Suara.com - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, kembali menjadi sorotan publik usai menyuarakan kritik kerasnya terhadap aktivitas pertambangan nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat.
Melalui unggahan di akun media sosial X (dulu Twitter), Susi Pudjiastuti mempertanyakan logika dan moralitas kebijakan pemerintah yang mengizinkan perusahaan milik negara untuk merusak ekosistem laut yang juga dimiliki oleh negara.
“Terus karena perusahaan milik Negara boleh merusak Laut milik Negara?,” tulis Susi Pudjiastuti pada unggahan yang kini telah dilihat lebih dari satu juta kali, seperti Suara.com kutip pada Sabtu (7/6/2025).
Ia merespons pernyataan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang mengonfirmasi bahwa hanya satu perusahaan, PT Gag Nikel (anak usaha PT Antam Tbk BUMN), yang aktif beroperasi di wilayah tersebut.
Namun dalam balasan unggahannya sendiri, Susi Pudjiastuti mengungkap fakta mengejutkan bahwa ternyata masih ada empat perusahaan tambang swasta lain yang juga beroperasi di kawasan itu.
“Dan ternyata ada empat lagi perusahaan tambang swasta. Kalau perusahaan swasta & perusahaan negara boleh merusak lingkungan Raja Ampat yang sudah diakui Dunia keindahannya. Kenapa rakyat tidak boleh menjaga keindahannya? Kenapa?,” lanjutnya dengan nada emosional.
Isu ini mencuat usai Greenpeace Indonesia merilis laporan yang mengungkap dampak serius aktivitas pertambangan nikel di beberapa pulau kecil Raja Ampat, yakni Pulau Gag, Kawe, Manuran, dan dua pulau lainnya.
Menurut laporan tersebut, lebih dari 500 hektare hutan tropis telah rusak akibat aktivitas tambang. Kerusakan ini juga dikhawatirkan akan mengancam kelestarian 75% dari terumbu karang terbaik dunia yang berada di kawasan Raja Ampat, daerah yang selama ini dikenal sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati laut global.
Greenpeace menilai bahwa eksploitasi tambang di kawasan yang memiliki nilai ekologis tinggi ini adalah ancaman besar, tidak hanya bagi Indonesia, tetapi juga bagi dunia.
Baca Juga: Ekosistem Raja Ampat Rusak Demi Nikel, Masihkah Perlu Transisi Energi?
Terumbu karang Raja Ampat adalah habitat bagi ribuan spesies laut, banyak di antaranya tidak ditemukan di tempat lain di dunia. Kehancuran ekosistem laut di wilayah ini bisa berdampak sistemik terhadap keberlanjutan ekosistem laut global.
Pernyataan Bahlil Lahadalia sendiri menimbulkan polemik karena terkesan menyepelekan skala ancaman. Dalam keterangannya, ia menyebut akan melakukan pengecekan ulang karena ada kemungkinan gambar yang beredar di media tidak benar-benar berasal dari lokasi tambang.
“Sekarang dengan kondisi seperti ini kita harus cross-check. Karena di beberapa media yang saya baca ada gambar yang diperlihatkan itu seperti di Pulau Panemo,” ujarnya. Bahlil Lahadalia mengklaim bahwa Pulau Panemo adalah kawasan wisata yang berjarak 30 hingga 40 kilometer dari PT Gag Nikel.
Namun, penjelasan tersebut tidak cukup meredam kekhawatiran publik. Susi Pudjiastuti bahkan sudah secara langsung mengimbau Presiden Prabowo Subianto agar segera menghentikan aktivitas penambangan di Raja Ampat.
Dalam unggahan sebelumnya, ia menyampaikan, “Yth. Bapak Presiden @prabowo @Gerindra mohon dengan sangat, hentikan penambangan di Raja Ampat ini. Salam hormat. Sebaiknya hentikan selamanya.”
Seruan Susi Pudjiastuti menunjukkan bahwa isu ini telah melampaui ranah kebijakan teknis sektor energi dan sumber daya mineral. Ini adalah isu moral dan keberlanjutan lingkungan hidup yang seharusnya menjadi prioritas nasional.
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Sabun Cuci Muka dengan Kolagen agar Kulit Tetap Kenyal dan Awet Muda
- 9 Sepatu Lokal Senyaman Skechers Ori, Harga Miring Kualitas Juara Berani Diadu
- Shio Paling Hoki pada 8-14 Desember 2025, Berkah Melimpah di Pekan Kedua!
- Sambut HUT BRI, Nikmati Diskon Gadget Baru dan Groceries Hingga Rp1,3 Juta
- 23 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 7 Desember: Raih Pemain 115, Koin, dan 1.000 Rank Up
Pilihan
-
Rekomendasi 7 Laptop Desain Grafis Biar Nugas Lancar Jaya, Anak DKV Wajib Tahu!
-
Harga Pangan Nasional Hari Ini: Cabai Sentuh Rp70 Ribu
-
Shell hingga Vivo sudah Ajukan Kuota Impor 2026 ke ESDM: Berapa Angkanya?
-
Kekhawatiran Pasokan Rusia dan Surplus Global, Picu Kenaikan Harga Minyak
-
Survei: Kebijakan Menkeu Purbaya Dongkrak Optimisme Konsumen, tapi Frugal Spending Masih Menguat
Terkini
-
Hasil Rapat Evaluasi Merekomendasikan Perpanjangan Masa Tanggap Darurat Bencana di Sumut
-
Jika Terbukti Lalai, Pemilik dan Pengelola Gedung Maut Kemayoran Bisa Kena Sanksi Pidana
-
Jika Terbukti Lalai, Pemilik dan Pengelola Gedung Maut Kemayoran Bisa Kena Sanksi Pidana
-
Gelombang Panas Ekstrem Kini Jadi Ancaman Baru Bagi Pekerja Dunia, Apa yang Mesti Dilakukan?
-
Buntut Kebakaran Maut Kemayoran, Mendagri Usulkan Uji Kelayakan Gedung Rutin
-
Mendagri: Alat Pemadam Kebakaran Gedung Terra Drone Tidak Mencukupi
-
Perkuat Newsroom di Era Digital, Local Media Community, Suara.com dan Google Gelar TOT AI Jurnalis
-
DPR Buka Revisi UU Kehutanan, Soroti Tata Kelola Hutan hingga Dana Reboisasi yang Melenceng
-
Peringati Hari HAM, Pemimpin Adat Papua Laporkan Perusahaan Perusak Lingkungan ke Mabes Polri
-
Pasang Badan Lindungi Warga dari Runtuhan Kaca, Kapolsek Kemayoran Dilarikan ke Meja Operasi