Suara.com - Hanya pecundang yang masih memainkan isu islamofobia. Narasi islamofobia dengan memosisikan diri dan kelompoknya seolah korban kebijakan negara yang zalim, sejatinya merupakan isu yang berulang dan tidak strategis, kata Ketua Bidang Agama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Provinsi Lampung Ustaz Suparman Abdul Karim.
"Ini isu yang berulang. Sifatnya berulang dan tidak strategis. Akan tetapi bagi mereka yang pecundang sebetulnya juga inferior, ya, mungkin ini sudah menjadi hiburan bagi mereka, melakukan playing victim, merasa terzalimi, dan lain sebagainya," ujar Suparman dalam rilis BNPT, hari ini.
Menurut dia, maraknya kemunculan narasi ini karena kelompok radikal kerap menganggap isu ini sebagai isu yang paling efektif untuk menjaring simpati massa yang mayoritasnya penganut agama Islam.
"Karena inilah yang paling efektif untuk menyulut sensitivitas massa, yang mayoritas di negara Indonesia ini beragama Islam. Dikatakan laku, ya, tentunya laku hanya bagi kelompok mereka saja," ucap anggota Majelis Ulama Indonesia Provinsi Lampung.
Tokoh yang dikenal dengan ceramah kritis terkait dengan isu radikal dan terorisme ini juga menganggap isu islamofobia amat sarat akan kepentingan politik, khususnya oleh kelompok politik yang kerap menggunakan label keislaman.
Ia menilai kekalahan kelompok tersebut di pentas politik menjadi pemicu sikap playing victim mereka.
"Bisa diibaratkan seperti para pecundang yang tidak kesatria untuk mengakui kekalahannya, atau seperti anak kecil yang kurang perhatian. Ini menguat menjadi sebuah kepentingan bersama dari beberapa kelompok politik yang merasa terkalahkan," kata Owner and Founder Di Sedekah Seribu Sehari.
Oleh karena itu, Suparman menilai setidak ada dua hal guna mematahkan narasi islamofobia yang kerap kali berkembang di tengah masyarakat.
"Yang mesti dipatahkan pada kenyataannya di negara yang mayoritas muslim ini tidak ada sama sekali orang yang ketakutan terhadap Islam. Bangsa kita yang mayoritas muslim ini hidup tenang tenang saja, berislam dengan baik-baik saja," katanya.
Baca Juga: Ahmad Sahroni Melarang BNPT Pinjam Dana Luar Negeri untuk Tanggulangi Terorisme
Islamofobia sendiri sejatinya adalah isu yang dikembangkan di negara Barat setelah runtuhnya Gedung World Trade Center dan Pentagon. Orang-orang nonmuslim yang mayoritas di Amerika Serikat belum paham betul tentang Islam. Mereka menjadi ketakutan seolah-olah Islam ini mengajarkan radikalisme dan terorisme.
Kedua, pada kenyataannya yang terjadi ini adalah banyak yang mengajarkan ajaran radikal, dan mengarah kepada aksi terorisme dan intoleransi tetapi membalutnya sebagai ajaran Islam. Ketika dikritik, mereka malah putar balikkan bahwa ini bentuk dari intoleransi dan islamofobia.
Suparman mengatakan bahwa intinya semua pihak harus berani mematahkan narasi kelompok radikal sesuai dengan narasi yang mereka bawa dengan fakta dan dasar yang benar serta relevan.
"Hal-hal yang berasal dari pengaburan fakta akan terus digoreng guna menakut-nakuti khalayak ramai. Kalau ini dibiarkan terus, akan dianggap oleh masyarakat sebagai sebuah kebenaran," tuturnya.
Untuk itu, dia berharap ada ketegasan dari pemerintah untuk menertibkan hal ini melalui regulasi yang tepat, mengingat hal ini justru dapat menjadi ancaman terhadap persatuan bangsa.
"Ini sebetulnya yang harus dipertegas. Pemerintah harus lebih tegas dalam membuat aturan. Kerena playing victim ini ujung-ujungnya bermuara kepada fitnah, penyebaran berita bohong (hoaks). Hukum harus dikuatkan," kata Suparman. [Antara]
Berita Terkait
-
Bersama Kemendes, BNPT Sebut Pencegahan Terorisme Tidak Bisa Dilaksanakan Melalui Aktor Tunggal
-
Orang Tua Wajib Waspada! Kapolri Sebut Paham Ekstrem Kini Susupi Hobi Game Online Anak
-
Cara BNPT Perkuat Perlindungan Khusus Anak Korban Terorisme
-
110 Anak Direkrut Teroris Lewat Medsos dan Game, Densus 88 Ungkap Fakta Baru
-
Siswa Terduga Kasus Bom Rakitan di SMAN 72 Korban Bullying, Begini Kata Pengamat Teroris
Terpopuler
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 7 Mobil Bekas Keluarga 3 Baris Rp50 Jutaan Paling Dicari, Terbaik Sepanjang Masa
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- 5 Sepatu Running Lokal Selevel Asics Original, Kualitas Juara Harga Aman di Dompet
- 7 HP Samsung Seri A Turun Harga hingga Rp 1 Jutaan, Mana yang Paling Worth It?
Pilihan
-
Jadwal dan Link Streaming Nonton Rizky Ridho Bakal Raih Puskas Award 2025 Malam Ini
-
5 HP RAM 6 GB Paling Murah untuk Multitasking Lancar bagi Pengguna Umum
-
Viral Atlet Indonesia Lagi Hamil 4 Bulan Tetap Bertanding di SEA Games 2025, Eh Dapat Emas
-
6 HP Snapdragon RAM 8 GB Termurah: Terbaik untuk Daily Driver Gaming dan Multitasking
-
Analisis: Taktik Jitu Andoni Iraola Obrak Abrik Jantung Pertahanan Manchester United
Terkini
-
Diperiksa KPK Soal Korupsi Haji, Gus Yaqut Pilih Irit Bicara: Tanya Penyidik
-
Buka-bukaan Kerry Riza di Sidang: Terminal OTM Hentikan Ketergantungan Pasokan BBM dari Singapura
-
MBG Dinilai Efektif sebagai Instrumen Pengendali Harga
-
Ultimatum Keras Prabowo: Pejabat Tak Setia ke Rakyat Silakan Berhenti, Kita Copot!
-
Legislator DPR: YouTuber Ferry Irwandi Layak Diapresiasi Negara Lewat BPIP
-
Racun Sianida Akhiri Pertemanan, Mahasiswa di Jambi Divonis 17 Tahun Penjara
-
Ramai Narasi Perpol Lawan Putusan MK, Dinilai Tendensius dan Tak Berdasar
-
Jurus Prabowo Setop Wisata Bencana: Siapa Pejabat yang Disentil dan Mengapa Ini Terjadi?
-
Gus Yahya Ajak Warga Nahdliyin Bersatu Hadapi Tantangan, Terutama Bencana Sumatra
-
Ramai Patungan Beli Hutan, Memang Boleh Rimba Dibeli Dan Bagaimana Caranya?