Suara.com - Proses sengketa informasi antara Indonesia Corruption Watch (ICW) dengan Polri belum menemui titik terang. Sengketa yang dimaksud soal informasi pengadaan gas air mata.
Selama proses memperoleh informasi pengadaan gas air mata, mulai dari tahap permohonan informasi hingga memasuki proses ajudikasi, Polri bersikeras tidak membuka kontrak pengadaan sebagaimana yang dimintakan oleh ICW.
Pasalnya, ICW meminta 25 dokumen pengadaan atas 10 paket pengadaan gas air mata yang dilakukan oleh Polri pada Tahun Anggaran 2022 dan 2023
“Sesuai dengan ketentuan Pasal 15 ayat (9) huruf a dan b Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik, beberapa di antaranya yakni yang Kerangka Acuan Kegiatan (KAK), spesifikasi teknis, daftar kuantitas dan harga, dan dokumen kontrak,” kata Peneliti ICW, Wana Alamsyah, saat dikonfirmasi, Kamis (16/1/2024).
Wana mengatakan saat dimintai soal informasi tersebut, Polri kerap berdalih apa yang diminta ICW dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara sebagaimana tertuang dalam Pasal 17 huruf c Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
“Namun, jika dicermati lebih lanjut, daftar dokumen sebagaimana diuraikan di atas, hanya sebatas dokumen administratif proses pengadaan barang yang dilakukan oleh Polri, bukan berisikan informasi mengenai strategi, intelijen, operasi dan teknik,” ujarnya.
“Sehingga, bagi ICW, alasan menolak untuk membuka informasi melalui dokumen uji konsekuensi informasi yang dikecualikan di internal Polri jelas mengada-ada dan bertentangan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran negara,” katanya menambahkan.
Terlebih menurut Wana, dalam Pasal 2 ayat (4) UU KIP bahwa suatu informasi yang dikategorikan terbuka atau tertutup harus dilandaskan pada kepentingan publik.
Wana kemudian menayakan kepentingan publik seperti apa yang dijadikan dasar bagi Polri untuk menutup informasi mengenai pembelian gas air mata.
“Pertanyaan tersebut hingga saat ini belum mampu dijelaskan oleh Polri, sehingga menimbulkan insinuasi di tengah masyarakat, bahwa ada potensi kecurangan dalam proses pengadaan yang sedang berusaha untuk ditutupi,” ujarnya.
Sebaliknya, kata Wana, proses permohonan hingga sengketa informasi ini menjadi sangat krusial dan harus dipandang sebagai bentuk partisipasi publik untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas di instansi kepolisian.
Sebab, selain menepis adanya dugaan penyalahgunaan anggaran, dokumen pengadaan gas air mata penting untuk disampaikan kepada publik guna memastikan akuntabilitas dari kebijakan Polri ketika membeli peralatan untuk pengamanan massa, termasuk diantaranya gas air mata.
Terlebih dalam praktiknya selama ini penggunaan gas air mata oleh aparat kepolisian seringkali tidak sesuai dengan prosedur pengamanan aksi massa sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dan Tindakan Kepolisian.
Ketidakpatuhan terhadap prosedur tersebut kemudian mengakibatkan sejumlah insiden yang sangat serius, salah satunya saat aparat kepolisian dengan brutal menembakkan gas air mata ke tribun penonton sepakbola di Kanjuruhan, Malang, pada Oktober 2022 lalu. Akibatnya, 135 orang tewas, serta 1.363 orang lainnya mengalami luka-luka.
Selain itu, berdasarkan catatan ICW dan Trend Asia, sepanjang tahun 2015-2022 terdapat setidaknya 144 kejadian penembakan gas air mata yang dilakukan oleh aparat ketika melakukan pengamanan terhadap aksi massa.
Berita Terkait
-
Laporan Diterima Bareskrim, Peneliti ICW Jadi Korban Doxing Pasca Kritik Jokowi
-
Peneliti ICW Jadi Korban Doxing Usai Kritik Jokowi, Laporan Diterima Bareskrim
-
Diserang Balik Gegara Kritik Jokowi Tokoh Terkorup 2024, Ramai Pegiat Antikorupsi Kena Doxing, Ulah Buzzer?
-
Peneliti ICW Kena Doxing Usai Kritik Jokowi yang Masuk Tokoh Terkorup Versi OCCRP
Terpopuler
- KPK: Perusahaan Biro Travel Jual 20.000 Kuota Haji Tambahan, Duit Mengalir Sampai...
- Selamat Datang Elkan Baggott Gantikan Mees Hilgers Bela Timnas Indonesia, Peluangnya Sangat Besar
- Jangan Ketinggalan Tren! Begini Cara Cepat Ubah Foto Jadi Miniatur AI yang Lagi Viral
- Hari Pelanggan Nasional 2025: Nikmati Promo Spesial BRI, Diskon Sampai 25%
- Maki-Maki Prabowo dan Ingin Anies Baswedan Jadi Presiden, Ibu Jilbab Pink Viral Disebut Korban AI
Pilihan
-
Media Lokal: AS Trencin Dapat Berlian, Marselino Ferdinan Bikin Eksposur Liga Slovakia Meledak
-
Rieke Diah Pitaloka Bela Uya Kuya dan Eko Patrio: 'Konyol Sih, tapi Mereka Tulus!'
-
Dari Anak Ajaib Jadi Pesakitan: Ironi Perjalanan Karier Nadiem Makarim Sebelum Terjerat Korupsi
-
Nonaktif Hanya Akal-akalan, Tokoh Pergerakan Solo Desak Ahmad Sahroni hingga Eko Patrio Dipecat
-
Paspor Sehari Jadi: Jurus Sat-set untuk yang Kepepet, tapi Siap-siap Dompet Kaget!
Terkini
-
Sejarah Panjang Gudang Garam yang Kini Dihantam Isu PHK Massal Pekerja
-
Pengamat Intelijen: Kinerja Listyo Sigit Bagus tapi Tetap Harus Diganti, Ini Alasannya
-
Terungkap! Rontgen Gigi Hingga Tato Bantu Identifikasi WNA Korban Helikopter Kalsel
-
Misteri Dosen UPI Hilang Terpecahkan: Ditemukan di Lembang dengan Kondisi Memprihatinkan
-
Dugaan Badai PHK Gudang Garam, Benarkah Tanda-tanda Keruntuhan Industri Kretek?
-
Israel Bunuh 15 Jurnalis Palestina Sepanjang Agustus 2025, PJS Ungkap Deretan Pelanggaran Berat
-
Mengenal Tuntutan 17+8 yang Sukses Bikin DPR Pangkas Fasilitas Mewah
-
IPI: Desakan Pencopotan Kapolri Tak Relevan, Prabowo Butuh Listyo Sigit Jaga Stabilitas
-
Arie Total Politik Jengkel Lihat Ulah Jerome Polin saat Demo: Jangan Nyari Heroiknya Doang!
-
Sekarang 'Cuma' Dapat Rp65,5 Juta Per Bulan, Berapa Perbandingan Gaji DPR yang Dulu?