Suara.com - Gejolak ekonomi global kembali menekan sektor industri ekspor Indonesia. Jawa Barat, sebagai pusat manufaktur dan ekspor nasional, menjadi salah satu daerah yang paling terdampak.
Ekonom, pelaku industri, dan pemangku kebijakan menyoroti ancaman dan peluang yang muncul, serta mendesak hadirnya solusi konkret dari level daerah hingga nasional.
Hal itu, dibahas dalam diskusi publik bertajuk Gempuran Tarif AS: Ekonomi Indonesia di Ujung Tanduk? Dialog Kritis Mencari Solusi” yang diselenggarakan oleh Suara.com dan Core Indonesia di El Hotel Bandung, Selasa (20/5/2025).
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Rina Indiastuti dari Universitas Padjadjaran (UNPAD) memaparkan dampak kebijakan tarif AS terhadap industri, terutama sektor tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki yang telah mengalami tekanan signifikan hingga beberapa perusahaan mengalami kerugian, tutup, dan melakukan PHK.
"Jadi poinnya adalah kita tetap punya tantangan berat external maupun dari internal dalam dalam local dan domestik, tapi juga punya tekanan eksternal yang tidak main-main," ucapnya.
Kebijakan tarif AS ini juga berdampak terhadap kinerja Industri, di antaranya, tingkat dampak tergantung pada multifaktor, yaitu struktur industri, rantai pasokan, dan eksposur pasar internasional.
Kemudian struktur industri nasional ditandai oleh kontribusi sektor penghasil produk untuk pasar domestik dan ekspor yang pada tahun 2024 mendekati 40 persen, yaitu industri manufaktur menyumbang 18,98 persen PDB, pertanian menyumbang 12,61 pesen PDB dan pertambangan penggalian menyumbang 9,15 persen PDB.
Tren penurunan kontribusi sektor riil akan tidak mudah menghadapi dampak kenaikan tarif AS. Pergeseran rantai pasok global mengganggu daya saing produk ekspor Indonesia.
"Indonesia masih mengimpor bahan baku/penolong dan produk antara untuk menghasilkan produk ekspor. Belum lagi aspek R&D masih lemah padahal penting untuk hilirisasi dan ekspansi," ujarnya.
Baca Juga: Selain Tarif AS, Ketua APINDO Jabar Bongkar Penghambat Investasi di Indonesia
"Frekuensi transaksi dan kegiatan di pasar internasional belum tinggi berkendala pada peningkatan kinerja industri," jelasnya.
Kemudian, dampak terhadap industri dan perdagangan, di antaranya Indonesia harus mencari pembeli alternatif selain AS. Seperti diketahui, produk ekspor utama Indonesia, yaitu pakaian, alas kaki, elektronik, karet, dan minyak sawit.
Sementara itu, Jabar memiliki basis manufaktur yang kuat dan beragam (otomotif, elektronik, plastik, mineral non-logam, tekstil dan pakaian, agro-pangan, farmasi dan lainnya); sumber daya manusia, sumber daya alam, budaya, dan seni yang melimpah, yang merupakan basis yang sangat baik untuk pengembangan kapasitas inovasi daerah apalagi didukung sejumlah universitas dan beberapa pusat riset (R&D).
Namun, harus di bangun koneksitas internal dan eksternal. Pengembangan pengetahuan, teknologi dan R&D oleh akademisi dan harus dikoneksikan pada pengembangan industri.
Jawa Barat harus bisa menjaga daya tarik investasi pada industri manufaktur terutama yang bermuatan teknologi dan inovasi. Kemudian, Industri TPT yang menyerap banyak tenaga kerja tetap dijaga produktif dengan orientasi kombinasi teknologi dan tenaga manusia.
"Peluang membangun industry masa depan berbasis R&D, teknologi dan riset. Harus dibangun Kerjasama multi pihak melibatkan akademisi," ungkapnya.
Berita Terkait
-
Selain Tarif AS, Ketua APINDO Jabar Bongkar Penghambat Investasi di Indonesia
-
Core Indonesia: Hadapi Tarif AS, Indonesia Harus Perkuat Ekonomi Domestik
-
Jadwal Batas Akhir Pemutihan Pajak Kendaraan Jabar 2025 dan 3 Cara Bayar
-
Industri Ekspor Tertekan Tarif AS: Penguatan Ekonomi Domestik Bukan Lagi Pilihan Tapi Keharusan
-
Gempuran Tarif AS! CORE dan Suara.com Bahas Solusi untuk UMKM dan Industri Ekspor
Terpopuler
- Breaking News! PSSI Resmi Umumkan Pelatih Timnas Indonesia
- 8 City Car yang Kuat Nanjak dan Tak Manja Dibawa Perjalanan Jauh
- 5 Rekomendasi Cushion Mengandung Skincare Anti-Aging Untuk Usia 40 Ke Atas
- Djarum Buka Suara soal Pencekalan Victor Hartono dalam Kasus Dugaan Korupsi Tax Amnesty
- 5 Smartwatch Terbaik untuk Olahraga dan Pantau Detak Jantung, Harga Mulai Rp300 Ribuan
Pilihan
-
Timnas Indonesia: U-17 Dilatih Timur Kapadze, Nova Arianto Tukangi U-20, Bojan Hodak Pegang Senior?
-
Harga Minyak Dunia Melemah, di Tengah Upaya Trump Tekan Ukraina Terima Damai dengan Rusia
-
Indonesia jadi Raja Sasaran Penipuan Lowongan Kerja di Asia Pasifik
-
Kisah Kematian Dosen Untag yang Penuh Misteri: Hubungan Gelap dengan Polisi Jadi Sorotan
-
Kisi-Kisi Pelatih Timnas Indonesia Akhirnya Dibocorkan Sumardji
Terkini
-
Mahfud MD Sebut Prabowo Marah di Rapat, Bilang Bintang Jenderal Tak Berguna Jika Tidak Bantu Rakyat
-
RUU PPRT 21 Tahun Mandek, Aktivis Sindir DPR: UU Lain Kilat, Nasib PRT Dianaktirikan
-
KSPI Desak RUU PPRT Disahkan: Pekerja yang Menopang Ekonomi Justru Paling Diabaikan
-
Cegat Truk di Tol Cikampek, Polda Metro Bongkar Penyelundupan Pakaian Bekas Impor Rp 4,2 Miliar
-
Detik-detik Mencekam Pesawat Oleng Lalu Jatuh di Karawang, Begini Kondisi Seluruh Awaknya
-
Inovasi Layanan PT Infomedia Nusantara Raih Penghargaan dari Frost & Sullivan
-
PAD Naik Drastis, Gubernur Pramono Pamer Surplus APBD DKI Tembus Rp14 Triliun
-
Pramono Sebut Pengangguran Jakarta Turun 6 Persen, Beberkan Sektor Penyelamat Ibu Kota
-
Selidiki Kasus BPKH, KPK Ungkap Fasilitas Jemaah Haji Tak Sesuai dengan Biayanya
-
Ada Terdakwa Perkara Tata Kelola Minyak Mentah Pertamina Tersandung Kasus Petral, Ada Riza Chalid?