Suara.com - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyatakan Keputusan Presiden tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Masa Lalu adalah perintah peraturan perundang-undangan.
"Terkait dengan Keppres Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Masa Lalu, itu adalah perintah peraturan perundang-undangan," kata Mahfud saat memberikan keterangan pers, hari ini.
Mahfud menjelaskan sebelumnya MPR melalui Ketetapan MPR Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan dan Kesatuan Nasional memerintahkan pemerintah untuk membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
Komisi ini bertugas menegakkan kebenaran dengan mengungkapkan penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran HAM pada masa lampau, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan rekonsiliasi dalam perspektif kepentingan bersama sebagai bangsa.
Kemudian, ada pula Pasal 47 UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Dalam Pasal 47 ayat (1) UU Pengadilan HAM, disebutkan bahwa untuk pelanggaran HAM yang berat yang terjadi sebelum diberlakukan-nya undang-undang ini tidak menutup kemungkinan penyelesaiannya dilakukan oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
Kemudian, ayat (2) menyebutkan bahwa KKR sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk dengan undang-undang sehingga pemerintah membentuk Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.
"Dulu MPR membuat perintah, kemudian ada UU KKR. Dulu, perintahnya kan, penyelesaian HAM masa lalu itu dilakukan melalui dua jalur. Satu, yudisial. Dua non-yudisial. Yang non-yudisial bentuknya KKR, tapi kemudian UU KKR dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Mahfud.
Dengan demikian, dia mengatakan pemerintah saat ini membentuk tim penyelesaian non-yudisial untuk menangani pelanggaran HAM yang terjadi pada masa lalu sebagai pengganti KKR. Meskipun begitu, kata Mahfud, pembentukan tim non-yudisial tidak menghentikan penyelesaian kasus HAM masa lalu melalui jalur yudisial. "Yang yudisial kan terus berjalan," ucapnya.
Akan tetapi, Mahfud mengatakan penyelesaian kasus HAM masa lalu melalui jalur yudisial itu menghadapi kendala, seperti dalam kasus Timor Timur, Kejaksaan Agung yang selalu meminta Komnas HAM untuk memperbaiki bukti-bukti pelanggaran HAM itu, sedangkan Komnas HAM merasa bukti-bukti tersebut telah cukup.
Baca Juga: Mahfud MD Yakin Banyak Orang di Tubuh Polri Halangi Proses Penyelidikan Kasus Brigadir J
"Masalah teknis yuridis-nya, Kejaksaan Agung selalu meminta Komnas HAM memperbaiki. Komnas HAM selalu juga merasa sudah cukup. Padahal, Kejaksaan Agung itu kalah kalau tidak diperbaiki (kecukupan bukti), seperti yang sudah-sudah," ujar dia.
Karena persoalan bukti yang dinilai tidak cukup itu, Mahfud menyampaikan sebanyak 34 orang yang diduga terkait dengan kasus Timor Timur dibebaskan
"Sebanyak 34 orang dibebaskan oleh Mahkamah Agung karena Komnas HAM juga tidak bisa melengkapi bukti-bukti yang bisa meyakinkan hakim," ucap dia.
Dengan demikian, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini pun mengatakan pembentukan tim penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM masa lalu sebagai pengganti KKR yang telah dibatalkan MK juga ditujukan untuk mengatasi kendala dalam proses hukum seperti itu.
"Oleh sebab itu sudahlah yang itu, biar tidak bolak-balik Kejaksaan Agung, Komnas HAM, dan DPR, sampai menemukan formulasi, kita buka jalur yang non-yudisial ini sebagai pengganti KKR. Kalau KKR nunggu UU lagi, tidak jadi-jadi, sementara kita harus segera berbuat," tutur Mahfud.
Berikutnya, dia menegaskan tidak mempermasalahkan masyarakat yang memberikan kritik atas keppres tersebut.
Berita Terkait
-
Mahfud MD Tantang Menkeu Purbaya Usut Kasus Dugaan Pencucian Uang Rp189 Triliun dalam Impor Emas
-
Pujian Mahfud MD ke Menkeu Purbaya: Dia Tidak Membebani Rakyat
-
Ombudsman RI Saran RUU Perampasan Aset Harus Perjelas Kerugian Akibat Korupsi dan Langgar HAM
-
Cucu Mahfud MD Jadi Korban Keracunan MBG, Soroti Perbaikan Tata Kelola
-
Cucu Mahfud MD Keracunan Makan Bergizi Gratis: Kepala BGN Minta Maaf
Terpopuler
- Owner Bake n Grind Terancam Penjara Hingga 5 Tahun Akibat Pasal Berlapis
- Beda Biaya Masuk Ponpes Al Khoziny dan Ponpes Tebuireng, Kualitas Bangunan Dinilai Jomplang
- 5 Fakta Viral Kakek 74 Tahun Nikahi Gadis 24 Tahun, Maharnya Rp 3 Miliar!
- Promo Super Hemat di Superindo, Cek Katalog Promo Sekarang
- Tahu-Tahu Mau Nikah Besok, Perbedaan Usia Amanda Manopo dan Kenny Austin Jadi Sorotan
Pilihan
-
Jay Idzes Ngeluh, Kok Bisa-bisanya Diajak Podcast Jelang Timnas Indonesia vs Irak?
-
278 Hari Berlalu, Peringatan Media Asing Soal Borok Patrick Kluivert Mulai Jadi Kenyataan
-
10 HP dengan Kamera Terbaik Oktober 2025, Nomor Satu Bukan iPhone 17 Pro
-
Timnas Indonesia 57 Tahun Tanpa Kemenangan Lawan Irak, Saatnya Garuda Patahkan Kutukan?
-
Cuma Satu Pemain di Skuad Timnas Indonesia Sekarang yang Pernah Bobol Gawang Irak
Terkini
-
Dana Reses DPR Jadi Rp 702 Juta, Dasco Akui Ada Salah Transfer Rp 54 Juta yang Ditarik Kembali
-
Ponpes Al Khoziny Luluh Lantak, Gus Yahya Sebut Puncak Gunung Es Masalah Infrastruktur, Mengapa?
-
50 Mayat Teridentifikasi, 5 Potongan Tubuh Korban Ponpes Al Khoziny jadi 'PR' Besar DVI Polri
-
Pensiun Dini PLTU Ancam Nasib Pekerja, Koaksi Desak Pemerintah Siapkan Jaring Pengaman
-
Usut Aliran Dana Pemerasan K3, KPK Periksa Eks Dirjen Kemnaker Haiyani Rumondang
-
Ketakutan! Ledakan Dahsyat di SPBU Kemanggisan Jakbar Bikin Warga Kocar-kacir
-
Pengendara Mobil Gratis Masuk Tol KATARAJA, Catat Harinya!
-
Tragedi Ponpes Al Khoziny, ICJR Desak Polisi Sita Aset untuk Ganti Rugi Korban, Bukan Sekadar Bukti
-
Duar! Detik-detik Mengerikan Truk Tangki BBM Terbakar di SPBU Kemanggisan Jakbar, Apa Pemicunya?
-
Bantah Harga Kios Pasar Pramuka Naik 4 Kali Lipat, Begini Kata Pasar Jaya