Suara.com - Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada pembahasan lebih lanjut perihal keinginan Presiden Prabowo Subianto memberi efek jera kepada koruptor, selain melalui vonis hukuman mati.
Supratman menekankan, belum ada pembicaraan lanjut saat ditanya kemungkinan mengubah Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Belum. Sampai hari ini belum kita bicarakan," kata Supratman di Graha Mandiri, Jakarta Pusat, Kamis (10/4/2025).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra menanggapi pernyataan Presiden Prabowo yang menolak hukuman mati bagi terpidana kasus tindak pidana korupsi.
Yusril menilai, hukuman mati bagi koruptor bisa diubah meskipun putusan pengadilan sudah bersifat inkrah melalui grasi dan amnesti dari presiden.
Awalnya, Yusril menjelaskan bahwa UU Tipikor memang memungkinkan hakim untuk menjatuhkan hukuman mati bagi terdakwa kasus korupsi yang terbukti melakukan kejahatan dalam keadaan tertentu.
“Dalam keadaan tertentu itu adalah keadaan-keadaan yang luar biasa, seperti keadaan perang, krisis ekonomi maupun bencana nasional yang sedang terjadi,” kata Yusril dalam keterangannya dikutip Suara.com, Rabu (9/4/2025).
Meski begitu, Yusril menegaskan hingga saat ini, belum ada vonis hukuman mati yang dijatuhkan hakim terhadap terdaksa kasus korupsi.
Pun apabila hakim menjatuhkan hukuman mati dan putusannya sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah, Yusril menjelaskan tetap ada ruang bagi presiden untuk memberikan grasi dan amnesti.
Baca Juga: Yusril Tegaskan Pidana Mati Tidak Dihapus dalam KUHP Nasional, Digunakan Hanya untuk Upaya Akhir
“Kalaupun grasi atau amnesti tidak diberikan, kapan eksekusi hukuman mati akan dilaksanakan, hal itu sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah dalam hal ini Kejaksaan Agung. Sekarang memang cukup banyak narapidana mati yang eksekusinya belum dilaksanakan. Ada yang WNI dan ada yang WNA,” ujar Yusril.
Menurut dia, Indonesia saat ini sedang dalam masa transisi dari KUHP lama peninggalan Belanda menuju KUHP Nasional yang akan mulai berlaku awal 2026.
Dalam KUHP Nasional yang baru ini, lanjut dia, hukuman mati yang dijatuhkan tidak dapat langsung dilaksanakan.
Yusril menjelaskan terpidana mati lebih dahulu harus ditempatkan dalam tahanan selama 10 tahun untuk dievaluasi apakah mereka bertaubat atau tidak.
“Jika dinilai dia telah taubat, maka hukumannya dapat diubah menjadi hukuman seumur hidup. Ketentuan ini berlaku bagi napi hukuman mati WNI atau WNA. Itu garis besarnya. Pelaksanaan hukuman mati dalam KUHP Nasional pelaksanaannya harus diatur dengan undang-undang tersendiri. Pemerintah kini sedang mempersiapkannya,” tutur Yusril.
Dia menyebut pemerintah harus memikirkan nasib terpidana mati berdasarkan KUHP lama yang sudah inkrah dengan berlakukan KUHP Nasional yang akan berlaku mulai tahun depan.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Keluarga 7 Seater Seharga Kawasaki Ninja yang Irit dan Nyaman
- Bukan Akira Nishino, 2 Calon Pelatih Timnas Indonesia dari Asia
- Diisukan Cerai, Hamish Daud Sempat Ungkap soal Sifat Raisa yang Tak Banyak Orang Tahu
- Gugat Cerai Hamish Daud? 6 Fakta Mengejutkan di Kabar Perceraian Raisa
- 21 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 22 Oktober 2025, Dapatkan 1.500 Gems dan Player 110-113 Sekarang
Pilihan
-
Perbandingan Spesifikasi HONOR Pad X7 vs Redmi Pad SE 8.7, Duel Tablet Murah Rp 1 Jutaan
-
Di GJAW 2025 Toyota Akan Luncurkan Mobil Hybrid Paling Ditunggu, Veloz?
-
Heboh Kasus Ponpes Ditagih PBB hingga Diancam Garis Polisi, Menkeu Purbaya Bakal Lakukan Ini
-
Makna Mendalam 'Usai di Sini', Viral Lagi karena Gugatan Cerai Raisa ke Hamish Daud
-
Emil Audero Akhirnya Buka Suara: Rasanya Menyakitkan!
Terkini
-
"Sudah Biasa Dihina Sejak Kecil" Jawaban Pasrah Bahlil Lahadalia untuk Pembuat Meme
-
Datang ke Bareskrim, Lisa Mariana Pasrah Jika Ditahan: Doakan Saja yang Terbaik
-
Rismon Sianipar Bongkar Dugaan Kejanggalan Ijazah Gibran: Enggak Ada Ijazah SMA-nya!
-
Skandal Ekspor POME, Kejagung Geledah Sejumlah Kantor Bea Cukai
-
kumparan AI for Indonesia 2025 Mempercepat Dampak Nyata Kolaborasi Penerapan AI
-
Kejagung Ungkap Alasan Memanggil PT Google Indonesia dalam Perkara Nadiem Makarim
-
Gibran Minta Ponpes Cetak Santri jadi Ahli AI hingga Robotik: Kita Harus Berani Lakukan Lompatan
-
"Jangan Berlindung di Balik Privasi!" Keluarga Arya Daru Tuntut Polisi Terbuka Soal 2 Saksi Kunci
-
Ketua Komisi X DPR RI: Pengajaran Bahasa Portugis Idealnya Diujicobakan di NTT Terlebih Dahulu
-
Jaringan Korupsi Haji 'Dikupas' Tuntas: 70 Persen Biro Travel Sudah Buka Suara ke KPK