Suara.com - Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno dan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mendatangi Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jakarta Pusat pada Kamis (25/5/2023) siang. Lalu apa tujuan keduanya mendatangi kantor PBNU siang ini?
Pantauan Suara.com di kantor PBNU, Yaqut Cholil atau yang kerap disapa dengan Gus Yaqut tiba di kantor PBNU sekira pukul 13.00 WIB. Ketika ditanyai perihal kedatangannya Gus Yaqut enggan berkomentar.
Sementara itu, Pratikno tiba di kantor PBNU sekitar pukul 14.00 WIB. Ia tidak membeberkan secara detail mengenai maksud kedatangannya ke PBNU siang ini.
"Aku diundang sama Pak Ketum (PBNU)," ujar Pratikno kepada wartawan.
Sebelumnya, PBNU kedatangan Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah. Dalam kesempatan itu, hadir Ketua Umum (PP) Muhammdidyah Haedar Nashir, Sekretaris Umum Muhammadiyah Abdul Mu'ti, Ketua PP Muhammdiyah Anwar Abbas beserra rombongan.
Mereka ditemui langsung oleh jajaran PBNU termasuk Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf. Selepas pertemuan, jajaran PBNU dan PP Muhammadiyah menggelar konferensi pers.
Salah satu topik yang dibahas, yakni soal politik identitas menjelang ajang Pemilu 2024. Gus Yahya dengan tegas menolak politik identitas pada Pemilu 2023. Khususnya, politik identitas yang membawa nama besar NU.
"Saya sering katakan, bahwa kita tidak mau ada politik berdasarkan identitas Islam. Bahkan kita tidak mau ada politik berdasarkan identitas NU," ucap Gus Yahya.
Gus Yahya menilai, politik identitas berbahaya karena berpotensi memecah belah masyarakat. Selain itu, dia menilai praktik politik identitas pada akhirnya hanya akan menguntungkan kelompok tertentu. Lantaran itu, PBNU mendorong adanya upaya politik yang lebih rasional dibandingkan politik identitas.
"Mengutamakan identitas primordial tanpa ada kompetisi yang lebih rasional, menyangkut hal yang lebih visioner dan tawaran agenda yang bisa dipersandingkan antar kompetitor," jelas Gus Yahya.
Sementara itu, Haedar Nashir menilai politik identitas akan menimbulkan polarisasi di masyarakat saat musim politik.
"Karena menyandarkan, maka sering terjadi politisasi sentimen atas nama agama ras suku golongan yang akhirnya membawa ke arah polarisasi," ujar Haedar.
Dia berharap para calon yang ikut kompetisi dalam Pemilu 2023 tidak memakai cara politik identitas untuk mendulang suara.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas Rp80 Jutaan: Dari Si Paling Awet Sampai yang Paling Nyaman
- 5 Sabun Cuci Muka Wardah untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Sehat dan Awet Muda
- 5 Shio yang Diprediksi Paling Beruntung di Tahun 2026, Ada Naga dan Anjing!
- Timur Kapadze Tolak Timnas Indonesia karena Komposisi Pemain
- 19 Kode Redeem FC Mobile 5 Desember 2025: Klaim Matthus 115 dan 1.000 Rank Up Gratis
Pilihan
-
Kekuatan Tersembunyi Mangrove: Bisakah Jadi Solusi Iklim Jangka Panjang?
-
Orang Pintar Ramal Kans Argentina Masuk Grup Neraka di Piala Dunia 2026, Begini Hasilnya
-
6 Rekomendasi HP Rp 3 Jutaan Terbaik Desember 2025, Siap Gaming Berat Tanpa Ngelag
-
Listrik Aceh, Sumut, Sumbar Dipulihkan Bertahap Usai Banjir dan Longsor: Berikut Progresnya!
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
Terkini
-
Bahlil dan Raja Juli Serang Balik Cak Imin Usai Suruh Taubat 3 Menteri, Pengamat: Dia Ngajak Perang!
-
Rapat Darurat Hambalang: Prabowo Ultimatum Listrik Sumatera Nyala 2 Hari, Jalur BBM Wajib Tembus
-
Prabowo Beri Hasto Amnesti, Habiburokhman: Agar Hukum Tak Jadi Alat Balas Dendam Politik
-
Johan Budi Dukung Abolisi dan Amnesti Tom Lembong - Ira Puspadewi, Tapi Kritisi Untuk Hasto
-
Waspada Rob! Malam Minggu Pluit dan Marunda Masih Tergenang, BPBD DKI Jakarta Kebut Penyedotan Air
-
Habiburokhman Bela Zulhas yang Dituding Rusak Hutan hingga Bencana Sumatera: Agak Lucu Melihatnya!
-
Gebrakan Mendagri Tito untuk Geopark Disambut Baik Ahli: Kunci Sukses di Tangan Pemda
-
Darurat Kekerasan Sekolah! DPRD DKI Pastikan Perda Anti Bullying Jadi Prioritas 2026
-
Update Banjir Rob Jakarta: 17 RT Kepulaun Seribu Terdampak, 6 RT di Jakarta Utara Kembali Terendam!
-
Gelar Panggung Musikal di Sarinah, Aktivis Sebut Banjir Sumatera Tragedi Ekologis