Suara.com - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan terdapat sejumlah produk obat untuk perawatan pasien kanker dan diabetes yang hingga kini belum masuk dalam daftar Folmularium Nasional karena perdebatan efektifitas dan biaya yang relatif mahal.
"Ada yang meminta agar obat ini segera dimasukkan ke FORNAS, ada yang dari dokternya, pengusahanya, pasiennya, dan asosiasinya. Itu masih pro dan kontra," kata Budi Gunadi Sadikin saat menghadiri rapat dengar pendapat bersama BPJS Kesehatan di Komisi IX DPR RI yang diikuti dari YouTube di Jakarta, Senin (4/7/2022).
Produk farmasi yang dimaksud di antaranya obat untuk kanker paru yang masuk kategori PD-L1 inhibitor. Berdasarkan data ilmiah, obat itu bisa menambah potensi hidup pasien selama 3,9 bulan, dibandingkan terapi standar.
Tapi biaya yang dibutuhkan setiap kali pengobatan mencapai Rp100 juta dan harus diulang setiap tiga pekan sekali.
"Jadi, sebulan minimal Rp200 juta sampai terjadi perburukan, karena obat ini tidak menyembuhkan tapi hanya menunda (kematian)," katanya.
Produk obat kedua yang juga menjadi perdebatan adalah obat untuk kanker kolorektal yang masuk kategori VEGF
inhibitor.
Menurut Budi studi secara ilmiah menunjukkan penambahan usia hidup pasien selama 2,6 bulan bila dibandingkan terapi standar. Biaya yang dibutuhkan untuk meningkatkan 1 tahun usia hidup pasien berkisar Rp837 juta sampai Rp890 juta.
Kemudian juga ada obat untuk pasien diabetes yang masuk kategori SGLT2 inhibitor dengan efektivitas yang sama dengan obat yang sudah ada di FORNAS. "Tapi biaya yang dibutuhkan per bulan lebih tinggi dua sampai empat kali lipat," katanya.
Menurut Budi ketiga obat itu didiskusikan saat pembahasan di forum FORNAS 2021. Hasil rekomendasi dari Komite Nasional Seleksi Obat yang terdiri atas perwakilan Kemenkes, BKKBN, BPJS Kesehatan, BPOM RI dan para ahli dari departemen farmasi perguruan tinggi memutuskan ketiga produk obat itu tidak masuk rasio manfaat dari biaya.
Baca Juga: Obat Kanker Payudara Produksi AstraZeneca Dinilai Berhasil Meningkatkan Kelangsungan Hidup Pasien
"Kecuali memang biayanya bisa diturunkan oleh produsen secara drastis, karena biasanya biaya produksi obat-obatan itu murah sekali kalau mereka sudah masuk ke taraf produksi," ujarnya.
Budi mengatakan obat lainnya yang masih dalam proses kajian penilaian teknologi kesehatan adalah obat kanker payudara yang masuk kategori HER2 reseptor antagonis. "Hasilnya belum keluar," katanya.
Obat-obatan lain yang juga cukup ramai dibicarakan adalah jenis insulin berkekuatan tinggi di atas 300 internasional unit per milimeter.
"Ini tidak dimasukkan dalam fasilitas kesehatan primer, tapi bisa diberikan di fasilitas kesehatan di atasnya karena konsederasi keamanan. Tingginya dosis yang akan diberikan ini membutuhkan tenaga kesehatan spesialistik untuk memberikan dosis yang sesuai, karena kalau tidak akan berdampak buruk terhadap pasien," ujarnya.
Merespons perdebatan tersebut, kata Budi, Kementerian Kesehatan menyerahkan seluruh keputusannya pada Komite Nasional Seleksi Obat untuk dilakukan kajian rasio manfaat dan risiko.
"Jadi, berapa besar manfaatnya terhadap risiko efek sampingannya juga rasio manfaat biaya," katanya.
Tag
Berita Terkait
-
FORNAS VIII/2025 Dongkrak Industri Olahraga Nasional, Gerakan Ekonomi Lokal
-
Melihat Olahraga Unik di FORNAS 2025, dari Balogo hingga Sumpit Suku Dayak
-
Mengapa Fornas NTB Viral? Panitia Jelaskan Duduk Perkara Lomba Binaraga
-
FORNAS 2025 Berlangsung di NTB: Persiapan Makin Matang, Dapat Dukungan Apparel Resmi
-
FORNAS VIII Digelar, Hidupkan Industri Olahraga Potensi Perputaran Uang Miliaran Rupiah
Terpopuler
- Lupakan Louis van Gaal, Akira Nishino Calon Kuat Jadi Pelatih Timnas Indonesia
- Mengintip Rekam Jejak Akira Nishino, Calon Kuat Pelatih Timnas Indonesia
- 7 Mobil Keluarga 7 Seater Seharga Kawasaki Ninja yang Irit dan Nyaman
- Link Download Logo Hari Santri 2025 Beserta Makna dan Tema
- Baru 2 Bulan Nikah, Clara Shinta Menyerah Pertahankan Rumah Tangga
Pilihan
-
Prabowo Isyaratkan Maung MV3 Kurang Nyaman untuk Mobil Kepresidenan, Akui Kangen Naik Alphard
-
Suara.com Raih Penghargaan Media Brand Awards 2025 dari SPS
-
Uang Bansos Dipakai untuk Judi Online, Sengaja atau Penyalahgunaan NIK?
-
Dedi Mulyadi Tantang Purbaya Soal Dana APBD Rp4,17 Triliun Parkir di Bank
-
Pembelaan Memalukan Alex Pastoor, Pandai Bersilat Lidah Tutupi Kebobrokan
Terkini
-
Tepis Tudingan Menkeu Purbaya Dana 'Nganggur', KDM Tak Sudi jika Dikubuli Anak Buah: Saya Pecat!
-
Profil Kontras Heri Gunawan: Politisi Gerindra Pro-Rakyat, Diduga Korupsi CSR BI, Beri Mobil Mewah
-
Nekat Gugurkan Kandungan 8 Bulan Demi Pekerjaan, Wanita di Bekasi Ditangkap Polisi
-
Babak Baru Korupsi Dana CSR BI, KPK Sita Mobil Staf Ahli Anggota DPR Heri Gunawan
-
Meski Hampir Rampung, Istana Ogah Buru-buru Terbitkan Perpres MBG
-
Belum Tahan Eks Ketua DPRD Jatim Kusnadi karena Alasan Sakit, KPK: Sakitnya Menular atau Tidak?
-
Istana Beri Sinyal Mobil Nasional Masuk PSN, Danantara Siap Jalankan Proyek?
-
Tega Aborsi Bayi karena Ngeluh Sulit Dapat Kerja, Wanita di Bekasi Ditahan Polisi
-
Prabowo Mau Disogok Rp16,5 Triliun dan Hashim Rp25 Triliun, Begini Respons Istana
-
Polemik Dana Pemprov yang 'Parkir': Mengapa Jabar Bantah, DKI 'Jujur', dan BI Buka Data?