- Silfester Matutina, terpidana kasus fitnah sejak 2019, belum dieksekusi meskipun putusan MA sudah inkracht.
- Kasus ini berawal dari orasi 2017 menuding Jusuf Kalla terkait isu SARA dan korupsi keluarga pada Pilkada DKI.
- Kegagalan eksekusi menimbulkan persepsi hukum tidak objektif, diduga akibat kedekatan terpidana dengan kekuasaan politik.
Suara.com - Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) yang jatuh setiap 9 Desember menjadi momen ironi yang menampar wajah penegakan hukum di Indonesia. Saat semangat antikorupsi digelorakan, publik justru disuguhi 'drama' seorang terpidana yang vonisnya telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht sejak 2019, namun hingga kini masih bebas melenggang.
Dia adalah Silfester Matutina, Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet), yang vonisnya telah berkekuatan hukum tetap selama bertahun-tahun.
Kasus ini menjadi preseden buruk yang mempertontonkan bagaimana putusan pengadilan tertinggi bisa terabaikan, memunculkan pertanyaan, mengapa Silfester Matutina belum juga dieksekusi dan benarkah ada manusia yang kebal hukum di republik ini?
Jejak Kasus
Untuk memahami kejanggalan ini, kita perlu menarik mundur ke tahun 2017. Silfester Matutina dilaporkan ke Bareskrim Polri atas tuduhan pencemaran nama baik terhadap Wakil Presiden ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla.
Laporan itu dipicu oleh orasi Silfester yang dinilai berisi fitnah dan pencemaran nama baik.
Dalam orasinya, Silfester menuding JK menggunakan isu SARA untuk memenangkan Anies-Sandi pada Pilkada DKI 2017 dan mengaitkannya dengan kepentingan korupsi keluarga.
"Akar permasalahan bangsa ini adalah ambisi politik Jusuf Kalla... untuk kepentingan korupsi keluarga Jusuf Kalla," demikian kutipan orasi yang membawanya ke meja hijau.
Proses hukum berjalan hingga puncaknya pada 20 Mei 2019, saat Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan vonis kasasi yang memperberat hukumannya menjadi 1 tahun dan 6 bulan penjara. Putusan ini final dan mengikat.
Baca Juga: Roy Suryo Klaim Siap Diperiksa Sebagai Tersangka Ijazah Jokowi, Sindir Kasus Silfester Matutina
Namun, eksekusi yang menjadi wewenang Kejaksaan tak kunjung dilaksanakan. Berbagai dalih mengemuka.
Mantan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Anang Supriatna, sempat beralasan bahwa penundaan eksekusi terjadi karena pandemi Covid-19. Sebuah alasan yang dianggap publik tidak cukup kuat untuk menunda kewajiban hukum selama bertahun-tahun.
Kasus ini kembali meledak ke permukaan saat pakar telematika Roy Suryo, yang dilaporkan oleh Silfester atas dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo, balik "menyerang".
Roy Suryo mengingatkan publik bahwa Silfester adalah seorang terpidana yang belum dieksekusi. Sejak saat itu, sorotan tajam kembali mengarah pada Silvester dan Kejaksaan.
Manuver Hukum dan Drama yang Tak Berujung
Di tengah desakan publik, Silfester sempat mengklaim telah berdamai dengan Jusuf Kalla. Klaim yang tak relevan, karena dalam hukum pidana, perdamaian tidak bisa menggugurkan eksekusi vonis yang telah inkracht.
Tag
Berita Terkait
-
Peringatan Hari Anti Korupsi di Jakarta
-
KPK Undang Presiden Prabowo Hadiri Hakordia 2025, Tapi Jokowi Tak Masuk Daftar
-
Roy Suryo Klaim Siap Diperiksa Sebagai Tersangka Ijazah Jokowi, Sindir Kasus Silfester Matutina
-
Jadi Tersangka Kasus Ijazah Jokowi, Roy Suryo Tuntut Keadilan dan Singgung Nama Silfester Matutina
-
Eks Jubir Gus Dur Sentil Kejagung: Prestasi Rp13 T Jadi Lelucon, Loyalis Jokowi Tak Tersentuh?
Terpopuler
- 7 Mobil Bekas Murah untuk Aktivitas Harian Pemula, Biaya Operasional Rendah
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- 7 Rekomendasi Bedak Padat Anti Dempul, Makeup Auto Flawless dan Anti Cakey
- 51 Kode Redeem FF Terbaru 8 Desember 2025, Klaim Skin Langka Winterlands dan Snowboard
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
Mensos Sebut Donasi Bencana Boleh Disalurkan Dulu, Izin dan Laporan Menyusul
-
Usai dari Pakistan, Prabowo Lanjut Lawatan ke Moscow, Bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin
-
Tragedi Terra Drone: Kenapa 22 Karyawan Tewas? Mendagri Siapkan Solusi Aturan Baru
-
Solidaritas Nasional Menyala, Bantuan Kemanusiaan untuk Sumatra Tembus 500 Ton
-
Nestapa Korban Tewas di Kebakaran Kantor Drone, KemenPPPA Soroti Perlindungan Pekerja Hamil
-
Ketua DPD RI Soal Bencana Sumatera Masih Tutup Keran Bantuan Asing: Bangsa Kita Masih Mampu
-
Kebakaran Gedung Terra Drone Jadi Alarm, Mendagri Panggil Kepala Daerah Bahas Izin Bangunan
-
Geger PBNU: Klaim Restu Ma'ruf Amin Dibantah Keras Keluarga, Siapa yang Sah?
-
Respons Gerakan 'Patungan Beli Hutan', Ketua DPD RI: Itu Sebenarnya Pesan Kepada Negara
-
Satpol PP Tindak Rumah Makan dan Tempat Pemotongan Anjing di Jakarta Timur