Suara.com - Anggota Komisi VIII DPR RI fraksi NasDem, Dini Rahmania meminta adanya evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan haji tahun 2025, termasuk soal sistem syarikah.
Hal itu disampaikan Dini menanggapi karut-marut pelaksanaan haji 2025 salah satunya jemaah telantar karena tak mendapatkan tenda saat di Arafah.
"Kami sangat menyayangkan bahwa pelaksanaan haji tahun ini kembali diwarnai dengan sejumlah persoalan serius yang menyentuh langsung kenyamanan dan keselamatan jemaah haji Indonesia," kata Dini kepada wartawan, Senin (9/6/2025).
"Pertama, kondisi semrawut tidak hanya terjadi karena pemisahan hotel antar kloter, namun juga karena buruknya manajemen pengangkutan jemaah dari hotel ke Arafah," sambungnya.
Bahkan, ia mengaku menerima laporan adanya pengusiran jemaah dari tenda Arafah karena permasalahan penempatan dan koordinasi antarsyarikah.
"Hal ini menunjukkan lemahnya kontrol dan mitigasi yang seharusnya dilakukan lebih awal oleh otoritas penyelenggara, baik dari pihak Arab Saudi maupun Kementerian Agama RI," katanya.
Kemudian ia menyoroti juga soal kualitas dan ketidaksesuaian makanan yang diterima jemaah patut menjadi perhatian serius.
"Bagaimana mungkin ada jemaah yang mendapat makanan siap saji standar catering, sementara yang lain hanya menerima Pop Mi instan? Ketidakkonsistenan ini bukan hanya soal logistik, tapi juga soal keadilan perlakuan terhadap jemaah yang telah membayar biaya yang sama dan berhak atas pelayanan yang setara," katanya.
Selain itu, kata dia, ada juga kendala keterlambatan armada bus dari Muzdalifah ke Mina yang memaksa jemaah berjalan kaki dalam kondisi lelah dan padat. Hal itu, kata dia, adalah bentuk kegagalan dalam perencanaan operasional.
Baca Juga: Ucapan Jokowi Terpatahkan! Gibran Ternyata Bisa Dimakzulkan Tanpa Harus Sepaket dengan Prabowo
"Kami di Komisi VIII DPR RI terus mendorong adanya evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan haji tahun ini, termasuk perluasan pengawasan terhadap syarikah-syarikah yang bekerja sama dengan Indonesia," ujarnya.
Ia mengatakan, adanya masalah-masalah tersebut sudah diprediksi sejak sistem syarikah diberlakukan.
"Jika sejak awal tidak ada standarisasi layanan yang kuat dan pengawasan lapangan yang ketat, maka akan terus terjadi kekacauan seperti sekarang," katanya.
"Kami mengingatkan kembali: mengelola jemaah haji Indonesia bukan perkara teknis semata. Ini adalah amanah moral dan konstitusional. Mayoritas jemaah kita adalah lansia, belum pernah ke luar negeri, dan harus ditangani dengan empati, presisi, dan profesionalisme tinggi," imbuhnya.
Jemaah Haji Keleleran di Arab Saudi
Sebelumnya, petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi menghadapi sejumlah kendala dalam penempatan jemaah di tenda-tenda Arafah.
Ketua PPIH Arab Saudi, Muchlis M Hanafi mengatakan bahwa permasalahan tersebut dipicu beberapa faktor teknis, sosial, dan kultural yang berdampak pada kepadatan tenda serta masalah distribusi logistik.
Saat akan Wukuf di Arafah sebagai rangkaian puncak ibadah haji berlangsung pada 9 Zulhijjah 1446 H, bertepatan dengan 5 Juni 2025, Jemaah Haji Indonesia diberangkatkan dari hotel di Makkah menuju Arafah pada 4 Juni 2025. Namun dalam proses itu, ada sejumlah jemaah yang sempat tidak mendapatkan tempat di tenda Arafah.
"Atas nama Ketua PPIH Arab Saudi, saya menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang dirasakan sebagian jemaah haji Indonesia," terang Mukhlis M Hanafi di Mekkah lewat keterangannya, Minggu 8 Juni 2025.
Menurut Mukhlis, ada sejumlah faktor penyebab terjadinya masalah penempatan jemaah di Arafah.
Pertama, ada sejumlah tenda yang sebenarnya masih menyisakan ruang tapi tidak bisa teroptimalisasikan untuk diisi oleh jemaah dengan berbagai alasan.
"Misalnya, tenda berkapasitas 350, sebenarnya baru dihuni 325 jemaah dari satu kelompok, namun tidak dapat diakses jemaah lain, bahkan meski dari markaz yang sama," katanya.
Kedua, skema pemberangkatan jemaah berbasis hotel menyulitkan penataan dan penempatan jemaah.
Penempatan jemaah di hotel Mekkah pada dasarnya berbasis markaz dan syarikah.
Namun, pada praktiknya ada juga sejumlah jemaah yang memilih berpindah hotel meski beda markaz dan syarikah, dengan berbagai alasan dan tidak selalu karena penggabungan pasangan.
"Karena sistem keberangkatan dari Mekkah ke Arafah menggunakan pendekatan berbasis hotel, bukan berdasarkan markaz atau syarikah, maka tenda-tenda tertentu terisi penuh lebih dulu, bahkan sebelum jemaah yang juga dijadwalkan menempati tenda tersebut tiba di lokasi,” sebut Mukhlis.
Ketiga, jumlah petugas tidak sebanding dengan jemaah. PPIH Arab Saudi telah membagi tugas layanan kepada tiga daerah kerja (daker).
Daker Bandara bertanggung jawab dalam layanan jemaah di Arafah, Daker Mekkah di Muzdalifah, sedang Daker Madinah di Mina.
“Dengan jumlah tidak terlalu banyak, petugas harus berjibaku melayani lebih dari 203 ribu jemaah yang tersebar di 60 markaz di Arafah. Ini menyebabkan kesulitan dalam membantu petugas Markaz dalam mengatur penempatan secara disiplin. Bahkan, banyak petugas yang kelelahan,” tuturnya.
Keempat, mobilitas jemaah yang tidak terkendali. Dijelaskan Mukhlis, banyak jemaah berpindah tenda secara sepihak untuk berkumpul dengan kerabat atau kelompok bimbingan dari daerah asal.
“Perpindahan ini memperburuk distribusi beban tenda dan menyulitkan kontrol layanan secara keseluruhan,” paparnya.
Kondisi itu juga berdampak pada gangguan distribusi konsumsi jemaah. Selama di Arafah, jemaah haji Indonesia mendapatkan lima kali makan pada 8-9 Zulhijjah 1446 H.
Berita Terkait
-
Ucapan Jokowi Terpatahkan! Gibran Ternyata Bisa Dimakzulkan Tanpa Harus Sepaket dengan Prabowo
-
Susi Pudjiastuti Colek Prabowo: Pak Presiden Mohon Hentikan Semua Pertambangan di Raja Ampat!
-
Seret Nama Jokowi, Rocky Gerung soal Pemakzulan Gibran: Bukan Proses Berbahaya
-
Blak-blakan Dukung Forum Purnawirawan TNI Lengserkan Gibran, Rocky Gerung: Sangat Masuk Akal!
Terpopuler
- Media Belanda Heran Mauro Zijlstra Masuk Skuad Utama Timnas Indonesia: Padahal Cadangan di Volendam
- Pengamat Desak Kapolri Evaluasi Jabatan Krishna Murti Usai Isu Perselingkuhan Mencuat
- Anak Wali Kota Prabumulih Bawa Mobil ke Sekolah, Padahal di LHKPN Hanya Ada Truk dan Buldoser
- Profil Ratu Tisha dan Jejak Karier Gemilang di PSSI yang Kini Dicopot Erick Thohir dari Komite
- Harta Kekayaan Wali Kota Prabumulih, Disorot usai Viral Pencopotan Kepala Sekolah
Pilihan
-
Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi RI Seperti Lingkaran Setan
-
Core Indonesia Sebut Kebijakan Menkeu Purbaya Suntik Rp200 Triliun Dinilai Salah Diagnosis
-
When Botanies Meets Buddies: Sporadies Meramban Bunga Jadi Cerita
-
Ternyata Ini Rahasia Kulit Cerah dan Sehat Gelia Linda
-
Kontras! Mulan Jameela Pede Tenteng Tas Ratusan Juta Saat Ahmad Dhani Usulkan UU Anti Flexing
Terkini
-
Kemendagri Batalkan Mutasi Kepala SMPN 1 Prabumulih, Wali Kota Arlan Terancam Sanksi
-
DPW dan DPC PPP dari 33 Provinsi Deklarasi Dukung M Mardiono Jadi Ketua Umum
-
Menteri HAM Natalius Pigai Sebut Orang Hilang 'Belum Terlihat', YLBHI Murka: Denial!
-
Dari Dirut Sampai Direktur, Jajaran BPR Jepara Artha Kini Kompak Pakai Rompi Oranye
-
Pemeriksaan Super Panjang, Hilman Latief Dicecar KPK Hampir 12 Jam soal Kuota Haji
-
Dikira Hilang saat Demo Ricuh, Polisi Ungkap Alasan Bima Permana Dagang Barongsai di Malang
-
Tito Karnavian: Satpol PP Harus Humanis, Bukan Jadi Sumber Ketakutan
-
Wamenkum Sebut Gegara Salah Istilah RUU Perampasan Aset Bisa Molor, 'Entah Kapan Selesainya'
-
'Abuse of Power?' Kemendagri Sebut Wali Kota Arlan Langgar Aturan Copot Kepala SMP 1 Prabumulih
-
Strategi Baru Senayan: Mau RUU Perampasan Aset Lolos? UU Polri Harus Direvisi Dulu