Suara.com - Sebuah unggahan video yang beredar di media sosial TikTok menarasikan bahwa Presiden Prabowo Subianto akan menjatuhkan hukuman mati bagi pejabat yang terbukti melakukan korupsi senilai Rp 10 miliar lebih.
Dalam video yang beredar di TikTok itu menarasikan bahwa Presiden Prabowo yang akan langsung mengeksekusi koruptor tersebut. Hal itu dilakukan demi kesejahteraan rakyat Indonesia.
Berikut narasi yang beredar:
“Presiden Prabowo: muak dengan pejabat negara yang korup. Setujukah rakyat jika pejabat negara yang korupsi di atas Rp 10 miliar dihukum mati jika terbukti bersalah, langsung dieksekusi agar rakyat sejahtera?”
Namun, setelah ditelusuri lebih lanjut, narasi yang menyebut Presiden Prabowo akan memberikan hukuman mati bagi pejabat korupsi Rp10 miliar ke atas adalah tidak benar.
Penelusuran
Faktanya, Prabowo Subianto justru secara tegas menyatakan bahwa dirinya tidak mendukung penerapan hukuman mati bagi pelaku korupsi.
Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Presiden Prabowo dalam wawancara eksklusif bersama enam pemimpin redaksi media nasional, yang disiarkan melalui kanal YouTube Harian Kompas pada Selasa (8/4/2025).
Dalam kesempatan itu, Prabowo menjelaskan bahwa hukuman mati mengandung risiko besar karena bisa menghilangkan kesempatan perbaikan jika ternyata terjadi kesalahan dalam proses hukum.
Baca Juga: Jokowi Kini Jarang Ditemui Prabowo, Tanda-tanda Pengaruhnya Mulai Pudar?
“Kalau sudah dieksekusi, tidak ada jalan untuk memperbaiki jika terbukti tidak bersalah di kemudian hari. Ini menyangkut prinsip keadilan dan kemanusiaan,” ujar Prabowo.
Ia juga menggarisbawahi bahwa sepanjang sejarah Indonesia, belum pernah ada presiden yang benar-benar mengeksekusi mati seorang koruptor, meskipun dalam aspek hukum hal itu dimungkinkan.
Pandangan serupa disampaikan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, dan Imigrasi, Yusril Ihza Mahendra. Menurutnya, sikap Presiden Prabowo menolak hukuman mati untuk kasus korupsi mencerminkan kehati-hatian sebagai seorang kepala negara. Yusril menyebut bahwa risiko menghukum orang yang tidak bersalah dengan vonis mati sangatlah besar.
“Ketika sudah dihukum mati, tidak ada ruang koreksi, bahkan bila ada satu persen kemungkinan orang itu tidak bersalah,” tegas Yusril dalam keterangan resminya, dikutip dari Antara, Kamis (24/4/2025).
Sementara itu, Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (Komjak), Pujiyono Suwadi, justru menilai bahwa pendekatan paling efektif untuk memberikan efek jera terhadap koruptor adalah dengan memiskinkan mereka, bukan menjatuhkan hukuman mati.
“Yang ditakutkan para koruptor bukanlah penjara atau hukuman mati, melainkan saat mereka benar-benar dimiskinkan,” kata Ketua Komjak RI, Pujiyono Suwadi.
Pujiyono mengatakan bahwa negara-negara dengan tingkat indeks persepsi korupsi (corruption perceptions index/CPI) yang rendah pada umumnya sudah tidak lagi menggunakan hukuman mati dalam penanganan kasus korupsi.
Perlu diketahui, Indonesia masih menghadapi tantangan serius dalam pemberantasan korupsi. Berdasarkan data Transparency International, CPI Indonesia pada 2024 stagnan di angka 34. Fakta ini menunjukkan masih rendahnya kepercayaan terhadap efektivitas penegakan hukum terhadap koruptor.
Pemerintah di bawah kepemimpinan Prabowo telah menegaskan komitmen untuk memperkuat lembaga penegak hukum seperti KPK, kejaksaan, dan kepolisian, serta mendorong reformasi sistem birokrasi untuk menutup celah korupsi.
Meski begitu, langkah tersebut tetap dalam kerangka penghormatan terhadap prinsip hak asasi manusia dan keadilan hukum, tanpa menerapkan hukuman mati untuk korupsi Rp 10 miliar ke atas seperti yang dinarasikan di media sosial.
Kesimpulan
Dengan demikian, informasi yang menyebutkan bahwa Presiden Prabowo akan menghukum mati pejabat yang korupsi lebih dari Rp 10 miliar dapat dipastikan sebagai informasi tidak benar alias berita hoaks. Masyarakat diimbau untuk selalu melakukan verifikasi informasi sebelum membagikannya di media sosial.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- Pelatih Argentina Buka Suara Soal Sanksi Facundo Garces: Sindir FAM
- Kiper Keturunan Karawang Rp 2,61 Miliar Calon Pengganti Emil Audero Lawan Arab Saudi
- Usai Temui Jokowi di Solo, Abu Bakar Ba'asyir: Orang Kafir Harus Dinasehati!
- Ingatkan KDM Jangan 'Brengsek!' Prabowo Kantongi Nama Kepala Daerah Petantang-Petenteng
- Seret Nama Mantan Bupati Sleman, Dana Hibah Pariwisata Dikorupsi, Negara Rugi Rp10,9 Miliar
Pilihan
-
3 Rekomendasi HP 1 Jutaan Baterai Besar Terbaru, Pilihan Terbaik Oktober 2025
-
Menkeu Purbaya Pernah Minta Pertamina Bikin 7 Kilang Baru, Bukan Justru Dibakar
-
Dapur MBG di Agam Dihentikan Sementara, Buntut Puluhan Pelajar Diduga Keracunan Makanan!
-
Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
-
Harga Emas Antam Terpeleset Jatuh, Kini Dibanderol Rp 2.235.000 per Gram
Terkini
-
DPR RI Sahkan Revisi UU BUMN, Kini Kementerian Resmi Berubah Jadi Badan Pengaturan BUMN
-
Kepala BGN Akui Risiko di Program Makan Bergizi Gratis: Regulasi Lemah Hingga Konflik Kepentingan
-
Borok Baru Terkuak, KPK Endus Kuota Petugas Haji 2024 Juga Jadi Bancakan
-
Suara Netizen Lebih Kuat: Densu Batal Tayangkan Podcast Nurul Sahara Usai Ditolak Warganet
-
Fakta-fakta Kebakaran Hunian Pekerja IKN, Ratusan Orang Terdampak
-
Diikat Warga saat Tertangkap, Viral Polisi Pura-pura Beli Tomat Jambret Kalung Pedagang!
-
4 Kontroversi MBG Versi FSGI: Dari Makanan Mubazir hingga Ancaman Tunjangan Guru
-
Profil Yai Mim, Eks Dosen UIN Malang Kehilangan Segalanya Usai Viral Cekcok dengan Tetangga
-
Nadiem Makarim Ditahan Kejagung, Pengamat Ungkit Pengadaan Chromebook di LKPP, Begini Katanya!
-
Gelar Rapat Paripurna Khusus, Puan Maharani Paparkan Capaian Kerja DPR Tahun 20242025