Suara.com - Partai NasDem menanggapi santai munculnya istilah "Nasdrun" selepas partai yang dipimpin Surya Paloh mendeklarasikan Anies Baswedan menjadi bakal calon presiden 2024.
Ketua DPP Bidang Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai NasDem Effendi Choirie atau Gus Choi mengatakan dalam hidup tidak selalu bertemu dengan orang baik dengan narasi baik. Terkadang justru yang ditemui ialah orang-orang dengan sifat sebaliknya.
"Nggak apa-apa dalam hidup ini tidak bisa cari orang baik semua. Pasti ada ada orang tukang usil, iri, dengki, sirik, sombong, tukang fitnah, merasa benar sendiri, dan lain-lain. Itu memang warna dunia, semua ada," kata Gus Choi kepada wartawan, Selasa (11/10/2022).
Akibatnya, lanjut Gus Choi, berbagai narasi muncul, mulai dari yang positif dan negatif. Kendati begitu, menurut dia, semua narasi merupakan cerminan dari hati dan pikiran orang atau kelompok yang bersangkutan.
Apabila memang narasi baik maka mencerminkan orang tersebut baik. Begitu juga sebaliknya.
"Sebaliknya yang negatif cermin dari hati dan pikiran. Karena itu bagi NasDem nggak ada masalah. Ngomong apapun mereka, buruk atau baik berakibat pada mereka sendiri," ujar Gus Choi.
Ramai Sebutan NasDrun
Sebelumnya Kelompok relawan pendukung Anies Baswedan yang tergabung dalam Sekretariat Kolaborasi Indonesia (SKI) ikut angkat bicara soal ramainya sebutan 'Nasdrun' setelah Anies dijadikan Bakal Calon Presiden (Bacapres) dari Partai NasDem.
Sekjen SKI, Raharja Waluya Jati mengatakan, penyematan label Nasdrun itu sebagai manifestasi sikap rasis, glorifikasi politik identitas dan ekspresi kebencian bernuansa Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA).
Jati pun mengimbau kelompok masyarakat sipil untuk melakukan berbagai upaya melawan kejahatan moral tersebut.
”Rasisme dan kebencian yang diumbar-umbar itu bertujuan untuk terus menciptakan segregasi politik guna menjaga kepentingan elektoral pihak tertentu pada Pemilu 2024. Tindakan tersebut membahayakan persatuan bangsa dan menjadi ancaman bagi demokrasi Indonesia yang bermartabat,” ujar Jati kepada wartawan, Senin (10/10/2022).
Menurutnya, masyarakat boleh saja tidak setuju atau tak mau mendukung tokoh atau partai politik tertentu. Namun, pengekspresiannya lebih baik dilakukan lewat cara yang sehat.
Misalnya, seperti berargumen dan membantah atau mengkritik gagasan serta kebijakan yang tidak disepakati. Bukan dengan membuat cap atau label bernuansa rasis kepada pihak yang tidak disetujuinya.
”Pelabelan 'Nasdrun’ itu menunjukkan kekerdilan sikap dan ketidakmampuan bertarung di arena gagasan dan karya. Kami bersimpati dan memberikan dukungan kepada Nasdem yang telah membuka pintu perubahan dengan segala risiko politiknya,” lanjutnya.
Jati juga menyoroti soal upaya memberantas para pendengung atau buzzer yang belum optimal. Publik harus diberikan literasi luas agar tak terpengaruh para buzzer.
Ia juga menyebut pihaknya telah mengembangkan kegiatan literasi politik melalui Program Pendidikan Bernegara. Program ini bertujuan untuk menyemai sikap kritis warga terhadap narasi-narasi politik yang mengemuka di ruang publik dan juga untuk mengingatkan pentingnya mengembalikan demokrasi Indonesia kepada watak emansipasinya.
”Mereka juga memperoleh pemahaman, mengapa narasi yang dikembangkan buzzer tidak sesuai dengan tujuan bernegara dan kepentingan menjaga kualitas demokrasi Indonesia, serta bagaimana strategi terbaik warga negara untuk menghadapinya,” pungkas Jati.
Sebelumnya, sebutan 'Nasdrun' ramai di media sosial setelah Anies Baswedan dideklarasikan Partai NasDem sebagai Calon Presiden 2024 mendatang. Sebutan itu muncul diduga dari kelompok yang tak suka terhadap Anies.
Berita Terkait
-
Dituding Bapak Politik Identitas, Anies Baswedan Resmikan Gedung di Pura Aditya Jakarta, Ini Jasanya untuk Umat Hindu
-
Fahri Hamzah: Deklarasi Capres Mulai Picu Lagi Pembelahan di Masyarakat
-
Buzzer Pemecah Belah Mulai Beroperasi Usai NasDem Umumkan Anies Baswedan Bacapres 2024, Demokrat Sebut Rakyat Sudah Lelah
-
Sebutan NasDrun Ungkapan Tak Produktif, NasDem: Hentikan Idiom yang Bisa Memecah Belah Bangsa!
-
Pengamat Ungkap Kedekatan Pj Gubernur Jakarta dengan Jokowi: Publik Pantas Khawatir
Terpopuler
- KPK: Perusahaan Biro Travel Jual 20.000 Kuota Haji Tambahan, Duit Mengalir Sampai...
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
Pilihan
-
Media Lokal: AS Trencin Dapat Berlian, Marselino Ferdinan Bikin Eksposur Liga Slovakia Meledak
-
Rieke Diah Pitaloka Bela Uya Kuya dan Eko Patrio: 'Konyol Sih, tapi Mereka Tulus!'
-
Dari Anak Ajaib Jadi Pesakitan: Ironi Perjalanan Karier Nadiem Makarim Sebelum Terjerat Korupsi
-
Nonaktif Hanya Akal-akalan, Tokoh Pergerakan Solo Desak Ahmad Sahroni hingga Eko Patrio Dipecat
-
Paspor Sehari Jadi: Jurus Sat-set untuk yang Kepepet, tapi Siap-siap Dompet Kaget!
Terkini
-
Pengamat Intelijen: Kinerja Listyo Sigit Bagus tapi Tetap Harus Diganti, Ini Alasannya
-
Terungkap! Rontgen Gigi Hingga Tato Bantu Identifikasi WNA Korban Helikopter Kalsel
-
Misteri Dosen UPI Hilang Terpecahkan: Ditemukan di Lembang dengan Kondisi Memprihatinkan
-
Dugaan Badai PHK Gudang Garam, Benarkah Tanda-tanda Keruntuhan Industri Kretek?
-
Israel Bunuh 15 Jurnalis Palestina Sepanjang Agustus 2025, PJS Ungkap Deretan Pelanggaran Berat
-
Mengenal Tuntutan 17+8 yang Sukses Bikin DPR Pangkas Fasilitas Mewah
-
IPI: Desakan Pencopotan Kapolri Tak Relevan, Prabowo Butuh Listyo Sigit Jaga Stabilitas
-
Arie Total Politik Jengkel Lihat Ulah Jerome Polin saat Demo: Jangan Nyari Heroiknya Doang!
-
Sekarang 'Cuma' Dapat Rp65,5 Juta Per Bulan, Berapa Perbandingan Gaji DPR yang Dulu?
-
SBY: Seni Bukan Hanya Indah, Tapi 'Senjata' Perdamaian dan Masa Depan Lebih Baik