Suara.com - Ibnu Khajar, terdakwa kasus penyelewengan dana bantuan untuak korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing 737 Max 8 nomor penerbangan JT-610 oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) melayangkan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Salah satu poin yang disampaikan yaitu agar majelis hakim menyatakan dakwaan JPU tidak dapat diterima atau batal demi hukum.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Ibnu Khajar dan dua terdakwa lain menjalani sidang secara daring. Adapun nota keberatan tersebut dibacakan oleh tim kuasa hukum Ibnu.
Pertama, kuasa hukum menilai dakwaan yang disusun oleh JPU tidak cermat. Misalnya, tidak menguraikan secara detail terkait peran Ibnu dalam perkara ini baik dalam dakwaan primer maupun dakwaan subsider.
Dalam dakwaan primer, kata kuasa hukum, JPU menggunakan Pasal 374 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1. Sedangkan, dalam dakwan subsider, JPU menggunakan Pasal 372 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1.
"Bahwa penuntut umum telah tidak cermat dalam menyusun surat dakwaan primer dan subsider. Hal ini dikarenakan penuntut umum tidak menguraikan dengan jelas apa dan bagaimana peran terdakwa dalam tindak pidana yang didakwakan terhadap terdakwa," kata kuasa hukum Ibnu, Selasa (22/11/2022).
Ibnu didakwa bersama Hariyana dan pendiri Yayasan ACT Ahyudin melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan penggelapan dana bantuan Boeing. Kuasa hukum menilai, JPU tidak menguraikan dan menyebutkan siapa pelaku lain yang melakukan 'penyertaan' dalam melakukan tindak pidana.
"Apabila terdakwa bersama-sama dengan Hariyana dan Ahyudin diposisikan sebagai 'yang melakukan' maka penuntut umum tidak menjelaskan siapa yang melakukan," tuturnya.
"Apabila terdakwa diposisikan sebagai pihak yang turut serta melakukan, maka penuntut umum tidak menjelaskan siapa pelaku utama dalam tindak pidana tersebut," tambahnya.
Baca Juga: Jaksa Cecar Eks Karyawan soal Awal Mula ACT Kelola Dana Bantuan Kecelakaan Pesawat Lion Air
Tak hanya itu, tim kuasa hukum juga menilai dakwaan JPU tidak cermat dalam menghitung dana implementasi Boeing. Kemudian, dakwan JPU dinilai tidak cermat dalam mengkalkulasi nama bank dan rekening bank terkait dana bantuan sosial Boeing tersebut.
Dari uraian itu, kuasa hukum Ibnu meminta majelis hakim untuk dapat mengabulkan nota keberatan yang dilayangkan. Majelis hakim juga diminta agar menyatakan dakwaan JPU batal demi hukum.
"Tiga, melepaskan terdakwa dari tahanan. Empat membebankan biaya perkara kepada negara."
ACT Gelapkan Dana Rp138 Miliar
Pada sidang perdana kasus dugaan penggelapan dana oleh ACT, JPU mengungkap ke mana larinya dana ahli waris korban Lion Air 610 sebesar Rp138 miliar. Dalam surat dakwaan dijelaskan kalau eks Presiden ACT Ahyuding bersama terdakwa lainnya menggunakan dana ahli waris untuk kepentingan pribadi.
Dalam sidang dijelaskan kalau perusahaan Boeing menyediakan dana sebesar USD 25 ribu sebagai Boeing Financial Assitance Fund untuk memberikan bantuan finansial yang diterima langsung oleh para keluarga atau ahli waris korban kecelakaan Lion Air 610.
Sebanyak 189 ahli waris korban mendapatkan santunan dari Perusahaan Boeing sebesar USD 144.320 atau Rp20 miliar. Selain itu, ahli waris juga mendapatkan dana santunan berupa dana sosial sebagai Boeing Community Investment Fund (BCIF) sebesar USD 144.500. BCIF sendiri merupakan bantuan filantropis kepada komunitas lokal yang terdampak dari kecelakaan.
Yayasan ACT ditunjuk oleh Perusahaan Boeing untuk dapat mengelola dana BCIF atau dana sosial. Hal tersebut juga telah disetujui oleh ahli waris.
Kemudian, Yayasan ACT mengajukan proposal yang kemudian disetujui oleh Boeing. Pada 25 Januari 2021, Yayasan ACT mendapatkan dana sebesar Rp138 miliar dalam rentang waktu 28 Januari 2021 hingga 29 April 2021.
Namun berdasarkan Laporan Akuntan Independen Atas Penerapan Prosedur Yang Disepakati Bersama Mengenai Penerimaan dan Pengelolaan Dana BCIF BOEING Tahun 2018 sampai dengan 2021 yang dibuat akuntan Gideon Adi Siallagan, ditemukan bahwa dana ACT sebesar Rp138 miliar itu yang benar-benar digunakan sesuai implementasi kegiatan Boeing hanya Rp20 miliar.
"Sedangkan sisa dana BCIF tersebut digunakan oleh terdakwa Ahyudin bersama-sama dengan saksi Ibnu Khajar dan saksi Hariyana tidak sesuai dengan implementasi Boeing dan malah digunakan bukan untuk kepentingan pembangunan fasilitas sosial sebagaimana yang ditentukan dalam Protocol BCIF adalah sebesar Rp117,982.530.997," demikian yang tertulis dalam surat dakwaan yang dikutip Suara.com, Selasa pekan lalu.
Oleh sebab itu, disimpulkan kalau terdakwa Ahyudin, saksi Ibnu Khajar dan saksi Hariyana telah menggunakan dana BCID sebesar Rp117,9 miliar di luar peruntukannya tanpa seizin dan sepengetahuan dari ahli waris korban kecelakaan Lion Air maupun pihak Boeing.
"Perbuatan terdakwa Ahyudin tersebut sebagaimana diatur dan diancama pidana dalam Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP".
Berita Terkait
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Bukan Septic Tank! Ternyata Ini Sumber Ledakan di Pamulang yang Rusak 20 Rumah
-
Nama PBNU Terseret Kasus Haji, KPK Buka Suara: Benarkah Hanya Incar Orangnya, Bukan Organisasinya?
-
Rentetan Kasus Keracunan Makan Bergizi Gratis, DPD Minta BGN Kurangi Jumlah Penerima MBG
-
Asmara Berujung Maut di Cilincing: Pemuda Tewas Dihabisi Rekan Sendiri, Kamar Kos Banjir Darah!
-
Video Gibran Tak Suka Baca Buku Viral Lagi, Netizen Bandingkan dengan Bung Hatta
-
KPK Ungkap Kasus Korupsi Kuota Haji, Libatkan Hampir 400 Biro Perjalanan
-
Nabire Diguncang Gempa Berkali-kali, Jaringan Internet Langsung Alami Gangguan
-
KPK Sita Uang Hingga Mobil dan Tanah dari Dirut BPR Jepara Artha dalam Kasus Kredit Fiktif
-
Terungkap! Modus Oknum Kemenag Peras Ustaz Khalid Basalamah dalam Kasus Kuota Haji
-
PWNU DKI Ingatkan soal Transformasi PAM Jaya: Jangan Sampai Air Bersih Jadi Barang Dagangan