Suara.com - Di tengah peningkatan minat terhadap investasi berkelanjutan, praktik greenwashing atau pencitraan palsu atas klaim ramah lingkungan justru makin meresahkan.
Padahal, keuangan berkelanjutan diyakini menjadi kunci untuk menghadapi krisis iklim dan membangun ekonomi yang tangguh. Peneliti OJK Institute, Sanjung Purnama Budiarjo, menilai bahwa celah dalam regulasi dan pemahaman teknis menjadi penyebab utama masih maraknya praktik ini.
“Yang pertama adalah aturan yang tidak terstandardisasi. Aturan yang ambigu memungkinkan perusahaan membentuk narasi seolah-olah berkelanjutan, tanpa bukti dampak nyata,” ujarnya seperti dikutip dari ANTARA.
Greenwashing terjadi ketika perusahaan mempromosikan produk, kebijakan, atau inisiatifnya sebagai ‘hijau’ atau ramah lingkungan, padahal tidak melakukan upaya signifikan untuk mendukung kelestarian lingkungan.
Menurut Sanjung, perbedaan standar antarnegara terkait pelaporan keberlanjutan membuka ruang manipulasi perusahaan cenderung memilih standar yang paling longgar atau menguntungkan mereka.
Selain itu, publik dan investor juga menghadapi asymmetric information atau ketimpangan informasi.
“Data terkait praktik berkelanjutan perusahaan masih sulit diakses, belum konsisten, dan kadang tidak dapat diverifikasi. Ini menghambat publik untuk menguji klaim keberlanjutan secara objektif,” tambahnya.
Masalah lain adalah kesenjangan kapasitas teknis dari pemangku kepentingan. Banyak investor belum memiliki pemahaman mendalam untuk menilai aspek ESG (Environmental, Social, Governance).
Akibatnya, mereka hanya mengandalkan informasi dari perusahaan tanpa alat atau pengetahuan untuk menilai apakah klaim tersebut valid.
Dampak greenwashing cukup serius. Bukan hanya merusak reputasi perusahaan yang bersangkutan, tetapi juga menurunkan kepercayaan publik dan investor terhadap seluruh ekosistem keuangan berkelanjutan. Dalam jangka panjang, praktik ini bisa merugikan ekonomi karena mengalihkan dana dari proyek-proyek hijau yang seharusnya mendapatkan dukungan.
Baca Juga: Besok Demo Besar Ojol, 500 Ribu Pengemudi Matikan Aplikasi
Data tahun 2023 mencatat, terdapat 199 insiden greenwashing di sektor jasa keuangan global—setara dengan 12 persen dari total kasus greenwashing.
Angka ini menempatkan sektor keuangan sebagai penyumbang insiden terbesar kedua setelah industri minyak dan gas.
Regulasi Berperan Penting
Dalam paper Juan Dempere berjudul Unveiling the Truth: Greenwashing in Sustainable Finance (2020), dijelaskan bahwa regulasi memegang peranan penting untuk mencegah praktik greenwashing. Regulasi seperti Taksonomi UE dan panduan lingkungan dari berbagai negara bertujuan memberikan standar yang jelas agar perusahaan tidak sembarangan mengklaim produknya ramah lingkungan.
Contohnya, Uni Eropa mengembangkan Taksonomi UE—klasifikasi kegiatan ekonomi berkelanjutan—sebagai acuan perusahaan dan investor agar tidak asal klaim "hijau."
Di AS, Komisi Perdagangan Federal (FTC) menerbitkan Green Guides, sementara Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) mengatur transparansi risiko iklim. Inggris juga aktif lewat investigasi oleh Otoritas Persaingan dan Pasar (CMA).
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
Respons Ide 'Patungan Beli Hutan', DPR Sebut Itu 'Alarm' Bagi Pemerintah Supaya Evaluasi Kebijakan
-
Tinjau Lokasi Banjir Aceh, Menteri Ekraf Terima Keluhan Sanitasi Buruk yang 'Hantui' Pengungsi
-
Mensos Sebut Penggalang Donasi Tanpa Izin Terancam Sanksi Rp10 Ribu: Warisan UU Tahun 60-an
-
Komisi Reformasi Pertimbangkan Usulan Kapolri Dipilih Presiden Tanpa Persetujuan DPR
-
Ironi Hakordia, Silfester Matutina Si Manusia Kebal Hukum?
-
Mensos Sebut Donasi Bencana Boleh Disalurkan Dulu, Izin dan Laporan Menyusul
-
Usai dari Pakistan, Prabowo Lanjut Lawatan ke Moscow, Bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin
-
Tragedi Terra Drone: Kenapa 22 Karyawan Tewas? Mendagri Siapkan Solusi Aturan Baru
-
Solidaritas Nasional Menyala, Bantuan Kemanusiaan untuk Sumatra Tembus 500 Ton
-
Nestapa Korban Tewas di Kebakaran Kantor Drone, KemenPPPA Soroti Perlindungan Pekerja Hamil