Suara.com - Langkah Presiden Prabowo Subianto melakukan kebijakan efisiensi anggaran dipertanyakan, sebab tidak berani memangkas tunjangan para pejabat.
Pakar Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Agus Pramusinto mengungkapkan bahwa masih ada pejabat yang tetap mendapat tunjangan dengan nominal tidak wajar.
"Kenapa tidak berani memangkas tunjangan di kementerian tertentu atau mungkin sebagian kementerian yang tunjangannya sudah di luar kewajaran? Itu masih terima honor sebagai komisaris. Padahal itu jelas melanggar aturan," kata Agus dalam diskusi media secara virtual, Selasa (18/2/2025).
Agus menyampaikan bahwa di banyak negara memang ada pejabat yang juga merangkap sebagai komisaris, tetapi tidak mendapatkan tunjangan tambahan.
Lantaran itu, menurutnya, Pemerintah Indonesia harus menerapkan hal yang serupa.
Dia menyampaikan bahwa dengan memangkas tunjangan pejabat dari satu komisaris saja bisa menghemat uang negara senilai 20-25 miliar rupiah.
"Kalau 25 miliar itu untuk menambahkan tenaga honorer yang selama ini hanya dapat Rp300 ribu, guru-guru di pelosok itu, kalau ditambah sejuta untuk tunjangan hari raya misalnya. Itu baru satu komisaris. Padahal kita punya ratusan (komisaris)," ucapnya.
Agus mempertanyakan alasan Prabowo tidak berani memangkas tunjangan pejabat tersebut.
Bahkan, dia menduga bahwa Prabowo memang tidak tahu adanya peluang efisiensi anggaran dari sektor tersebut.
Baca Juga: Hotel Merugi Rp24,5 Triliun, Efisiensi Anggaran Prabowo Ancam PHK Massal?
"Mungkin Pak Prabowo nggak tahu bahwa ada cerita seperti itu, tidak diinformasikan. Saya kira itu memang harus disampaikan ke beliau," ucapnya.
Sementara itu, Direktur eksekutif Pusat Kajian Strategis dan Insternasional atau CSIS Indonesia Medelina Hendytio menambahkan bahwa pemerintah harusnya mulai memperhatikan adanya rangkap jabatan oleh pejabat yang menimbulkan pembengkakan anggaran negara.
Medelina juga menyoroti adanya uang pensiun bagi setiap anggota DPR, kendatipun hanya sebagai anggita pengganti antar waktu (PAW). Namun uang pensiun yang diberikan tetap seumur hidup. Hal serupa juga terjadi pada menteri pengganti yang mungkin hanya menjabat beberapa saat.
"Kemudian berarti berhak memeroleh pensiun meskipun itu dihitung secara proporsional. Tetapi dalam kerangka efisiensi, saya kira hal-hal tersebut perlu mendapat juga perhatian. Dan demi keadilan, saya kira juga perlu dilihat kembali," ucapnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
Gak Perlu Mahal, Megawati Usul Pemda Gunakan Kentongan untuk Alarm Bencana
-
5 Ton Pakaian Bakal Disalurkan untuk Korban Banjir dan Longsor Aceh-Sumatra
-
Kebun Sawit di Papua: Janji Swasembada Energi Prabowo yang Penuh Risiko?
-
Bukan Alat Kampanye, Megawati Minta Dapur Umum PDIP untuk Semua Korban: Ini Urusan Kemanusiaan
-
Tak Mau Hanya Beri Uang Tunai, Megawati Instruksikan Bantuan 'In Natura' untuk Korban Bencana
-
Jaksa Bongkar Akal Bulus Proyek Chromebook, Manipulasi E-Katalog Rugikan Negara Rp9,2 Miliar
-
Mobil Ringsek, Ini 7 Fakta Kecelakaan KA Bandara Tabrak Minibus di Perlintasan Sebidang Kalideres
-
Giliran Rumah Kajari Kabupaten Bekasi Disegel KPK
-
Seskab Teddy Jawab Tudingan Lamban: Perintah Prabowo Turun di Hari Pertama Banjir Sumatra
-
7 Fakta Warga Aceh Kibarkan Bendera Putih yang Bikin Mendagri Minta Maaf