Instagram dihapus, nomor pribadi disebarluaskan, hingga foto profil facebook diganti gambar porno.
Peretasan berlanjut pada 24 Februari 2022. Beragam informasi hoaks yang mencantumkan nama dan foto Sasmito terbit di media sosial dengan berbagai narasi. Mulai dari mendukung pemerintah membubarkan FPI, hingga mendukung pemerintah membangun Bendungan Bener di Purworejo.
"Semua pernyataan tersebut adalah palsu atau tidak pernah diucapkan. Hoaks. Ini dinilai ingin membenturkan AJI Indonesia dengan organisasi masyarakat sipil lainnya," kata Sasmito pada DW Indonesia.
Kejadian serupa tidak hanya menimpa Sasmito. Data Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, menunjukan tren kasus kekerasan berbasis digital cenderung meningkat. Sepanjang tahun 2020 tercatat 5 kasus. Tahun 2021 juga terjadi 5 kasus kekerasan berbasis digital. Sedangkan tahun 2022, hingga April sudah terjadi 3 kasus penyerangan digital terhadap jurnalis.
"Ini sangat mengancam kebebasan pers dan trennya meningkat," tutur Sasmito.
Tidak jauh disampaikan dosen Komunikasi Universitas Bengkulu, Verani Indiarma. Menurutnya, segala bentuk kekerasan digital yang dialami jurnalis ketika menjalankan tugas melayani kepentingan publik dapat mengancam kebebasan pers di Indonesia.
Verani mengatakan pemerintah harus bersikap serius menghadapi ancaman ini. "Jika jurnalis terancam maka independensinya menjadi terganggu, jurnalis takut untuk melakukan peliputan dan berita-berita yang sifatnya menyangkut kepentingan publik bisa-bisa tidak diliput lagi, karena jurnalisnya takut," ujar Verani Indiarma.
Baca Juga: Update, Google Hapus Hasil Pencarian Data Pribadi Kamu
"UU No 40 (Tahun 1999) kita tahu belum mengatur secara detail tentang kekerasan berbasis digital, jadi sudah saatnya pemerintah, Dewan Pers, bersama pihak terkait untuk duduk bersama memikirkan regulasi seperti apa yang tepat sehingga ke depan tidak ada lagi kekerasan digital yang mengancam kerja jurnalis di Indonesia," ujarnya.
Pentingnya UU Perlindungan Data Pribadi Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet), Damar Juniarto, mengatakan saat ini satu-satunya acuan hukum dari kekerasan digital adalah UU ITE. Namun dalam pelaksananannya masih belum banyak membantu penyelesaian kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis di ranah digital.
"Semisal untuk doxing yang menempati problem serangan, sampai sekarang aduan jurnalis ke pihak penegak hukum belum ada kemajuan," katanya. Sasmito dari AJI juga menyayangkan hal ini. Akibatnya, proses pengusutan ketika seorang jurnalis menjadi korban akan lamban dan sulit. Seperti halnya kasus peretasan yang pernah dialaminya.
"Sepanjang tidak ada ancaman pembunuhan, atau sifatnya mengancam, maka prosesnya tidak akan berlanjut. Ini sebagai akibat dari segi regulasi masih sangat terbatas," ujar Sasmito. Ia mengatakan negara harus hadir untuk membuktikan dan mengungkap kasus kekerasan berbasis digital dengan cepat.
"Lagi-lagi pentingnya UU Perlindungan Data Pribadi, untuk memberikan jaminan data pribadi setiap warga negara termasuk jurnalis."
Tantangan dalam ekosistem digital Damar juga mengatakan ekosistem digital memberikan banyak tantangan bagi kerja jurnalisme. Mulai dari sisi teknis yakni dengan begitu mudahnya membuat media. Seperti bisa membuat situs web sendiri atau memanfaatkan platform teknologi yang tersedia wordpress, medium, youtube, dan lainnya.
Berita Terkait
-
Di Ambang Pemecatan, Xabi Alonso Akui Nikmati Semua Tekanan di Real Madrid
-
Gaji Rp15 M Per Pekan Ditolak Mentah-mentah, Bruno Fernandes Pilih Setia di MU
-
Eks Pejabat KPI Tepis Tudingan Jaksa Atur Penyewaan Kapal dan Ekspor Minyak
-
Sumardji Angkat Tangan, Resmi Tinggalkan Kursi Manajer Timnas Indonesia
-
Temui Warga Aceh Tamiang, Prabowo: Minta Maaf kalau Masih Belum Terbantu
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- Nikmati Segarnya Re.juve Spesial HUT ke-130 BRI: Harga Istimewa Mulai Rp13 Ribu
Pilihan
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
-
6 HP Snapdragon RAM 8 GB Termurah: Terbaik untuk Daily Driver Gaming dan Multitasking
-
Analisis: Taktik Jitu Andoni Iraola Obrak Abrik Jantung Pertahanan Manchester United
Terkini
-
Antrean Panjang di Stasiun, Kenapa Kereta Api Selalu Jadi Primadona di Periode Libur Panjang?
-
Kasus Deforestasi PT Mayawana, Kepala Adat Dayak Penjaga Hutan di Kalbar Dijadikan Tersangka
-
Eks Pejabat KPI Tepis Tudingan Jaksa Atur Penyewaan Kapal dan Ekspor Minyak
-
Diperiksa KPK Soal Korupsi Haji, Gus Yaqut Pilih Irit Bicara: Tanya Penyidik
-
Buka-bukaan Kerry Riza di Sidang: Terminal OTM Hentikan Ketergantungan Pasokan BBM dari Singapura
-
MBG Dinilai Efektif sebagai Instrumen Pengendali Harga
-
Ultimatum Keras Prabowo: Pejabat Tak Setia ke Rakyat Silakan Berhenti, Kita Copot!
-
Legislator DPR: YouTuber Ferry Irwandi Layak Diapresiasi Negara Lewat BPIP
-
Racun Sianida Akhiri Pertemanan, Mahasiswa di Jambi Divonis 17 Tahun Penjara
-
Ramai Narasi Perpol Lawan Putusan MK, Dinilai Tendensius dan Tak Berdasar