Suara.com - Pasukan keamanan Israel yang didukung oleh helikopter menyerbu kota Jenin di Tepi Barat pada Selasa (21/1), menewaskan sedikitnya delapan warga Palestina dalam operasi yang disebut Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sebagai operasi militer berskala besar dan signifikan.
Operasi ini dilakukan sehari setelah mantan Presiden AS Donald Trump mengumumkan pencabutan sanksi terhadap pemukim ultranasionalis Israel yang menyerang desa-desa Palestina. Netanyahu menyatakan bahwa serangan tersebut merupakan bagian dari upaya menargetkan militan yang didukung Iran.
"Kami bertindak secara sistematis dan tegas terhadap poros Iran di mana pun ia memperluas pengaruhnya – di Gaza, Lebanon, Suriah, Yaman, Yudea, dan Samaria," ujar Netanyahu, merujuk pada istilah yang digunakan Israel untuk wilayah Tepi Barat yang diduduki.
Ketegangan Meningkat di Tepi Barat
Serangan terhadap Jenin ini terjadi hanya dua hari setelah dimulainya gencatan senjata di Gaza, yang justru menggarisbawahi ancaman kekerasan lebih lanjut di Tepi Barat. Militer Israel menyatakan bahwa operasi ini merupakan bagian dari upaya kontraterorisme yang melibatkan tentara, polisi, dan badan intelijen.
Jenin dan kamp pengungsi di sekitarnya selama ini dikenal sebagai basis kelompok militan bersenjata seperti Hamas dan Jihad Islam, yang mendapat dukungan dari Iran. Saat operasi berlangsung, pasukan keamanan Palestina dilaporkan mundur dari kamp pengungsi, sementara suara tembakan gencar terdengar dalam rekaman yang beredar di media sosial.
Layanan kesehatan Palestina melaporkan bahwa selain delapan korban tewas, 35 warga lainnya mengalami luka-luka akibat serangan tersebut. Insiden ini terjadi hanya seminggu setelah serangan udara Israel di kamp pengungsi Jenin yang menewaskan sedikitnya tiga warga Palestina.
Sejak perang di Gaza meletus pada Oktober 2023, konflik di Tepi Barat semakin meningkat, dengan ratusan warga Palestina dan puluhan warga Israel tewas, serta ribuan warga Palestina ditahan dalam operasi militer Israel.
Perlindungan Pemukim dan Kekerasan Pemukiman
Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, yang dikenal sebagai pendukung pemukiman, menyatakan bahwa operasi ini merupakan awal dari kampanye yang kuat dan berkelanjutan untuk menindak kelompok militan demi melindungi pemukiman Israel di Tepi Barat.
Smotrich juga menyambut baik keputusan Trump untuk mencabut sanksi terhadap pemukim yang terlibat dalam kekerasan terhadap warga Palestina. Ia berharap dapat bekerja sama dengan pemerintahan baru untuk memperluas pemukiman Israel.
Baca Juga: Donald Trump Ingin Relokasi 2 Juta Warga Gaza ke Indonesia, Netizen: Stres Itu Presiden
Saat ini, sekitar 700.000 pemukim Israel tinggal di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, di antara 2,7 juta warga Palestina. Sebagian besar komunitas internasional menganggap pemukiman ini ilegal berdasarkan hukum internasional, namun Israel menolaknya dengan alasan hubungan historis dan religius terhadap wilayah tersebut.
Ketegangan semakin meningkat setelah serangkaian serangan pemukim Israel terhadap warga Palestina, termasuk di desa al-Funduq pada Senin malam, di mana gerombolan pemukim menghancurkan mobil dan membakar properti setelah insiden penembakan yang menewaskan tiga warga Israel awal bulan ini.
Militer Israel menyatakan telah membuka penyelidikan atas insiden tersebut, yang melibatkan puluhan warga sipil Israel, beberapa di antaranya mengenakan topeng. Sementara itu, Otoritas Palestina mengecam serangan pemukim dan penghalangan jalan yang semakin meluas di Tepi Barat.
"Kami menyerukan pemerintahan baru Amerika untuk campur tangan guna menghentikan kejahatan dan kebijakan Israel ini yang tidak akan membawa perdamaian dan keamanan bagi siapa pun," ujar kantor Presiden Palestina Mahmoud Abbas dalam sebuah pernyataan.
Konflik Berlanjut
Dengan meningkatnya operasi militer Israel dan respons keras dari kelompok militan Palestina, kekerasan di Tepi Barat diperkirakan akan terus berlanjut. Situasi ini semakin memperumit upaya mencapai perdamaian jangka panjang di wilayah tersebut.
Berita Terkait
-
Donald Trump Ingin Relokasi 2 Juta Warga Gaza ke Indonesia, Netizen: Stres Itu Presiden
-
MUI Tolak Keinginan Donald Trump Pindahkan Warga Gaza ke Indonesia: Itu Genosida, Bukan Relokasi!
-
Setelah Gencatan Senjata, Israel Diguncang Pengunduran Diri 2 Jenderal Top
-
Cerita Pilu Warga Gaza Mencari Rumah di Tengah Kehancuran
-
21 Warga Palestina Terluka akibat Trump Cabut Sanksi Pemukim Israel?
Terpopuler
- 6 HP RAM 8 GB Paling Murah dengan Spesifikasi Gaming, Mulai Rp1 Jutaan
- 5 Tablet Snapdragon Mulai Rp1 Jutaan, Cocok untuk Pekerja Kantoran
- 7 Rekomendasi Sepatu Jalan Kaki Terbaik Budget Pekerja yang Naik Kendaraan Umum
- 7 Rekomendasi Body Lotion dengan SPF 50 untuk Usia 40 Tahun ke Atas
- 7 Pilihan Sepatu Lokal Selevel Hoka untuk Lari dan Bergaya, Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Video Brutal Latja SPN Polda NTT Bocor, Dua Siswa Dipukuli Senior Bikin Publik Murka
-
Rolas Sitinjak: Kriminalisasi Busuk dalam Kasus Tambang Ilegal PT Position, Polisi Pun Jadi Korban
-
Menkeu Purbaya Ungkap Ada K/L yang Balikin Duit Rp3,5 T Gara-Gara Tak Sanggup Belanja!
-
Vinfast Serius Garap Pasar Indonesia, Ini Strategi di Tengah Gempuran Mobil China
-
Minta Restu Merger, GoTo dan Grab Tawarkan 'Saham Emas' ke Danantara
Terkini
-
Ketua DPD RI Dorong Investasi Transportasi dan Mobilitas Berkelanjutan di COP30 Brasil
-
Komisi III DPR Bakal Bentuk Panja Reformasi Polri hingga Pengadilan, Bakal Disahkan Pekan Depan
-
Terungkap! Ini Sosok Misterius Mirip Ayah yang Diduga Bawa Kabur Alvaro
-
Reaksi 'Santai' Jokowi Usai Tahu Roy Suryo Cs Tak Ditahan di Kasus Fitnah Ijazah Palsu
-
Dari Beras hingga Susu UHT, Pemprov DKI Klaim Salurkan 16 Juta Pangan Bersubsidi
-
Pascalongsor di Cibeunying Cilacap, Gubernur Ahmad Luthfi Imbau Tingkatkan Kewaspadaan
-
Tak Boleh Kurang, DPRD DKI Wanti-wanti Janji Pramono: Harus Ada 258 Sekolah Swasta Gratis 2026
-
Raja Abdullah II Anugerahkan Prabowo Tanda Kehormatan Bejeweled Grand Cordon Al-Nahda, Ini Maknanya
-
Bawaslu Ungkap Upaya Digitalisasi Pengawasan Pemilu di Tengah Keterbatasan Anggaran
-
Mafindo Ungkap Potensi Tantangan Pemilu 2029, dari AI hingga Isu SARA