Suara.com - Pemilik baru Twitter, Elon Musk, menyalahkan kelompok aktivis yang menekan para pengiklan. Menyusul anjloknya pendapatan Twitter sehingga melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK massal untuk menghemat biaya.
Sang miliarder dan pemilik Tesla ngetwit bahwa para “aktivis” yang mengangkat kekhawatiran mengenai cara Twitter dimoderasi sedang “berusaha menghancurkan kebebasan berbicara di Amerika”.
Komentar tersebut muncul saat Twitter melakukan PHK secara luas di seluruh dunia pada hari Jumat (04/11/2022).
Berbagai laporan menyebutkan bahwa ribuan staf kehilangan pekerjaan mereka.
Yoel Roth, kepala divisi keamanan dan integritas Twitter, tampaknya mengonfirmasi dalam sebuah utas Twitter bahwa "kira-kira 50 persen" dari tenaga kerja Twitter telah di-PHK di seluruh perusahaan.
Kemudian hampir 2000+ moderator konten yang "bertugas memeriksa konten di garis depan tidak terdampak" oleh PHK.
Ia bersikeras bahwa semua pegawai yang di-PHK ditawari pesangon sebesar tiga bulan gaji, "yang 50 persen lebih besar dari yang diwajibkan oleh ketentuan hukum".
Menanggapi topik moderasi konten, ia berkata "komitmen kuat" Twitter tetap "tidak berubah sama sekali".
Banyak kelompok dan aktivis keamanan berinternet telah mengungkapkan kekhawatiran tentang rencana Musk untuk melonggarkan moderasi konten dan membalikkan larangan permanen yang diberikan Twitter kepada sejumlah sosok kontroversial, termasuk mantan presiden AS Donald Trump.
Baca Juga: Elon Musk Hingga Tony Blair Dipastikan Hadir di B20 Summit Bali
Sebuah email internal yang dikirimkan kepada para staf Twitter pada hari Jumat (04/11) mengatakan PHK massal "sayangnya diperlukan untuk memastikan kesuksesan perusahaan di masa depan".
Para staf mengonfirmasi di Twitter bahwa mereka telah dikeluarkan dari laptop kerja dan Slack, sistem perpesanan untuk kantor.
Banyak staf mengungkap bahwa mereka telah dipecat di berbagai divisi platform itu, memberi gambaran akan PHK di berbagai belahan dunia dan berdampak pada banyak departemen mulai dari pemasaran sampai enjinering.
Divisi yang terdampak PHK meliputi komunikasi, kurasi konten, dan pengembangan produk.
Sebuah tim yang fokus pada riset tentang bagaimana Twitter menggunakan algoritme – isu yang menjadi prioritas Musk – juga dipecat, menurut sebuah twit dari mantan manajer senior perusahaan. Tetapi kabar itu belakangan disangkal.
Hampir semua pendapatan Twitter saat ini berasal dari iklan dan Volkswagen (VW) termasuk di antara jenama yang berhenti memasang iklannya sejak Musk membeli perusahaan media sosial itu.
"Kami memantau situasinya dengan saksama dan akan menentukan langkah berikutnya sesuai perkembangannya," kata produsen mobil terbesar di Eropa itu.
Pada hari Kamis (03/11), produsen makanan General Mills, pemilik jenama seperti Cheerios dan Lucky Charms, mengambil langkah yang sama.
Mereka mengatakan mereka terus memantau arah baru Twitter dan ingin mengevaluasi belanja pemasaran perusahaan.
Jenama lainnya yang menghentikan sementara aktivitas berbayar di platform itu termasuk produsen mobil General Motors dan Audi, serta raksasa farmasi Pfizer.
Musk terus mencari cara untuk menghemat biaya dan menghasilkan uang dengan berbagai cara dari Twitter, termasuk rencana menerapkan ongkos langganan bulanan bagi para pengguna terverifikasi.
Ia juga mengusulkan bahwa mereka yang membayar $8 (Rp126.000) per bulan akan mendapatkan layanan tambahan yaitu Twit mereka akan didorong dalam balasan, sebutan, dan pencarian. Usulan ini menuai kritik dari beberapa orang di Twitter, yang mengatakan Musk menciptakan sistem dua tingkat yang akan menguntungkan mereka yang membayar.
Karyawan Twitter mengajukan gugatan class action pada hari Kamis (03/11) yang berargumen bahwa perusahaan itu melanggar undang-undang federal dan California, dengan melakukan PHK massal tanpa memberi kabar 60 hari sebelumnya.
Gugatan tersebut juga meminta pengadilan federal San Fransisco untuk memerintahkan Twitter agar tidak meminta karyawan yang di-PHK menandatangani dokumen yang melepaskan hak mereka tanpa memberi tahu mereka tentang kasus di pengadilan ini.
Shannon Liss-Riordan, pengacara yang mengoordinasikan kasus ini, mengatakan: "Kami mengajukan komplain ini ke pengadilan federal untuk memastikan bahwa Twitter akan dimintai pertanggungjawaban pada hukum kami, dan untuk menolong karyawan Twitter dengan membantu mereka memahami hak-hak mereka."
Sementara itu Twitter tidak menanggapi permintaan komentar dari BBC.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Bukan Denpasar, Kota Ini Sebenarnya Yang Disiapkan Jadi Ibu Kota Provinsi Bali
- Profil Djamari Chaniago: Jenderal yang Dulu Pecat Prabowo, Kini Jadi Kandidat Kuat Menko Polkam
- Tinggi Badan Mauro Zijlstra, Pemain Keturunan Baru Timnas Indonesia Disorot Aneh Media Eropa
Pilihan
-
6 Stadion Paling Angker: Tempat Eksekusi, Sosok Neti hingga Suara Misterius
-
Shell, Vivo Hingga AKR Bungkam Usai 'Dipaksa' Beli BBM dari Pertamina
-
Drama Stok BBM SPBU Swasta Teratasi! Shell, Vivo & BP Sepakat 'Titip' Impor ke Pertamina
-
Gelombang Keracunan MBG, Negara ke Mana?
-
BUMN Tekstil SBAT Pasrah Menuju Kebangkrutan, Padahal Baru IPO 4 Tahun Lalu
Terkini
-
Tak Ada Tawar Menawar! Analis Sebut Reformasi Polri Mustahil Tanpa Ganti Kapolri
-
Menjelajahi Jantung Maluku: "Buru Expedition" Wanadri Ungkap Kekayaan Tersembunyi Pulau Buru
-
Polemik Ijazah Gibran Tak Substansial tapi Jadi Gaduh Politik
-
Klarifikasi Ijazah Gibran Penting agar Tidak Ulangi Kasus Jokowi
-
Menkeu Purbaya Ultimatum ke Pengelolaan Program Makan Gratis: Nggak Jalan, Kita Ambil Duitnya!
-
Eks Kapolri Tegaskan Polri di Bawah Presiden: Perspektif Historis dan Konstitusional
-
J Trust Bank Desak Crowde Lebih Kooperatif dan Selesaikan Kewajiban
-
KPK: Penyidikan Korupsi Haji Tidak Mengarah ke PBNU
-
Ancol Rencanakan Reklamasi 65 Hektare, Pastikan Tak Gunakan Dana APBD
-
Dirut PAM Jaya Jamin Investor Tak Bisa Paksa Naikkan Tarif Air Pasca-IPO